Indonesia Cs Menuju Keanggotaan Resmi BRICS, Apa yang Sebenarnya Dicari?

Jum'at, 20 Desember 2024 - 07:26 WIB
loading...
Indonesia Cs Menuju...
Rangkaian KTT BRICS Plus 2024 di Kazan, Rusia pada 22-24 Oktober 2024. Menlu RI Sugiono tengah belakang dalam sebuah sesi foto bersama. FOTO/dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pada Oktober 2024, empat negara utama di Asia Tenggara telah menjadi mitra BRICS . Lantas mengapa Thailand, Malaysia, Indonesia, dan Vietnam menempatkan diri mereka di jalur keanggotaan?

Apa itu BRICS?

BRICS didirikan pada tahun 2009 oleh Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan dan dipandang sebagai kelompok ekonomi berkembang yang bekerja sama untuk memperkuat hubungan ekonomi dan membatasi pengaruh AS dalam sistem keuangan dan perdagangan global.

Pada 2023, BRICS memutuskan untuk memperluas keanggotaan dengan mengundang Argentina, Mesir, Ethiopia, Iran, UEA, dan Arab Saudi untuk bergabung. Dengan sebagian besar dari mereka bergabung kecuali Argentina dan Arab Saudi, BRICS sekarang menjadi kelompok dengan sembilan anggota resmi.



Menyitir dari Australian Institute of International Affairs, secara total, ekonomi anggota ini menyumbang sekitar 28% dari ekonomi global, yang setara dengan lebih dari USD28,5 triliun. Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS yang diselenggarakan di Kazan, Rusia, 13 negara ditambahkan sebagai negara mitra termasuk Thailand, Malaysia, Indonesia, dan Vietnam. Sebagai mitra, negara-negara Asia Tenggara ini dapat meningkatkan kerja sama lebih lanjut dengan anggota BRICS menuju anggota resmi BRICS.

Efek Trump

Terjepit dalam persaingan kekuatan besar, sebagian besar negara Asia Tenggara sering memilih untuk mengambil sikap netral "hedging" antara Amerika Serikat dan China. Namun, ketidakpastian era Trump mungkin mengubah perhitungan negara-negara Asean. Jamil Ghani dari S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS) berpendapat bahwa kepemimpinan Trump 2.0 ini dapat mendorong negara-negara Asia Tenggara untuk menjajaki hubungan yang lebih dekat dengan BRICS, didorong oleh kekhawatiran atas kebijakan ekonomi AS.

Kekhawatiran ini termasuk ketidakhadiran Washington dari perjanjian perdagangan multilateral seperti Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership dan Regional Comprehensive Economic Partnership, serta kebijakan proteksionis Trump, yang ditetapkan selama masa jabatan pertamanya terhadap negara-negara lain yang memiliki defisit perdagangan dengan AS, bahkan jika mereka adalah sekutu Amerika.

Perhitungan Strategis
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1309 seconds (0.1#10.140)