Kebijakan Pro Growth, Strategi BI Jaga Pertumbuhan Ekonomi Nasional
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 pada kisaran 4,8-5,6%, dan 4,9-5,7% pada 2026. Selain ditopang oleh konsumsi, investasi, hingga ekspor, pertumbuhan ini juga diperkuat dengan kebijakan pro growth untuk menjaga pertumbuhan ekonomi nasional.
“Inflasi juga akan tetap terkendali dalam rentang 2,5 persen plus minus 1 persen pada 2025 dan 2026. Inflasi yang terkendali didukung konsistensi kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP),” tutur Gubernur BI Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2024, di Komplek Perkantoran Bank Indonesia, Jakarta, belum lama ini.
Dengan sinergi ekonomi Indonesia pada 2025 dan 2026 akan menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi. Sinergitas ini tercermin dalam tema pertemuan PTBI 2024 yaitu “Sinergi Memperkuat Stabilitas dan Transformasi Ekonomi Nasional”, yang menunjukkan kesadaran pentingnya stabilitas dalam mendorong transformasi.
Sinergi kebijakan perlu terus diperkuat untuk menghadapi berbagai tantangan yang semakin kompleks ke depan, dan mempercepat transformasi ekonomi nasional agar perekonomian tumbuh lebih kuat.
Selain dengan instrumen kebijakan moneter, BI juga menekankan empat kebijakan lainnya dalam mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional (pro-growth), diantaranya kebijakan Makroprudensial, Kebijakan Sistem Pembayaran, Kebijakan Ekonomi Keuangan Inklusif dan Hijau, serta Pendalaman Pasar Keuangan. Kebijakan ini diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan
Kebijakan Makroprudensial
Gubernur BI mengatakan kebijakan makroprudensial longgar akan dipertahankan pada 2025 untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dengan tetap turut menjaga stabilitas sistem keuangan. Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) dikeluarkan untuk mendorong kredit atau pembiayaan yang diarahkan ke sektor-sektor prioritas pencipta lapangan kerja.
“Jumlah insentif likuiditas untuk sektor tersebut akan naik dari Rp259 triliun pada 2024 menjadi Rp283 triliun mulai Januari 2025. Ada 102 bank penerima insentif ini yang akan mendapatkan KLM di atas tiga persen dari Dana Pihak Ketiga (DPK), yang dapat menambah kapasitas pembiayaan mereka,” ujarnya.
Kebijakan Rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) juga akan tetap dijaga longgar. Salah satu kebijakan penting dalam hal ini adalah tetap diberlakukannya kebijakan uang muka kredit nol persen untuk kredit properti dan kredit otomotif, yang diharapkan dapat meningkatkan permintaan di sektor properti dan otomotif.
Gubernur BI juga menekankan pentingnya penguatan pengawasan sistemik untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, melalui koordinasi dengan Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Digitalisasi Sistem Pembayaran
Kebijakan sistem pembayaran pada tahun 2025 akan diarahkan untuk mempercepat kemajuan digitalisasi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, sebagaimana Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2030.
Arah kebijakan sistem pembayaran tahun 2025 akan dilakukan melalui lima langkah inisiatif. Pertama, pengembangan sistem pembayaran New BI-FAST dan fast payment, modernisasi BI-RTGS, dan infrastruktur data pembayaran. Kedua, konsolidasi industri sistem pembayaran berdasarkan Transaksi, Interkoneksi, Kapasitas, Manajemen Risiko, dan Informasi Teknologi (TIKMI).
Ketiga, inovasi QRIS dengan target 58 juta pengguna dengan 40 juta merchant, serta pendirian Bank Indonesia Digital Inovation Center (BIDIC) berkolaborasi dengan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI).
Keempat, perluasan kerjasama QRIS dengan sejumlah negara, BI-FAST melalui proyek Nexus, serta Local Currency Transaction. Kelima, eksperimentasi lanjutan Digital Rupiah sebagai satu-satunya alat pembayaran digital yang sah di Indonesia.
Sedangkan kebijakan luar negeri, BI terus memperluas kerja sama dengan bank sentral dan lembaga internasional. Kerjasama yang dilakukan meliputi kebanksentralan, sistem pembayaran, local currency transaction, perjanjian swap bilateral, ASEAN Payments Connectivity, serta memperjuangkan kepentingan nasional di forum internasional.
