Harga Ayam Rp770 Ribu Per Ekor, Ini Penjelasan Dirjen PKH
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menyikapi pemberitaan media online (Tempo.co) pada tanggal 28 April 2020 dengan judul “Anggaran Pengadaan Ayam Rp770 ribu per ekor dipertanyakan”, maka perlu diluruskan agar tidak menimbulkan multi interpretasi. Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita menjelaskan terkait pemberitaan tersebut di Jakarta (2/5/2020).
Ketut menjelaskan bahwa sejalan dengan adanya penghematan anggaran di Kementerian Pertanian, Ditjen PKH juga melakukan penghematan sebesar Rp802 Miliar, dari pagu semula Rp2,022 Triliun menjadi Rp1,21 Triliun.
"Dalam perencanaan Ditjen PKH Tahun Anggaran 2020 selalu mengacu pada rambu-rambu penghematan, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemotongan anggaran meliputi: belanja perjalanan dinas, pertemuan-pertemuan dan belanja barang lainnya secara proporsional untuk mendukung prioritas kegiatan dan penanganan Covid-19 diantaranya untuk memfasilitasi bantuan sapi, kambing, domba, ayam dan babi kepada kelompok masyarakat yang tersebar di seluruh Indonesia," jelasnya.
Dijelaskan bahwa terkait anggaran ayam lokal sebanyak 35.000 ekor senilai Rp26,96 miliar yang dipaparkan pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IV DPR-RI, Ketut menguraikan bahwa penetapan harga tidak otomatis Rp26,96 miliar dibagi 35.000 ekor atau sebesar Rp 770 ribu per ekor, namun sesungguhnya anggaran tersebut, terdiri dari beberapa komponen kegiatan lain yang masuk dalam penganggaran tersebut. Adapun kegiatan tersebut antara lain:
a) Pengadaan ayam lokal sebanyak 35.000 ekor senilai Rp2,02 Miliar.
b) Hibah ayam produksi dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) Tahun 2020 senilai Rp3,96 Miliar.
c) Penyelesaian sisa kontrak pekerjaan Program Bekerja Tahun 2019 senilai Rp20,98 Miliar di Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara.
Secara rinci, Ketut menjelaskan bahwa alokasi penggunaan anggaran sebagai berikut:
I. Bantuan ayam lokal sebanyak 35.000 ekor dengan nilai Rp2,02 Miliar untuk Peternak/Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) akan didistribusikan di 22 kabupaten (11 provinsi) dengan komponen pengadaan sebagai berikut:
a. Untuk UPTD dialokasikan di empat provinsi (Sumatera Barat, Riau, Bangka Belitung dan Gorontalo) dengan harga satuan per ekor Rp 55.525 dengan rincian:
1) Ayam lokal umur empat minggu dan biaya distribusinya Rp30.000
2) Pakan 2,5 kg @Rp7.000/kg Rp 17.500 (selama 2 bulan)
3) Obat-Obatan seharga Rp1.500
4) Bantuan biaya perbaikan kandang Rp2.500
5) Operasional (pendampingan dan bimbingan teknis) Rp4.025
b. Untuk kelompok peternak yang akan dialokasikan di tujuh provinsi (Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Barat, Bali, Aceh, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat) dengan harga satuan per ekor Rp58.538 dan rincian penggunaannya sebagai berikut:
1) Ayam lokal umur empat minggu dan biaya distribusinya Rp 30.000
2) Pakan 2,5 kg @Rp7.000/kg = Rp17.500 (selama 2 bulan)
3) Obat-Obatan Rp1.500
4) Bantuan untuk pembuatan kandang Rp4.400
5) Operasional (CPCL, pendampingan dan bimbingan teknis) Rp5.138
II. Hibah Ayam DOC (Sembawa dan Kampung Unggul Balitbangtan/KUB) produksi UPT. BPTU-HPT Sembawa kepada kelompok ternak senilai Rp3,96 miliar dengan rata-rata harga satuan per ekor Rp 36.538 dan rincian penggunaannya sebagai berikut:
a. Pakan 4,27 kg @Rp7.000 = Rp29.900 (selama 3 bulan)
b. Obat-Obatan Rp1.500
c. Operasional (CPCL, pendampingan dan bimbingan teknis) Rp5.138
III. Penyelesaian kontrak sisa pekerjaan kegiatan Bekerja tahun anggaran 2019 sebesar Rp20,98 miliar di Provinsi Gorontalo dan Provinsi Sulawesi tenggara. Anggaran tersebut dilaksanakan oleh BBVet. Denpasar untuk disalurkan ke Provinsi Gorontalo dan BPTU-HPT Denpasar ke Provinsi Sulawesi Tenggara.
