Pengamat: Pemerintah Perlu Sinkronkan Aturan Impor Bawang Putih
loading...
A
A
A
JAKARTA - Polemik aturan impor bawang putih dikeluhkan oleh pengusaha. Pasalnya, para pelaku usaha impor bawang putih sudah memenuhi aturan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 27 Tahun 2020, namun masih dipermasalahkan oleh Kementerian Pertanian karena tidak mengantungi Rekomendasi Impor Produk Horlikuktura (RIPH).
Peneliti The Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah mengatakan hal ini bukan saja menunjukkan tidak adanya koordinasi lintas kementerian untuk satu kebijakan pemerintah. Padahal Badan Karantina Pertanian (Barantan) mengizinkan impor tersebut. (Baca: Kecil Kemungkinan China Gabung Perjanjian Kontrol Senjata Rusia-AS)
Apalagi, Permendag tersebut ditujukan sebagai relaksasi untuk mempercepat impor saat dibutuhkan, di kala proses RIPH yang berjalan tidak cepat. ”Kan memang ada relaksasi dari Kemendag,” kata Rusli, di Jakarta, baru-baru ini.
Aturan relaksasi impor tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44 Tahun 2019. Aturan ini menyebutkan ketentuan impor bawang bombai dan bawang putih dikecualikan dari Persetujuan Impor dan Laporan Surveyor. Namun, kebijakan ini diberlakukan sementara, yaitu hingga 31 Mei 2020. (Baca juga: Bocah Tiga Tahun Disunat Jin di Tangsel, Ceritanya Bikin Merinding)
Menurut Rusli, bawang putih yang sudah masuk di dalam negeri perlu diperiksa Kementerian Pertanian. “Menurut saya, Kementan dan pihak terkait (Badan Karantina) mengambil sampel bawang putih dari ke 34 importir tersebut, cek kualitasnya apakah memenuhi syarat kesehatan RIPH? Jika ada yang melanggar standar standar kualitas dan keamanan, beri sanksi. Bukan berarti tanpa RIPH, bisa mengimpor bawang dengan kualitas seadanya, atau kualitas buruk,” tuturnya.
Anggota Komisi IV DPR Firman Subagyo menilai impor untuk memenuhi kebutuhan nasional adalah hal wajar. Untuk itulah, kata dia, setiap impor harus mendapatkan izin rekomendasi dari Kementan. Ketika ada izin yang di keluarkan kemudian tidak mengindahkan atau tidak memenuhi aturan perundang-undangan maka berarti ada penyimpangan. Di saat sama, dia menilai ada ketidakkompakan yang jelas terlihat dari kebijakan itu. (Lihat videonya: Kepergok Curi Motor, Dua Pelaku Diamuk Massa di Lampung)
“Kalau saya lihat masalah ini harus dibangun komunikasi yang kuat antara Kemendag dan Kementan bahwa UU itu dibuat untuk dijalankan, bukan untuk dilanggar.. Kalau pemerintah tidak kompak berbahaya,” tuturnya.
Firman mengatakan, jika pelaku usaha melanggar, maka pelanggarannya pun harus dipastikan oleh penegak hukum. “Mereka kan melakukan sesuai persyaratan dan prosedur. Ini harus clear. Kecuali 34 pelaku usaha ini melanggar dan melakukan kongkalingkong, melakukan penyuapan, penyogokan. Lalu ada buktinya, berarti kasus pidananya,” tegasnya. (Rakhmat Baihaqi)
Peneliti The Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah mengatakan hal ini bukan saja menunjukkan tidak adanya koordinasi lintas kementerian untuk satu kebijakan pemerintah. Padahal Badan Karantina Pertanian (Barantan) mengizinkan impor tersebut. (Baca: Kecil Kemungkinan China Gabung Perjanjian Kontrol Senjata Rusia-AS)
Apalagi, Permendag tersebut ditujukan sebagai relaksasi untuk mempercepat impor saat dibutuhkan, di kala proses RIPH yang berjalan tidak cepat. ”Kan memang ada relaksasi dari Kemendag,” kata Rusli, di Jakarta, baru-baru ini.
Aturan relaksasi impor tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44 Tahun 2019. Aturan ini menyebutkan ketentuan impor bawang bombai dan bawang putih dikecualikan dari Persetujuan Impor dan Laporan Surveyor. Namun, kebijakan ini diberlakukan sementara, yaitu hingga 31 Mei 2020. (Baca juga: Bocah Tiga Tahun Disunat Jin di Tangsel, Ceritanya Bikin Merinding)
Menurut Rusli, bawang putih yang sudah masuk di dalam negeri perlu diperiksa Kementerian Pertanian. “Menurut saya, Kementan dan pihak terkait (Badan Karantina) mengambil sampel bawang putih dari ke 34 importir tersebut, cek kualitasnya apakah memenuhi syarat kesehatan RIPH? Jika ada yang melanggar standar standar kualitas dan keamanan, beri sanksi. Bukan berarti tanpa RIPH, bisa mengimpor bawang dengan kualitas seadanya, atau kualitas buruk,” tuturnya.
Anggota Komisi IV DPR Firman Subagyo menilai impor untuk memenuhi kebutuhan nasional adalah hal wajar. Untuk itulah, kata dia, setiap impor harus mendapatkan izin rekomendasi dari Kementan. Ketika ada izin yang di keluarkan kemudian tidak mengindahkan atau tidak memenuhi aturan perundang-undangan maka berarti ada penyimpangan. Di saat sama, dia menilai ada ketidakkompakan yang jelas terlihat dari kebijakan itu. (Lihat videonya: Kepergok Curi Motor, Dua Pelaku Diamuk Massa di Lampung)
“Kalau saya lihat masalah ini harus dibangun komunikasi yang kuat antara Kemendag dan Kementan bahwa UU itu dibuat untuk dijalankan, bukan untuk dilanggar.. Kalau pemerintah tidak kompak berbahaya,” tuturnya.
Firman mengatakan, jika pelaku usaha melanggar, maka pelanggarannya pun harus dipastikan oleh penegak hukum. “Mereka kan melakukan sesuai persyaratan dan prosedur. Ini harus clear. Kecuali 34 pelaku usaha ini melanggar dan melakukan kongkalingkong, melakukan penyuapan, penyogokan. Lalu ada buktinya, berarti kasus pidananya,” tegasnya. (Rakhmat Baihaqi)
(ysw)