Kemenparekraf Diingatkan Pentingnya Mengemas Produk Pariwisata
A
A
A
TIDAK tercapainya target kunjungan wisman pada 2019 diharapkan menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah. Untuk itu sejumlah kalangan meminta Kemenparekraf agar bisa mengemas produk pariwisata dengan sangat baik.
Ketua Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia (ICPI) Azril Azahari mengingatkan untuk mengurus pariwisata Tanah Air bukan hal yang mudah. Khususnya untuk pengembangan destinasi.Menurutnya saat ini pariwisata Indonesia hanya mengandalkan marketing masif, sedangkan dasar dariproduk pariwisata tidak dikembangkan. Padahal dampak dari mengemas produk akan sangat signifikan.
Azril menuturkan, Kemenparekraf harus melibatkan banyak pihak untuk memunculkan daya tarik destinasi dan memiliki keotentikan. Dia mengimbau Wishnutama agar dapat merekrut orang-orang yang benar-benar paham mengenai industri pariwisata untuk membantunya.
Sementara itu pengamat budaya dari Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat, Agnes Setyowati mengatakan, pengembangan sektor pariwisata cukup dilematis. Khususnya untuk rencana pengembangan lima destinasi pariwisata superprioritas yang menyasar wisatawan segmen premium.
Hal itu dikarenakan adanya wacana pemerintah mematok harga tiket masuk Labuan Bajo sebesar kurang lebih USD1.000 atau sekitar Rp14 juta per orang. Ini berarti destinasi akan terbatas buat kalangan atas, dari asing ataupun lokal, yang dapat menikmati keindahan alam salah satu UNESCO World Heritage ini.
Menurut Agnes, upaya pemerintah mendongkrak industri pariwisata untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi negara melalui devisa harus diapresiasi. Tapi di sisi lain masyarakat akan terkena dampak diskriminatif dari kebijakan ini. Dampaknya wisatawan lokal akan sulit mengakses destinasi wisata lokal.
Dia menilai sektor pariwisata banyak memberikan dampak positif seperti menyumbang devisa negara terbesar kedua, menyerap tenaga kerja, pembangunan berkelanjutan, menaikkan citra negara di mata dunia, dan masih banyak lagi. Namun juga harus diwaspadai, khususnya dampak langsung kepada masyarakat lokal yang bermukim di sekitar destinasi wisata.
“Karena dampak ekonominya tidakselalu merata dirasakan masyarakat disekitar area destinasi. Artinya pemerintah harus juga mampu memikirkan strategi yang efektif demi kesejahteraan masyarakat,” katanya.
Yang perlu diperhatikan lagi, lanjut Agnes, perubahan lingkungan dan interaksi sosial dengan wisatawan asing juga akan memengaruhi nilai-nilai budaya lokal seperti gaya hidup, kriminalitas, celah sosial yang tinggi,dan sikap materialistik yang tinggi.
Selain itu lingkungan alam juga akan terkena dampak langsung dari penguatan sektor ini. Contoh nyata adalah meningkatnya polusi, perluasan lahan wisata yang secara langsung akan menghilangkan habitat flora dan fauna, terganggunya kehidupan satwa liar, dan kekurangan persediaan air bersih. Ini tentu menjadi PR bagi pemerintah agar hal-hal tersebut bisa diatasi. Kita tunggu saja.(Hafid Fuad)
Ketua Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia (ICPI) Azril Azahari mengingatkan untuk mengurus pariwisata Tanah Air bukan hal yang mudah. Khususnya untuk pengembangan destinasi.Menurutnya saat ini pariwisata Indonesia hanya mengandalkan marketing masif, sedangkan dasar dariproduk pariwisata tidak dikembangkan. Padahal dampak dari mengemas produk akan sangat signifikan.
Azril menuturkan, Kemenparekraf harus melibatkan banyak pihak untuk memunculkan daya tarik destinasi dan memiliki keotentikan. Dia mengimbau Wishnutama agar dapat merekrut orang-orang yang benar-benar paham mengenai industri pariwisata untuk membantunya.
Sementara itu pengamat budaya dari Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat, Agnes Setyowati mengatakan, pengembangan sektor pariwisata cukup dilematis. Khususnya untuk rencana pengembangan lima destinasi pariwisata superprioritas yang menyasar wisatawan segmen premium.
Hal itu dikarenakan adanya wacana pemerintah mematok harga tiket masuk Labuan Bajo sebesar kurang lebih USD1.000 atau sekitar Rp14 juta per orang. Ini berarti destinasi akan terbatas buat kalangan atas, dari asing ataupun lokal, yang dapat menikmati keindahan alam salah satu UNESCO World Heritage ini.
Menurut Agnes, upaya pemerintah mendongkrak industri pariwisata untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi negara melalui devisa harus diapresiasi. Tapi di sisi lain masyarakat akan terkena dampak diskriminatif dari kebijakan ini. Dampaknya wisatawan lokal akan sulit mengakses destinasi wisata lokal.
Dia menilai sektor pariwisata banyak memberikan dampak positif seperti menyumbang devisa negara terbesar kedua, menyerap tenaga kerja, pembangunan berkelanjutan, menaikkan citra negara di mata dunia, dan masih banyak lagi. Namun juga harus diwaspadai, khususnya dampak langsung kepada masyarakat lokal yang bermukim di sekitar destinasi wisata.
“Karena dampak ekonominya tidakselalu merata dirasakan masyarakat disekitar area destinasi. Artinya pemerintah harus juga mampu memikirkan strategi yang efektif demi kesejahteraan masyarakat,” katanya.
Yang perlu diperhatikan lagi, lanjut Agnes, perubahan lingkungan dan interaksi sosial dengan wisatawan asing juga akan memengaruhi nilai-nilai budaya lokal seperti gaya hidup, kriminalitas, celah sosial yang tinggi,dan sikap materialistik yang tinggi.
Selain itu lingkungan alam juga akan terkena dampak langsung dari penguatan sektor ini. Contoh nyata adalah meningkatnya polusi, perluasan lahan wisata yang secara langsung akan menghilangkan habitat flora dan fauna, terganggunya kehidupan satwa liar, dan kekurangan persediaan air bersih. Ini tentu menjadi PR bagi pemerintah agar hal-hal tersebut bisa diatasi. Kita tunggu saja.(Hafid Fuad)
(nfl)