Stabilkan Harga, Kementan Tetap Berlakukan Rekomendasi Impor Bawang
A
A
A
JAKARTA - Pandemi virus corona (Covid-19) membuat beberapa bahan pokok pangan terganggu distribusinya sehingga membuat harga melonjak, terutama bawang putih dan bawang bombai. Untuk menstabilkan harga, pemerintah melalui Kementerian Pertanian mengambil langkah cepat dengan melakukan relaksasi importasi.
Relaksasi importasi ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44 Tahun 2019, tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura.
Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, Prihasto Setyanto, mengatakan inti dalam Permendag tersebut adanya penambahan satu pasal yaitu Pasal 35A. Ia menjelaskan ketentuan mengenai impor bawang bombai dengan Pos Tarif/HS 0703.10.19 dan bawang putih dengan Pos Tarif/HS 0703.20.90 dikecualikan dari Persetujuan Impor dan Laporan Surveyor (LS).
"Pembebasan ini berlaku mulai Kamis 19 Maret hingga Minggu tanggal 31 Mei mendatang," ujar Setyanto yang akrab dipanggil Anton dalam keterangan di Jakarta, Sabtu (21/3/2020).
Anton memaparkan, tindakan pembebasan ini merupakan langkah pemerintah yang diharapkan mempermudah mendatangkan pasokan bawang putih dan bawang bombai, sehingga harga kembali stabil.
Namun demikian, adapun ketentuan mengenai Importasi Produk Hortikultura sudah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010, pasal 88 yang menyatakan bahwa impor produk hortikultura wajib memenuhi beberapa syarat. Selanjutnya diikuti oleh ketentuan maupun peraturan di bawahnya yaitu Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) dan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan).
"Sehingga kedua kebijakan ini harus sesuai undang-undang tersebut," lanjutnya.
Dalam pengambilan kebijakan pemerintah seharusnya dapat memberikan solusi yang tidak bertentangan dengan peraturan yang ada.
"Sesuai arahan Menteri Pertanian, kita diimbau dalam membuat kebijakan harus taat kepada aturan yang berlaku, sehingga perlu dilihat apakah tetap sejalan dengan peraturan yang sudah ada atau tidak," jelas Anton.
Anton mengungkapkan bahwa pihaknya tetap memberlakukan RIPH bagi importir, khususnya komoditas hortikultura. Karena ini merupakan perintah Undang-Undang Hortikultura yaitu pada Pasal 88 ayat (2).
Mengenai kelangkaan dan tingginya harga, lanjut Anton, hal ini sebenarnya sudah ada mekanisme yang tertuang dalam regulasi baik itu di Undang-Undang maupun aturan di bawahnya, misalnya dalam Pasal 27 UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
Dalam rangka stabilisasi pasokan dan harga, pemerintah dapat menugaskan BUMN, dan BUMN mendapatkan fasilitas kemudahan jika melakukan impor dalam rangka stabilisasi pasokan dan harga.
"Misalnya tidak perlu melakukan wajib tanam 5% untuk bawang putih," pungkasnya.
Berdasarkan data dari Ditjen Hortikultura RIPH tahun 2020 untuk bawang putih sampai dengan tanggal 18 Maret, sejumlah 344.094 ton sedangkan bawang bombai sejumlah 195.832 ton.
"Dengan kebutuhan konsumsi bawang putih nasional sebanyak 47-48 ribu ton per bulan dan bawang bombai 10-11 ribu ton per bulan, maka apabila direalisasikan cukup untuk 7 bulan ke depan untuk bawang putih dan 1 tahun untuk bawang bombai," tutup Anton.
Relaksasi importasi ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44 Tahun 2019, tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura.
Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, Prihasto Setyanto, mengatakan inti dalam Permendag tersebut adanya penambahan satu pasal yaitu Pasal 35A. Ia menjelaskan ketentuan mengenai impor bawang bombai dengan Pos Tarif/HS 0703.10.19 dan bawang putih dengan Pos Tarif/HS 0703.20.90 dikecualikan dari Persetujuan Impor dan Laporan Surveyor (LS).
"Pembebasan ini berlaku mulai Kamis 19 Maret hingga Minggu tanggal 31 Mei mendatang," ujar Setyanto yang akrab dipanggil Anton dalam keterangan di Jakarta, Sabtu (21/3/2020).
Anton memaparkan, tindakan pembebasan ini merupakan langkah pemerintah yang diharapkan mempermudah mendatangkan pasokan bawang putih dan bawang bombai, sehingga harga kembali stabil.
Namun demikian, adapun ketentuan mengenai Importasi Produk Hortikultura sudah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010, pasal 88 yang menyatakan bahwa impor produk hortikultura wajib memenuhi beberapa syarat. Selanjutnya diikuti oleh ketentuan maupun peraturan di bawahnya yaitu Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) dan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan).
"Sehingga kedua kebijakan ini harus sesuai undang-undang tersebut," lanjutnya.
Dalam pengambilan kebijakan pemerintah seharusnya dapat memberikan solusi yang tidak bertentangan dengan peraturan yang ada.
"Sesuai arahan Menteri Pertanian, kita diimbau dalam membuat kebijakan harus taat kepada aturan yang berlaku, sehingga perlu dilihat apakah tetap sejalan dengan peraturan yang sudah ada atau tidak," jelas Anton.
Anton mengungkapkan bahwa pihaknya tetap memberlakukan RIPH bagi importir, khususnya komoditas hortikultura. Karena ini merupakan perintah Undang-Undang Hortikultura yaitu pada Pasal 88 ayat (2).
Mengenai kelangkaan dan tingginya harga, lanjut Anton, hal ini sebenarnya sudah ada mekanisme yang tertuang dalam regulasi baik itu di Undang-Undang maupun aturan di bawahnya, misalnya dalam Pasal 27 UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
Dalam rangka stabilisasi pasokan dan harga, pemerintah dapat menugaskan BUMN, dan BUMN mendapatkan fasilitas kemudahan jika melakukan impor dalam rangka stabilisasi pasokan dan harga.
"Misalnya tidak perlu melakukan wajib tanam 5% untuk bawang putih," pungkasnya.
Berdasarkan data dari Ditjen Hortikultura RIPH tahun 2020 untuk bawang putih sampai dengan tanggal 18 Maret, sejumlah 344.094 ton sedangkan bawang bombai sejumlah 195.832 ton.
"Dengan kebutuhan konsumsi bawang putih nasional sebanyak 47-48 ribu ton per bulan dan bawang bombai 10-11 ribu ton per bulan, maka apabila direalisasikan cukup untuk 7 bulan ke depan untuk bawang putih dan 1 tahun untuk bawang bombai," tutup Anton.
(ven)