Awas Imbas Corona, Penduduk Miskin di Asia Timur dan Pasifik Naik 11 Juta Orang
A
A
A
WASHINGTON - Bank Dunia memperingatkan goncangan ekonomi di Asia Timur dan Pasifik tidak terhindarnya akibat wabah virus corona atau Covid-19. Akibatnya bakal berdampak serius pada pengentasan kemiskinan di seluruh kawasan Asia Timur dan Pasifik.
Bahkan Bank Dunia memprediksi jumlah penduduk miskin di kawasan ini akan bertambah 11 juta orang dalam skenario terburuk. Dalam laporan ekonomi regional di kawasan Asia Timur dan Pasifik edisi April 2020, Bank Dunia menerankan angka yang akan keluar dari zona kemiskinan akan berkurang.
Laporan tersebut memperkirakan bahwa pada skenario baseline (dasar), pada tahun 2020 orang yang akan keluar dari kemiskinan di kawasan akan berkurang sebanyak hampir 24 juta dibanding bila tidak ada pandemi (menggunakan garis kemiskinan USD5,50/hari).
"Jika situasi ekonomi memburuk, dan skenario lebih rendah yang terjadi, maka jumlah penduduk miskin bertambah sekitar 11 juta orang. Proyeksi sebelumnya memperkirakan bahwa hampir 35 juta orang akan keluar dari kemiskinan di Asia Timur dan Pasifik pada tahun 2020, termasuk lebih dari 25 juta di China saja," tulis laporan Bank Dunia, Selasa (31/3/2020).
Bank Dunia menyebutkan, sektor ekonomi seperti pariwisata, manufaktur, dan ritel akan menghadapi risiko penurunan. Begitu juga dengan pekerja informal. Laporan ini juga menyoroti risiko jatuh miskin (falling into poverty) yang jauh lebih tinggi di antara rumah tangga yang tergantung pada sektor-sektor yang secara khusus rentan terhadap dampak COVID-19.
Dalam laporan tersebut dicontohkan seperti pariwisata di Thailand dan Kepulauan Pasifik, manufaktur di Kamboja dan Vietnam, dan di antara rumah tangga yang bergantung pada sektor informal di semua negara. Di beberapa negara, dampak COVID-19 juga menambah kondisi spesifik yang sedang dihadapi negara tersebut, seperti kekeringan (Thailand) atau guncangan komoditas (Mongolia).
Di negara-negara Kepulauan Pasifik, proyeksi 2020 memiliki risiko besar karena ketergantungan ekonomi mereka pada hibah, pariwisata, dan impor. Akibat pandemi COVID-19, keadaan ekonomi di dalam sebuah negara dan kawasan berubah cepat setiap harinya. Analisis dalam laporan ini didasarkan pada data terbaru pada tingkat negara yang tersedia hingga 27 Maret.
Bahkan Bank Dunia memprediksi jumlah penduduk miskin di kawasan ini akan bertambah 11 juta orang dalam skenario terburuk. Dalam laporan ekonomi regional di kawasan Asia Timur dan Pasifik edisi April 2020, Bank Dunia menerankan angka yang akan keluar dari zona kemiskinan akan berkurang.
Laporan tersebut memperkirakan bahwa pada skenario baseline (dasar), pada tahun 2020 orang yang akan keluar dari kemiskinan di kawasan akan berkurang sebanyak hampir 24 juta dibanding bila tidak ada pandemi (menggunakan garis kemiskinan USD5,50/hari).
"Jika situasi ekonomi memburuk, dan skenario lebih rendah yang terjadi, maka jumlah penduduk miskin bertambah sekitar 11 juta orang. Proyeksi sebelumnya memperkirakan bahwa hampir 35 juta orang akan keluar dari kemiskinan di Asia Timur dan Pasifik pada tahun 2020, termasuk lebih dari 25 juta di China saja," tulis laporan Bank Dunia, Selasa (31/3/2020).
Bank Dunia menyebutkan, sektor ekonomi seperti pariwisata, manufaktur, dan ritel akan menghadapi risiko penurunan. Begitu juga dengan pekerja informal. Laporan ini juga menyoroti risiko jatuh miskin (falling into poverty) yang jauh lebih tinggi di antara rumah tangga yang tergantung pada sektor-sektor yang secara khusus rentan terhadap dampak COVID-19.
Dalam laporan tersebut dicontohkan seperti pariwisata di Thailand dan Kepulauan Pasifik, manufaktur di Kamboja dan Vietnam, dan di antara rumah tangga yang bergantung pada sektor informal di semua negara. Di beberapa negara, dampak COVID-19 juga menambah kondisi spesifik yang sedang dihadapi negara tersebut, seperti kekeringan (Thailand) atau guncangan komoditas (Mongolia).
Di negara-negara Kepulauan Pasifik, proyeksi 2020 memiliki risiko besar karena ketergantungan ekonomi mereka pada hibah, pariwisata, dan impor. Akibat pandemi COVID-19, keadaan ekonomi di dalam sebuah negara dan kawasan berubah cepat setiap harinya. Analisis dalam laporan ini didasarkan pada data terbaru pada tingkat negara yang tersedia hingga 27 Maret.
(akr)