Lebih lanjut, Ditjen PKH juga akan memberikan bantuan paket ternak babi kepada kelompok ternak sebanyak 550 ekor dengan total anggaran Rp5,03 Miliar, yang akan didistribusikan di Provinsi Papua, Kalimantan Barat dan Sulawesi Utara.
Menurut Ketut, satuan biaya paket bantuan antara wilayah Papua dengan di luar wilayah Papua tentu akan berbeda karena faktor geografis dan tingkat kesulitan dalam pendistribusian, termasuk alat angkut yang digunakan.
Adapun rincian satuan biaya dimaksud sebagai berikut:
1. Pengadaan Ternak Babi di wilayah Papua, dengan harga satuan paket pekerjaan per ekor Rp13.115.000
a. Ternak babi dan distribusi Rp10.000.000
b. Pakan sebanyak 120 kg/ekor Rp2.160.000 (selama 2 bulan)
c. Biaya pembuatan kandang Rp100.000/ekor
d. Operasional (CPCL, pendampingan dan bimbingan teknis) Rp830.000
2. Pengadaan Ternak Babi di wilayah Non Papua, dengan harga satuan peket pekerjaan per ekor Rp4.385.000
a. Ternak babi dan distribusi Rp3.000.000
b. Pakan sebanyak 120 kg/ekor Rp970.000 (selama 2 bulan)
c. Biaya pembuatan kandang Rp100.000/ekor
d. Operasional (CPCL, pendampingan dan bimbingan teknis) Rp315.000
Dengan demikian jumlah alokasi pengadaan babi dan komponen pendukungnya untuk di wilayah Papua sebanyak 300 ekor dengan nilai Rp3,93 miliar dan di luar Papua sebanyak 250 ekor dengan nilai Rp1,10 miliar, sehingga harga rata-rata paket bantuan pengadaan babi dan komponen pendukungnya senilai Rp9.146.000/ekor.
“Demikian penjelasan ini disampaikan untuk diketahui, yang pada prinsipnya kegiatan ini semua kami usulkan untuk membantu petani peternak pada situasi pandemik Covid-19," pungkasnya.
Ketut menjelaskan bahwa sejalan dengan adanya penghematan anggaran di Kementerian Pertanian, Ditjen PKH juga melakukan penghematan sebesar Rp802 Miliar, dari pagu semula Rp2,022 Triliun menjadi Rp1,21 Triliun.
"Dalam perencanaan Ditjen PKH Tahun Anggaran 2020 selalu mengacu pada rambu-rambu penghematan, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemotongan anggaran meliputi: belanja perjalanan dinas, pertemuan-pertemuan dan belanja barang lainnya secara proporsional untuk mendukung prioritas kegiatan dan penanganan Covid-19 diantaranya untuk memfasilitasi bantuan sapi, kambing, domba, ayam dan babi kepada kelompok masyarakat yang tersebar di seluruh Indonesia," jelasnya.
Dijelaskan bahwa terkait anggaran ayam lokal sebanyak 35.000 ekor senilai Rp26,96 miliar yang dipaparkan pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IV DPR-RI, Ketut menguraikan bahwa penetapan harga tidak otomatis Rp26,96 miliar dibagi 35.000 ekor atau sebesar Rp 770 ribu per ekor, namun sesungguhnya anggaran tersebut, terdiri dari beberapa komponen kegiatan lain yang masuk dalam penganggaran tersebut. Adapun kegiatan tersebut antara lain:
a) Pengadaan ayam lokal sebanyak 35.000 ekor senilai Rp2,02 Miliar.
b) Hibah ayam produksi dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) Tahun 2020 senilai Rp3,96 Miliar.
c) Penyelesaian sisa kontrak pekerjaan Program Bekerja Tahun 2019 senilai Rp20,98 Miliar di Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara.