PTBI 2024 dirangkai dengan penganugerahan BI Award 2024. (Foto: iNews Media Group/Aldhi Chandra Setiawan)
Kebijakan Pendalaman Pasar Keuangan
Kebijakan pendalaman pasar uang pada tahun 2025 akan tetap diarahkan untuk mewujudkan pasar uang yang modern dan berstandar internasional, memperkuat efektivitas transmisi bauran kebijakan Bank Indonesia, serta mendukung pembiayaan bagi pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Kebijakan pendalaman pasar uang dan pasar valas akan didasarkan pada Blueprint Pendalaman Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing (BPPU) 2025-2030. “Dalam blueprint tersebut, kami memiliki sasaran transaksi repurchase agreement (repo) naik ke Rp30 triliun per hari pada 2030. Sementara itu, transaksi domestic non-deliverable forward (DNDF) naik ke 1 miliar dollar AS per hari pada 2030,” tutur Gubernur Perry.
Untuk mencapai target tersebut, BI telah melakukan serangkaian kebijakan, pertama, peningkatan likuiditas transaksi repo dan DNDF. BI akan mendorong peran primary dealers sebagai market maker.
Kedua, penguatan pelaku pasar bersama Asosiasi Pelaku Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing Indonesia (APUVINDO). BI juga akan mengembangkan infrastruktur pasar uang yang terintegrasi. Ketiga, sinergi pembiayaan ekonomi dalam Forum Koordinasi Pengembangan Sektor Keuangan (FK-PSK).
Kebijakan Ekonomi Hijau
BI akan terus memperluas dan memperkuat program pengembangan ekonomi-keuangan inklusif dan hijau, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan pengendalian inflasi. BI juga akan terus memperkuat perannya sebagai pelopor dan penggerak ekonomi dan keuangan syariah sebagai sumber baru pertumbuhan ekonomi nasional.
Gubernur BI juga akan terus mengembangkan sektor UMKM dan ekonomi hijau, dengan menggelar berbagai acara, seperti Karya Kreatif Indonesia untuk UMKM Go Export dan Go Digital. Untuk ekonomi dan keuangan syariah, BI terus mengembangkan sektor unggulan, khususnya makanan halal dan modest fashion.
“Inflasi juga akan tetap terkendali dalam rentang 2,5 persen plus minus 1 persen pada 2025 dan 2026. Inflasi yang terkendali didukung konsistensi kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP),” tutur Gubernur BI Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2024, di Komplek Perkantoran Bank Indonesia, Jakarta, belum lama ini.
Dengan sinergi ekonomi Indonesia pada 2025 dan 2026 akan menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi. Sinergitas ini tercermin dalam tema pertemuan PTBI 2024 yaitu “Sinergi Memperkuat Stabilitas dan Transformasi Ekonomi Nasional”, yang menunjukkan kesadaran pentingnya stabilitas dalam mendorong transformasi.
Sinergi kebijakan perlu terus diperkuat untuk menghadapi berbagai tantangan yang semakin kompleks ke depan, dan mempercepat transformasi ekonomi nasional agar perekonomian tumbuh lebih kuat.
Selain dengan instrumen kebijakan moneter, BI juga menekankan empat kebijakan lainnya dalam mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional (pro-growth), diantaranya kebijakan Makroprudensial, Kebijakan Sistem Pembayaran, Kebijakan Ekonomi Keuangan Inklusif dan Hijau, serta Pendalaman Pasar Keuangan. Kebijakan ini diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan
Kebijakan Makroprudensial
Gubernur BI mengatakan kebijakan makroprudensial longgar akan dipertahankan pada 2025 untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dengan tetap turut menjaga stabilitas sistem keuangan. Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) dikeluarkan untuk mendorong kredit atau pembiayaan yang diarahkan ke sektor-sektor prioritas pencipta lapangan kerja.
“Jumlah insentif likuiditas untuk sektor tersebut akan naik dari Rp259 triliun pada 2024 menjadi Rp283 triliun mulai Januari 2025. Ada 102 bank penerima insentif ini yang akan mendapatkan KLM di atas tiga persen dari Dana Pihak Ketiga (DPK), yang dapat menambah kapasitas pembiayaan mereka,” ujarnya.
