Garuda Indonesia Tak Usah Ada Staf Ahli, Buang-Buang Duit Saja
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Irfan Setiaputra mengungkapkan, belum dapat memastikan pihaknya akan menggunakan staf ahli bagi direksi Garuda Indonesia. Pernyataan itu menyusul pasca-Menteri BUMN Erick Thohir menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor SE-9/MBU/08/2020 tentang Staf Ahli bagi Direksi BUMN .
Irfan menyebut, pengangkatan staf ahli bagi direksi maskapai penerbangan pelat merah yang dia pimpin tergantung situasi yang dihadapi saat ini dan kedepannya. "Kita lihat situasi ya," ujar Irfan saat dihubungi, Jakarta, Selasa (8/9/2020). ( Baca juga:Kemenperin Beri Diskon Gede buat Industri yang Beli Mesin, tapi? )
Irfan menilai, SE tersebut bersifat longgar dan tidak memaksa. Artinya, implementasi aturan itu hanya diperbolehkan bagi setiap perseroan negara yang dianggap siap, baik secara manajemen dan profit. Oleh karenanya, Kementerian BUMN tidak mewajibkan setiap perusahaan dan anak perusahaan BUMN menggunakan staf ahli.
"Kan itu diperbolehkan, bukan diwajibkan. Dan sesuai dengan kebutuhan (perusahaan). Karena itu, kita (Garuda) harus lihat situasi dulu," kata dia.
Keuangan Garuda Indonesia memang tertekan karena pandemi Covid-19. Saat rapat dengan Komisi VI DPR, Garuda Indonesia menyatakan kebutuhan pembiayaan Rp9,5 triliun untuk membiayai operasional. Maskapai pelat merah itu mengharapkan dana talangan dari pemerintah dalam bentuk mandatory convertible bond (MCB) senilai Rp8,5 triliun untuk dapat menjaga likuiditas dan solvabilitas perseroan pada 2020-2023.
Jika, Garuda Indonesia menggunakan staf ahli maksimal lima orang dengan gaji sebesar Rp50 juta, maka akan ada pengeluaran perseroan sebesar Rp250 juta per bulannya. ( Baca juga:Konflik Laut China Selatan, China Utus Menhan Wei Temui Prabowo )
Menurut pakar penerbangan AIAC, Arista Atmadjati, pemberlakuan staf ahli bagi Garuda Indonesia kurang tepat. Itu karena, di dalam internal maskapai telah ada dua unit yang bertugas memberikan masukan kepada direksi. Dua unit itu adalah strategic planning dan risiko manajemen.
Karena itu, Arista menyarankan, sebaiknya manajemen Garuda Indonesia cukup memberdayakan sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki perseroan saat ini. Dia bilang, pengangkatan staf ahli hanya akan menambah beban bagi Garuda itu sendiri.
"Garuda enam tahun tak pakai staf ahli, Garuda itu ada unit yang pintar, unit risiko manajemen yang bisa kasih saran. Kedua, unit strategic planning, tugasnya menganalisa market, pergerakan harga, dan risiko mitigasi. Kalau pengangkatan staf ahli, buang-buang ongkos saja," katanya.
Irfan menyebut, pengangkatan staf ahli bagi direksi maskapai penerbangan pelat merah yang dia pimpin tergantung situasi yang dihadapi saat ini dan kedepannya. "Kita lihat situasi ya," ujar Irfan saat dihubungi, Jakarta, Selasa (8/9/2020). ( Baca juga:Kemenperin Beri Diskon Gede buat Industri yang Beli Mesin, tapi? )
Irfan menilai, SE tersebut bersifat longgar dan tidak memaksa. Artinya, implementasi aturan itu hanya diperbolehkan bagi setiap perseroan negara yang dianggap siap, baik secara manajemen dan profit. Oleh karenanya, Kementerian BUMN tidak mewajibkan setiap perusahaan dan anak perusahaan BUMN menggunakan staf ahli.
"Kan itu diperbolehkan, bukan diwajibkan. Dan sesuai dengan kebutuhan (perusahaan). Karena itu, kita (Garuda) harus lihat situasi dulu," kata dia.
Keuangan Garuda Indonesia memang tertekan karena pandemi Covid-19. Saat rapat dengan Komisi VI DPR, Garuda Indonesia menyatakan kebutuhan pembiayaan Rp9,5 triliun untuk membiayai operasional. Maskapai pelat merah itu mengharapkan dana talangan dari pemerintah dalam bentuk mandatory convertible bond (MCB) senilai Rp8,5 triliun untuk dapat menjaga likuiditas dan solvabilitas perseroan pada 2020-2023.
Jika, Garuda Indonesia menggunakan staf ahli maksimal lima orang dengan gaji sebesar Rp50 juta, maka akan ada pengeluaran perseroan sebesar Rp250 juta per bulannya. ( Baca juga:Konflik Laut China Selatan, China Utus Menhan Wei Temui Prabowo )
Menurut pakar penerbangan AIAC, Arista Atmadjati, pemberlakuan staf ahli bagi Garuda Indonesia kurang tepat. Itu karena, di dalam internal maskapai telah ada dua unit yang bertugas memberikan masukan kepada direksi. Dua unit itu adalah strategic planning dan risiko manajemen.
Karena itu, Arista menyarankan, sebaiknya manajemen Garuda Indonesia cukup memberdayakan sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki perseroan saat ini. Dia bilang, pengangkatan staf ahli hanya akan menambah beban bagi Garuda itu sendiri.
"Garuda enam tahun tak pakai staf ahli, Garuda itu ada unit yang pintar, unit risiko manajemen yang bisa kasih saran. Kedua, unit strategic planning, tugasnya menganalisa market, pergerakan harga, dan risiko mitigasi. Kalau pengangkatan staf ahli, buang-buang ongkos saja," katanya.
(uka)