Sentimen Negatif Pasar Global, Rupiah Diprediksi Masih Akan Melemah

Selasa, 24 Maret 2020 - 06:30 WIB
Sentimen Negatif Pasar Global, Rupiah Diprediksi Masih Akan Melemah
Sentimen Negatif Pasar Global, Rupiah Diprediksi Masih Akan Melemah
A A A
JAKARTA - Nilai tukar rupiah diprediksi masih akan melemah dalam beberapa hari ke depan akibat sentimen negatif di pasar global. Selain karena merebaknya virus corona Covid-19 di Tanah Air, kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed yang kembali menerapkan program pelonggaran moneter (quantitative easing) senilai USD700 miliar (sekitar Rp10.661 triliun).

Kemarin nilai tukar rupiah berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) berada di level Rp16.608 per dolar AS. Dibandingkan dengan penutupan pekan lalu, rupiah telah kehilangan 4%. Adapun jika dibandingkan secara year to date (YTD) sejak awal tahun ini mata uang Garuda melemah sebesar 19%.

Bank Indonesia (BI) menyatakan akan terus melakukan upaya untuk memperkuat bauran kebijakan yang diarahkan untuk memitigasi risiko penyebaran Covid-19. Yang teranyar adalah dengan mempercepat berlakunya ketentuan penggunaan rekening rupiah dalam negeri (Vostro) bagi investor asing sebagai underlying transaksi dalam transaksi domestic non-deliverable forward (DNDF).

Sebelumnya, BI juga telah mengintervensi rupiah yang dilakukan di pasar spot maupun pasar sekunder hingga intervensi di pasar domestik melalui skema non-delivery forward (NDF). Tidak tanggung-tanggung nilainya mencapai Rp300 triliun.

Langkah terbaru BI tersebut untuk menyempurnakan ketentuan yang mengatur tentang DNDF melalui Peraturan Bank Indonesia No 22/2/PBI/2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia No. 20/10/PBI/2018 tentang Transaksi DNDF (PBI DNDF). Aturan ini berlaku efektif sejak 19 Maret 2020.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko mengatakan, penyempurnaan meliputi penambahan underlying transaksi DNDF berupa rekening rupiah yang dimiliki pihak asing, antara lain tabungan, giro, deposito, untuk tujuan investasi, untuk menampung hasil investasi, dan/atau untuk tujuan lainnya.

"Penyempurnaan ketentuan PBI dimaksud merupakan bagian dari upaya BI untuk memperkuat bauran kebijakan yang diarahkan untuk mendukung upaya mitigasi risiko penyebaran Covid-19, menjaga stabilitas pasar uang dan sistem keuangan, serta mendorong momentum pertumbuhan ekonomi," ujar Onny di Jakarta kemarin.

Dia menambahkan, perluasan jenis underlying transaksi bagi investor asing itu diharapkan dapat memberikan alternatif dalam rangka lindung nilai atas kepemilikan rupiah. Hal ini untuk memberikan fleksibilitas bagi investor asing dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. (Baca: Pasar Uang Bergejolak, Rupiah Kian Lemah)

"BI akan terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme pasar," katanya.

Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan BI akan terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme pasar.

Dia juga mengakui berkurangnya aliran masuk modal asing akibat meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global telah memberikan tekanan terhadap nilai tukar rupiah, yang melemah sejak pertengahan Februari 2020.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira berpendapat, situasi pelemahan rupiah diprediksi berlangsung hingga beberapa waktu ke depan lantaran kondisi yang terus memicu sentimen negatif.

"Bukan cuma terkait Covid-19, keputusan Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) yang kembali menerapkan pogram quantitative easing (QE) senilai USD700 miliar (Rp10.661 triliun) menjadi salah satu faktor pemicu pelemahan nilai tukar," tukasnya. (Baca juga:

Dia menambahkan, jika keadaan ini terus memburuk tidak menutup kemungkinan akan terjadi pemutusan hubungan kerja oleh pelaku industri. Untuk itu, industri harus bisa menyesuaikan harga jual, khususnya industri yang bergantung pada bahan baku impor.

Pinjaman Bank Dunia

Di bagian lain, Bank Dunia menyetujui pinjaman sebesar USD300 juta (sekitar Rp6,7 triliun, kurs Rp15.000 per dolar AS) untuk mendukung upaya pemerintah Indonesia melaksanakan reformasi sektor keuangan.

Reformasi yang dimaksud salah satunya terkait inkulsi keuangan di mana setengah penduduk dewasa Indonesia yang tidak memiliki rekening bank. Akibatnya, mereka memiliki kesempatan terbatas untuk berinvestasi bagi masa depan dan mendapatkan perlindungan dari guncangan finansial dan nonfinansial.

"Selain itu, terbatasnya layanan keuangan dan kurangnya insentif untuk tabungan jangka panjang menciptakan risiko lebih lanjut bagi individu serta membatasi peluang investasi di sektor-sektor penting, seperti infrastruktur," kata Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Kementerian Keuangan Republik Indonesia Luky Alfirman di Jakarta kemarin.

Country Director Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste Satu Kahkonen mengungkapkan, fundamental makroekonomi Indonesia saat ini masih kuat. Salah satunya dilihat dari tingkat kemiskinan yang mencapai satu digit, terendah yang pernah ada.

Namun, ujar dia, dengan melambatnya laju pengentasan kemiskinan, penting untuk melindungi golongan miskin yang masih berjuang mencapai keamanan finansial kelas menengah.

"Sektor keuangan yang sehat dan berfungsi dengan baik sangat penting untuk mempertahankan pertumbuhan Indonesia serta mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi pemerintah dan pengentasan kemiskinan, terutama di tengah kondisi global yang terus menantang,” kata dia. (Unthi Fahmar Sandy/Rina Anggraeni)
(ysw)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5618 seconds (0.1#10.140)