Pemerintah dan Regulator Diminta Pantau Likuditas Perbankan

Senin, 04 Mei 2020 - 19:25 WIB
loading...
Pemerintah dan Regulator Diminta Pantau Likuditas Perbankan
Pemerintah, OJK dan BI diminta memantau likuiditas perbankan pascakebijakan relaksasi kredit akibat dampak wabah corona. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - DPR meminta pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) intensif memantau likuiditas perbankan. Khususnya pascarelaksasi yang diberikan perbankan bagi para nasabahnya yang terdampak wabah corona.

Pemantauan itu dinilai penting karena jika likuiditas perbankan terganggu, maka bisa memengaruhi sistem perekonomian nasional. Anggota Komisi XI DPR Fraksi Partai Golkar Puteri Anetta Komarudin menilai pelaksanaan kebijakan ini harus dilakukan secara hati-hati dengan memastikan ketersediaan arus likuiditas yang memadai.

Apabila dengan penundaan angsuran menyebabkan bank mengalami masalah likuiditas, kata dia, maka pemerintah harus mampu pastikan mekanisme seperti bantuan interbank ataupun cadangan bantuan likuiditas bisa dipastikan dapat terlaksana dengan baik.

"Upaya ini harus dilakukan agar menjaga kepercayaan nasabah terhadap perbankan. Khususnya bagi bank skala kecil yang paling bersentuhan dengan masyarakat untuk mendukung kelangsungan usaha mereka," ujar Puteri di Jakarta, Senin (4/5/2020).

Sebelumnya Presiden Joko Widodo mengumumkan 5 skema stimulus ekonomi bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang terdampak pandemi Covid-19, diantaranya berupa restrukturisasi dan relaksasi kredit bagi UMKM. Stimulus tersebut meliputi penundaan angsuran dan subsidi bunga kredit bagi penerima KUR, UMi, PNM Mekaar, LPDB, dan penerima bantuan permodalan dari beberapa kementerian. Stimulus tersebut sejalan dengan kebijakan restrukturisasi kredit yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana diatur dalam POJK Nomor 11/POJK.03/2020.

Menurut dia ketentuan subsidi bunga kredit dapat memberikan ruang likuiditas bagi perbankan berskala kecil seperti BPR/S maupun BPD. Kebijakan restrukturisasi kredit bagi UMKM terdampak Covid-19 di satu sisi juga memberikan waktu tambahan bagi pelaku usaha untuk menyelamatkan kelangsungan usahanya.

Namun, kebijakan ini menjadi tantangan tersendiri bagi bank-bank kecil karena dapat menekan likuiditas perbankan. Hal tersebut terjadi seiring berkurangnya cash inflow dari angsuran kredit nasabah, yang dihadapkan bersamaan dengan pemenuhan kewajiban dana pihak ketiga serta penarikan dana nasabah yang dipicu wabah pandemi.

"Dengan hadirnya bantuan subsidi bunga kredit, setidaknya dapat mengurangi beban perbankan dengan menambah ruang likuiditas dan menjadi penyeimbang dalam memberikan keringanan kredit bagi debiturnya," ujar Puteri.

Pemerintah telah menyiapkan mekanisme penundaan angsuran dan subsidi bunga kredit bagi debitur UMKM selama 6 bulan. Bagi debitur ultra mikro dengan kredit dibawah Rp10 juta seperti UMi, PNM Mekaar dan Pegadaian, akan memperoleh penundaan angsuran dan subsidi bunga 6% selama 6 bulan.

Sementara, untuk debitur KUR dan pelaku usaha dengan nilai kredit hingga Rp500 juta akan mendapatkan penundaan cicilan pokok dan subsidi bunga 6% selama 3 bulan dan 3% selama 3 bulan berikutnya. Selain itu, pemerintah juga memberikan relaksasi secara bertahap bagi debitur dengan kredit di atas Rp500 juta hingga Rp10 miliar berupa subsidi bunga 3% selama 3 bulan dan 2% selama 3 bulan berikutnya.

Lebih jauh dia juga mengimbau pemerintah bersama OJK untuk segera merampungkan dan menerbitkan peraturan pelaksana kebijakan stimulus bagi UMKM. Peraturan pelaksana diperlukan sebagai bentuk kepastian hukum atas pelaksanaan kebijakan oleh institusi terkait. Selain itu, peraturan pelaksana juga dapat menjadi dasar kebijakan bagi OJK untuk segera menindaklanjuti dengan membentuk peraturan terkait sebagai pedoman atau petunjuk teknis bagi masing-masing industri jasa keuangan yang terlibat.

“Sejak awal rapat bersama dengan mitra Komisi XI, seperti Kementerian Keuangan, OJK, dan BI, saya selalu menekankan pentingnya peraturan pelaksana dan petunjuk teknis yang komprehensif. Mengingat kompleksitas stakeholders yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan ini, peraturan pelaksana yang tegas dan jelas sehingga mutlak diperlukan. Kedepannya, kami akan terus kawal penyusunan dan pelaksanaannya," tegas Puteri.
(fai)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2620 seconds (0.1#10.140)