Kebijakan Rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) juga akan tetap dijaga longgar. Salah satu kebijakan penting dalam hal ini adalah tetap diberlakukannya kebijakan uang muka kredit nol persen untuk kredit properti dan kredit otomotif, yang diharapkan dapat meningkatkan permintaan di sektor properti dan otomotif.
Gubernur BI juga menekankan pentingnya penguatan pengawasan sistemik untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, melalui koordinasi dengan Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Digitalisasi Sistem Pembayaran
Kebijakan sistem pembayaran pada tahun 2025 akan diarahkan untuk mempercepat kemajuan digitalisasi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, sebagaimana Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2030.
Arah kebijakan sistem pembayaran tahun 2025 akan dilakukan melalui lima langkah inisiatif. Pertama, pengembangan sistem pembayaran New BI-FAST dan fast payment, modernisasi BI-RTGS, dan infrastruktur data pembayaran. Kedua, konsolidasi industri sistem pembayaran berdasarkan Transaksi, Interkoneksi, Kapasitas, Manajemen Risiko, dan Informasi Teknologi (TIKMI).
Ketiga, inovasi QRIS dengan target 58 juta pengguna dengan 40 juta merchant, serta pendirian Bank Indonesia Digital Inovation Center (BIDIC) berkolaborasi dengan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI).
Keempat, perluasan kerjasama QRIS dengan sejumlah negara, BI-FAST melalui proyek Nexus, serta Local Currency Transaction. Kelima, eksperimentasi lanjutan Digital Rupiah sebagai satu-satunya alat pembayaran digital yang sah di Indonesia.
Sedangkan kebijakan luar negeri, BI terus memperluas kerja sama dengan bank sentral dan lembaga internasional. Kerjasama yang dilakukan meliputi kebanksentralan, sistem pembayaran, local currency transaction, perjanjian swap bilateral, ASEAN Payments Connectivity, serta memperjuangkan kepentingan nasional di forum internasional.
PTBI 2024 dirangkai dengan penganugerahan BI Award 2024. (Foto: iNews Media Group/Aldhi Chandra Setiawan)
Kebijakan Pendalaman Pasar Keuangan
Kebijakan pendalaman pasar uang pada tahun 2025 akan tetap diarahkan untuk mewujudkan pasar uang yang modern dan berstandar internasional, memperkuat efektivitas transmisi bauran kebijakan Bank Indonesia, serta mendukung pembiayaan bagi pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Kebijakan pendalaman pasar uang dan pasar valas akan didasarkan pada Blueprint Pendalaman Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing (BPPU) 2025-2030. “Dalam blueprint tersebut, kami memiliki sasaran transaksi repurchase agreement (repo) naik ke Rp30 triliun per hari pada 2030. Sementara itu, transaksi domestic non-deliverable forward (DNDF) naik ke 1 miliar dollar AS per hari pada 2030,” tutur Gubernur Perry.
Untuk mencapai target tersebut, BI telah melakukan serangkaian kebijakan, pertama, peningkatan likuiditas transaksi repo dan DNDF. BI akan mendorong peran primary dealers sebagai market maker.
Kedua, penguatan pelaku pasar bersama Asosiasi Pelaku Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing Indonesia (APUVINDO). BI juga akan mengembangkan infrastruktur pasar uang yang terintegrasi. Ketiga, sinergi pembiayaan ekonomi dalam Forum Koordinasi Pengembangan Sektor Keuangan (FK-PSK).
Kebijakan Ekonomi Hijau
BI akan terus memperluas dan memperkuat program pengembangan ekonomi-keuangan inklusif dan hijau, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan pengendalian inflasi. BI juga akan terus memperkuat perannya sebagai pelopor dan penggerak ekonomi dan keuangan syariah sebagai sumber baru pertumbuhan ekonomi nasional.
Gubernur BI juga akan terus mengembangkan sektor UMKM dan ekonomi hijau, dengan menggelar berbagai acara, seperti Karya Kreatif Indonesia untuk UMKM Go Export dan Go Digital. Untuk ekonomi dan keuangan syariah, BI terus mengembangkan sektor unggulan, khususnya makanan halal dan modest fashion.
(ars)