Gara-gara Badai Laura, Harga ICP Bulan Agustus Naik

Sabtu, 05 September 2020 - 11:32 WIB
loading...
Gara-gara Badai Laura,...
Harga minyak mentah Indonesia (ICP) naik tipis akibat kekhawatiran badai tropis Marco dan Laura yang melewati jantung industri minyak AS. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi menetapkan ICP bulan Agustus sebesar USD41,63 per barel atau naik USD0,99 per barel dibanding bulan sebelumnya.

Adanya kekhawatiran badai tropis Marco dan Laura melewati jantung industri minyak di Amerika Serikat turut mempengaruhi Harga Minyak Mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) di bulan Agustus 2020.

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM mengatakan, ICP Agustus sangat dipengaruhi oleh kebijakan Amerika Serikat (AS) menyikapi kejadian Badai Laura di sekitar Teluk Meksiko.

(Baca Juga: Mumpung Harga Minyak Rendah, Premium Disarankan Dihapus)

"Selain dipangkas, mereka bahkan menghentikan pengoperasian minyak di lepas pantai kendati tidak menyebabkan kerusakan yang meluas," ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (5/9/2020).

Besaran ICP ini ditetapkan melalui Keputusan Menteri Nomor 158 K/12/MEM/2020 tentang Penetapan Harga Minyak Mentah Indonesia Bulan Agustus 2020 tertanggal 3 September 2020.

Menurut Agung, selain kejadian alam yang menerpa wilayah Teluk Meksiko, terpantau prospek pasar atas permintaan minyak mentah masih sangat terpengaruh oleh pandemi virus corona. "Covid-19 masih menjadi variable penting dalam memperbaiki ICP," jelasnya.

Sesuai catatan Kementerian ESDM, rata-rata ICP sepanjang tahun 2020 hingga bulan berjalan mencapai USD40,08 per barel. Rinciannya, ICP Januari sempat mencapai angka USD65,38 per barel. Kemudian bergerak turun akibat pandemi, yakni USD56,51 per barel (Februari), USD34,23 per barel (Maret), dan USD20,66 per barel (April).

Namun berangsurnya kelonggaran aktivitas ekonomi serta harapan akan penemuan vaksin Covid-19, ICP perlahan merangkak naik di angka USD25,67 per barel di bulan Mei, USD36,68 per barel (Juni), USD40,64 per barel (Juli), dan USD41,63 per barel (Agustus).

Menurut Agung, faktor lain yang mempengaruhi pergerakan ICP adalah tingkat kepatuhan OPEC+ terhadap kesepakatan pemotongan produksi yang mencapai 95% dan rencana pemotongan produksi beberapa negara OPEC+ di bulan Agustus dan September 2020 sebagai kompensasi atas kelebihan produksi di bulan Mei - Juli 2020.

Laporan OPEC bulan Agustus 2020 menunjukkan tren ekonomi yang positif dengan pulihnya sektor jasa, ditandai dengan pertumbuhan pendapatan yang melebihi perkiraan, yang secara umum mendukung pasar ekuitas. Selain itu, jumlah rig yang beroperasi di Amerika Serikat mulai berkurang menjadi 176 unit di awal bulan Agustus 2020 (683 rig di bulan Maret 2020 dan 185 rig di bulan Juli 2020). Ada pula margin kilang secara global yang mulai pulih di bulan Juli 2020 karena meningkatnya aktivitas tansportasi sebagai efek dari pelonggaran lockdown di beberapa Negara.

(Baca Juga: Jaga Investasi Hulu Migas, Kementerian ESDM Segera Lelang 10 WK Migas di Kuartal III)

Sementara itu, Energy Information Administration (EIA) merinci laporan akan penurunan stok minyak mentah AS turun sebesar 10,8 juta barel menjadi sebesar 507,8 juta barel dan stok produk gasoline AS turun sebesar 8,6 juta barel menjadi sebesar 239,2 juta barel.

Tak hanya itu, membaiknya aktivitas manufaktur AS dan permintaan besin yang mengalami penurunan dalam sepekan dari 9,16 juta barel per hari menjadi 8,78 juta bph ikut memiliki dampak terhadap keputusan penetapan ICP.
(fai)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1507 seconds (0.1#10.140)