BRICS Menambah Indonesia, Waspadai Ancaman Amerika Serikat

Sabtu, 11 Januari 2025 - 20:11 WIB
loading...
BRICS Menambah Indonesia,...
Indonesia perlu mewaspadai ancaman AS usai bergabung dengan BRICS. FOTO/iStock
A A A
JAKARTA - Indonesia baru saja mencatatkan tonggak penting di dunia internasional dianggap sebagai keberhasilan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang semakin "berwawasan ke luar", menurut beberapa analis. Pada Senin (6/1), Brasil, yang saat ini memimpin organisasi antar-pemerintah BRICS, mengumumkan bahwa Indonesia telah disetujui sebagai anggota baru dengan suara bulat. Keputusan ini merupakan kelanjutan dari keputusan yang diambil pada KTT BRICS di Johannesburg, Afrika Selatan, pada 2023 untuk memperluas keanggotaan kelompok tersebut.

"Indonesia, bersama dengan anggota lainnya, mendukung reformasi lembaga-lembaga tata kelola global dan berkontribusi secara positif terhadap pendalaman kerja sama di kawasan Selatan Global," demikian disampaikan oleh Pemerintah Brasil, seperti yang dilansir dari CNA pada Sabtu (11/1/2025).

Dengan masuknya Indonesia, posisi BRICS diperkirakan akan semakin kuat. Teuku Rezasyah, dosen hubungan internasional di Universitas Padjadjaran dan President University, mengatakan kepada CNA bahwa "Indonesia sangat menarik, baik bagi kelompok BRICS maupun untuk negara-negara non-BRICS." Ia menambahkan, "Ekonomi Indonesia stabil, dan pemerintahan di bawah Prabowo Subianto juga semakin berorientasi ke luar."



Meski demikian, beberapa analis memperingatkan Indonesia agar tetap waspada terhadap ancaman yang pernah disuarakan oleh Donald Trump, Presiden terpilih Amerika Serikat, terhadap BRICS. Sejumlah pihak juga menekankan pentingnya bagi Indonesia untuk menjaga sikap non-blok dan kebijakan ekonomi terbukanya.

Pada acara Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri Indonesia di Jakarta pada Jumat, Menteri Luar Negeri Indonesia, Sugiono, mengakui bahwa ada pandangan yang menganggap keputusan Indonesia untuk bergabung dengan BRICS sebagai pergeseran dari sikap non-blok yang selama ini dipegang. Namun, Sugiono menegaskan bahwa langkah ini merupakan perwujudan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif. "Indonesia tetap pada posisinya sebagai negara non-blok, dan akan terus menjembatani kepentingan negara-negara berkembang serta kawasan Indo-Pasifik, serta aktif dalam mencegah persaingan geoekonomi dan geopolitik yang semakin tajam," ujarnya.

Indonesia sebelumnya telah mengungkapkan minat untuk bergabung dengan BRICS, dan tawaran tersebut disetujui pada 2023. Secara resmi, Indonesia mengajukan permohonan keanggotaan pada 2024 setelah pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto terbentuk.

"Kementerian Luar Negeri Indonesia mengucapkan terima kasih kepada Rusia, sebagai Ketua BRICS 2024, atas dukungannya dalam memfasilitasi masuknya Indonesia ke dalam BRICS, serta kepada Brasil, Ketua BRICS 2025, yang telah mengumumkan keikutsertaan Indonesia," kata Kementerian Luar Negeri Indonesia dalam sebuah pernyataan pada Selasa.



Pernyataan tersebut juga menambahkan bahwa keanggotaan Indonesia ini merupakan hasil dari keterlibatan aktif Indonesia dengan BRICS dalam beberapa tahun terakhir, termasuk kehadiran Indonesia pada KTT BRICS di Johannesburg pada 2023 di bawah kepemimpinan Afrika Selatan, serta KTT 2024 di Kazan di bawah kepemimpinan Rusia.

Kementerian Luar Negeri Indonesia menyatakan bahwa Indonesia berkomitmen untuk aktif berkontribusi pada agenda BRICS, termasuk mempromosikan ketahanan ekonomi, kerja sama teknologi, pembangunan berkelanjutan, serta mengatasi tantangan global seperti perubahan iklim, ketahanan pangan, dan kesehatan masyarakat.

BRICS dan Tantangan Global


BRICS, yang terdiri dari negara-negara non-Barat, sering dianggap sebagai penantang dominasi politik dan ekonomi negara-negara kaya di Amerika Utara dan Eropa Barat. Tanpa memasukkan Indonesia, negara-negara anggota BRICS memiliki populasi sekitar 3,5 miliar orang, atau sekitar 45 persen dari populasi global. Jika digabungkan, ekonomi negara-negara BRICS menyumbang sekitar 28 persen dari ekonomi global.

Namun, sejumlah pengamat memperingatkan bahwa Indonesia harus mewaspadai ancaman dari Presiden AS terpilih, Donald Trump, terhadap negara-negara BRICS. Pada awal Desember tahun lalu, Trump mengancam akan mengenakan tarif hingga 100 persen terhadap negara-negara anggota BRICS jika mereka melanjutkan rencana untuk menciptakan mata uang baru yang dapat menyaingi dolar AS.

Trump menulis di platform media sosialnya, Truth Social, "Kami membutuhkan komitmen dari negara-negara ini bahwa mereka tidak akan menciptakan mata uang BRICS baru atau mendukung mata uang lain untuk menggantikan dolar AS yang perkasa, atau mereka akan menghadapi tarif 100 persen dan harus bersiap-siap untuk mengucapkan selamat tinggal pada ekonomi AS yang luar biasa."

Proposal untuk menciptakan mata uang BRICS diajukan oleh Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva selama pertemuan di Johannesburg pada 2023. Namun, proposal ini belum mendapatkan dukungan penuh dari semua anggota BRICS.

Kewaspadaan terhadap Reaksi AS


Guru Besar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengingatkan bahwa ancaman Trump tersebut harus diperhatikan serius oleh Presiden Prabowo. "Ini yang harus diwaspadai, karena setelah pelantikannya pada 20 Januari, Trump mungkin akan menganggap Indonesia memusuhi AS," kata Hikmahanto kepada CNA. Ia khawatir, jika hal itu terjadi, keistimewaan dan fasilitas yang selama ini diberikan AS kepada Indonesia dapat ditarik kembali.

Keputusan Indonesia untuk bergabung dengan BRICS akan menghadirkan tantangan baru dalam hubungan Indonesia dengan Amerika Serikat, sehingga kewaspadaan terhadap dinamika geopolitik yang berkembang tetap menjadi kunci.

(nng)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2025 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1433 seconds (0.1#10.173)