Perbankan Diprediksi Akan Selektif Dalam Pembiayaan Kredit
A
A
A
JAKARTA - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengungkapkan, strategi perbankan tahun ini akan lebih selektif dalam memilih sektor yang dibiayai kredit, misalnya menghindari sektor berbasis komoditas perkebunan dan batubara. Kemudian bank perlu mengenali calon debitur dari trackrecord dan bisnis plan untuk memahami resiko gagal bayar pinjaman.
Terakhir, bank perlu memperbesar porsi fee based income, misalnya kerjasama pembayaran pajak, Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), pulsa dan lain lain. "Persoalan utama pertumbuhan kredit adalah pengetatan likuiditas dan naiknya resiko kredit sehingga bank lebih hati hati dalam ekspansi," ujar Bhima saat dihubungi.
Likuiditas yang ketat disumbang salah satunya oleh agresifitas pemerintah dalam menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) di tengah pelebaran defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sementara itu ada tren kenaikan resiko di beberapa sektor misalnya perikanan, kesehatan, dan industri manufaktur.
Sebelumnya bank masih sibuk melakukan restrukturisasi sektor pertambangan dan perkebunan. Ke depannya sektor non komoditas juga naik resikonya seiring bayang-bayang resesi global. "Tahun 2020 ini maksimum sekitar 7,5% growth kreditnya dan sulit dobel digit," katanya.
Faktor yang masih positif berasal dari penurunan suku bunga BI yang dampaknya akan terasa di 2020. Untuk Loan to Value (LTV) khususnya di segmen menengah bawah akan suport sektor properti (MBR) dari sisi stabilitas politik paska pemilu juga berdampak pada kredit investasi terlebih ada omnibus law.
Terakhir, bank perlu memperbesar porsi fee based income, misalnya kerjasama pembayaran pajak, Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), pulsa dan lain lain. "Persoalan utama pertumbuhan kredit adalah pengetatan likuiditas dan naiknya resiko kredit sehingga bank lebih hati hati dalam ekspansi," ujar Bhima saat dihubungi.
Likuiditas yang ketat disumbang salah satunya oleh agresifitas pemerintah dalam menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) di tengah pelebaran defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sementara itu ada tren kenaikan resiko di beberapa sektor misalnya perikanan, kesehatan, dan industri manufaktur.
Sebelumnya bank masih sibuk melakukan restrukturisasi sektor pertambangan dan perkebunan. Ke depannya sektor non komoditas juga naik resikonya seiring bayang-bayang resesi global. "Tahun 2020 ini maksimum sekitar 7,5% growth kreditnya dan sulit dobel digit," katanya.
Faktor yang masih positif berasal dari penurunan suku bunga BI yang dampaknya akan terasa di 2020. Untuk Loan to Value (LTV) khususnya di segmen menengah bawah akan suport sektor properti (MBR) dari sisi stabilitas politik paska pemilu juga berdampak pada kredit investasi terlebih ada omnibus law.
(akr)