Secara rinci, Ketut menjelaskan bahwa alokasi penggunaan anggaran sebagai berikut:
I. Bantuan ayam lokal sebanyak 35.000 ekor dengan nilai Rp2,02 Miliar untuk Peternak/Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) akan didistribusikan di 22 kabupaten (11 provinsi) dengan komponen pengadaan sebagai berikut:
a. Untuk UPTD dialokasikan di empat provinsi (Sumatera Barat, Riau, Bangka Belitung dan Gorontalo) dengan harga satuan per ekor Rp 55.525 dengan rincian:
1) Ayam lokal umur empat minggu dan biaya distribusinya Rp30.000
2) Pakan 2,5 kg @Rp7.000/kg Rp 17.500 (selama 2 bulan)
3) Obat-Obatan seharga Rp1.500
4) Bantuan biaya perbaikan kandang Rp2.500
5) Operasional (pendampingan dan bimbingan teknis) Rp4.025
b. Untuk kelompok peternak yang akan dialokasikan di tujuh provinsi (Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Barat, Bali, Aceh, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat) dengan harga satuan per ekor Rp58.538 dan rincian penggunaannya sebagai berikut:
1) Ayam lokal umur empat minggu dan biaya distribusinya Rp 30.000
2) Pakan 2,5 kg @Rp7.000/kg = Rp17.500 (selama 2 bulan)
3) Obat-Obatan Rp1.500
4) Bantuan untuk pembuatan kandang Rp4.400
5) Operasional (CPCL, pendampingan dan bimbingan teknis) Rp5.138
II. Hibah Ayam DOC (Sembawa dan Kampung Unggul Balitbangtan/KUB) produksi UPT. BPTU-HPT Sembawa kepada kelompok ternak senilai Rp3,96 miliar dengan rata-rata harga satuan per ekor Rp 36.538 dan rincian penggunaannya sebagai berikut:
a. Pakan 4,27 kg @Rp7.000 = Rp29.900 (selama 3 bulan)
b. Obat-Obatan Rp1.500
c. Operasional (CPCL, pendampingan dan bimbingan teknis) Rp5.138
III. Penyelesaian kontrak sisa pekerjaan kegiatan Bekerja tahun anggaran 2019 sebesar Rp20,98 miliar di Provinsi Gorontalo dan Provinsi Sulawesi tenggara. Anggaran tersebut dilaksanakan oleh BBVet. Denpasar untuk disalurkan ke Provinsi Gorontalo dan BPTU-HPT Denpasar ke Provinsi Sulawesi Tenggara.
Lebih lanjut, Ditjen PKH juga akan memberikan bantuan paket ternak babi kepada kelompok ternak sebanyak 550 ekor dengan total anggaran Rp5,03 Miliar, yang akan didistribusikan di Provinsi Papua, Kalimantan Barat dan Sulawesi Utara.
Menurut Ketut, satuan biaya paket bantuan antara wilayah Papua dengan di luar wilayah Papua tentu akan berbeda karena faktor geografis dan tingkat kesulitan dalam pendistribusian, termasuk alat angkut yang digunakan.
Adapun rincian satuan biaya dimaksud sebagai berikut:
1. Pengadaan Ternak Babi di wilayah Papua, dengan harga satuan paket pekerjaan per ekor Rp13.115.000
a. Ternak babi dan distribusi Rp10.000.000
b. Pakan sebanyak 120 kg/ekor Rp2.160.000 (selama 2 bulan)
c. Biaya pembuatan kandang Rp100.000/ekor
d. Operasional (CPCL, pendampingan dan bimbingan teknis) Rp830.000
2. Pengadaan Ternak Babi di wilayah Non Papua, dengan harga satuan peket pekerjaan per ekor Rp4.385.000
a. Ternak babi dan distribusi Rp3.000.000
b. Pakan sebanyak 120 kg/ekor Rp970.000 (selama 2 bulan)
c. Biaya pembuatan kandang Rp100.000/ekor
d. Operasional (CPCL, pendampingan dan bimbingan teknis) Rp315.000
Dengan demikian jumlah alokasi pengadaan babi dan komponen pendukungnya untuk di wilayah Papua sebanyak 300 ekor dengan nilai Rp3,93 miliar dan di luar Papua sebanyak 250 ekor dengan nilai Rp1,10 miliar, sehingga harga rata-rata paket bantuan pengadaan babi dan komponen pendukungnya senilai Rp9.146.000/ekor.
“Demikian penjelasan ini disampaikan untuk diketahui, yang pada prinsipnya kegiatan ini semua kami usulkan untuk membantu petani peternak pada situasi pandemik Covid-19," pungkasnya.
(atk)