Ternyata Separah Ini Kondisi Sritex: Rekening Diblokir, Nasib Buruh Tidak Jelas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Serikat Pekerja PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex membeberkan kondisi terburuk yang dialami perusahaan saat ini. Di hari ke-45 sejak putusan pailit tanda-tanda kesinambungan usaha (going concern) tidak terjadi sama sekali.
Sritex diputuskan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang, Jawa Tengah (Jateng), pada 28 Oktober 2024 lalu. Tepatnya melalui Putusan Perkara Nomor 2/Pdt.Sus Homologasi/2024/PN Niaga Smg.
Koordinator Serikat Pekerja Sritex Group Slamet Kaswanto mengatakan, perusahaan mengalami kondisi terburuk lantaran bahan baku di pabrik berangsur habis. Bahkan, mesin produksi banyak yang diberhentikan manajemen.
"Produksi berhenti dan karyawan nasibnya tidak jelas. Belum lagi informasi yg kami terima bahwa rekening bank telah diblokir kurator," ujar Slamet Kaswanto melalui keterangan pers, Minggu (8/12/2024).
Tim kurator PN Niaga Semarang dikabarkan harus membatalkan rencana mediasi yang akan difasilitasi Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Batalnya mediasi antara Sritex dan tim kurator membuat serikat buruh kecewa.
"Mengetahui hal tersebut kami merasa sangat kecewa, benar-benar kecewa kepada kurator. Nasib puluhan ribu karyawan dipermainkan begitu saja tanpa ada merasa tanggung jawabnya," paparnya.
Slamet juga menyampaikan agar pemerintah lebih serius memikirkan kelangsungan perusahaan tekstil terbesar di Indonesia itu, terutama para pekerjanya yang terancam mengalami PHK.
"Memang negara telah hadir untuk kami para buruh Sritex, tapi apa yang kami inginkan kelangsungan kerja belum juga terwujud karena ulah segelintir orang yang hanya berlindung atas nama hukum," beber dia.
Dia menjelaskan, sejak putusan pailit Sritex Group oleh PN Semarang, para pekerjanya merasa kaget dan terpukul. Sebelumnya, aktivitas produksi dan pekerjaan berjalan normal tetapi, namun serentak perusahaan dinyatakan pailit.
Bukan tanpa alasan atas terpukulnya pekerja, lantaran yang ada di benak mereka perusahaan pailit adalah pabrik tutup, PHK, dan pesangon. Hal itu bukanlah pilihan mereka, karena sejatinya karyawan hanya ingin bekerja dan mendapat gajian untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
Kegalauan pekerja pun telah disampaikan kepada manajemen. Komitmennya, perusahaan tidak melakukan PHK, apalagi menutup perusahaan. Artinya, keberlangsungan usaha menjadi prioritas. "Oleh karena itu pengusaha sudah melakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung (MA) untuk membatalkan putusan pailit PN Semarang," ucapnya.
"Dan meminta kepada kurator serta hakim pengawas yang ditunjuk PN Semarang untuk mengurusi kepailitan ini, memberikan izin going concern agar perusahaan tetap bisa melakukan aktivitas seperti biasa, sambil menunggu keputusan MA agar keberlangsungan kerja pekerja terjaga dan tidak ada PHK," tandas dia.
Sritex diputuskan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang, Jawa Tengah (Jateng), pada 28 Oktober 2024 lalu. Tepatnya melalui Putusan Perkara Nomor 2/Pdt.Sus Homologasi/2024/PN Niaga Smg.
Koordinator Serikat Pekerja Sritex Group Slamet Kaswanto mengatakan, perusahaan mengalami kondisi terburuk lantaran bahan baku di pabrik berangsur habis. Bahkan, mesin produksi banyak yang diberhentikan manajemen.
"Produksi berhenti dan karyawan nasibnya tidak jelas. Belum lagi informasi yg kami terima bahwa rekening bank telah diblokir kurator," ujar Slamet Kaswanto melalui keterangan pers, Minggu (8/12/2024).
Tim kurator PN Niaga Semarang dikabarkan harus membatalkan rencana mediasi yang akan difasilitasi Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Batalnya mediasi antara Sritex dan tim kurator membuat serikat buruh kecewa.
"Mengetahui hal tersebut kami merasa sangat kecewa, benar-benar kecewa kepada kurator. Nasib puluhan ribu karyawan dipermainkan begitu saja tanpa ada merasa tanggung jawabnya," paparnya.
Slamet juga menyampaikan agar pemerintah lebih serius memikirkan kelangsungan perusahaan tekstil terbesar di Indonesia itu, terutama para pekerjanya yang terancam mengalami PHK.
"Memang negara telah hadir untuk kami para buruh Sritex, tapi apa yang kami inginkan kelangsungan kerja belum juga terwujud karena ulah segelintir orang yang hanya berlindung atas nama hukum," beber dia.
Dia menjelaskan, sejak putusan pailit Sritex Group oleh PN Semarang, para pekerjanya merasa kaget dan terpukul. Sebelumnya, aktivitas produksi dan pekerjaan berjalan normal tetapi, namun serentak perusahaan dinyatakan pailit.
Bukan tanpa alasan atas terpukulnya pekerja, lantaran yang ada di benak mereka perusahaan pailit adalah pabrik tutup, PHK, dan pesangon. Hal itu bukanlah pilihan mereka, karena sejatinya karyawan hanya ingin bekerja dan mendapat gajian untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
Kegalauan pekerja pun telah disampaikan kepada manajemen. Komitmennya, perusahaan tidak melakukan PHK, apalagi menutup perusahaan. Artinya, keberlangsungan usaha menjadi prioritas. "Oleh karena itu pengusaha sudah melakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung (MA) untuk membatalkan putusan pailit PN Semarang," ucapnya.
"Dan meminta kepada kurator serta hakim pengawas yang ditunjuk PN Semarang untuk mengurusi kepailitan ini, memberikan izin going concern agar perusahaan tetap bisa melakukan aktivitas seperti biasa, sambil menunggu keputusan MA agar keberlangsungan kerja pekerja terjaga dan tidak ada PHK," tandas dia.
(nng)