Pengusaha Alkes Sebut Wajib Masker Medis Bagi Penumpang KRL Tak Picu Kenaikan Harga
loading...
A
A
A
JAKARTA - PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) secara resmi menetapkan aturan wajib menggunakan masker kesehatan bagi penumpang kereta rel listrik atau KRL Jabodetabek mulai hari ini, Senin (21/9/2020). Dengan begitu penggunaan masker jenis scuba maupun buff ditiadakan.
Menanggapi aturan tersebut, pelaku industri alat kesehatan memproyeksi kewajiban menggunakan masker kesehatan di KRL tidak mempengaruhi harga masker di pasaran secara signifikan, khususnya masker medis. Itu karena pemberlakuan hanya terjadi dalam ruang lingkup yang kecil seperti di KRL.
Sekretaris Jenderal Gabungan Alat Kesehatan Indonesia (Gakeslab) Randy H. Teguh mengatakan, harga pasar tidak terbentuk secara otomatis, tetapi melalui suatu proses mekanisme pasar, yakni tarik menarik antara permintaan dan penawaran.
Ketika pasokan masker tinggi dan permintaan rendah, harga masker akan turun. Sebaliknya, ketika permintaan masker tinggi dan penawaran rendah, maka harga masker akan naik.
"Pemberlakuan aturan itu kan khususnya hanya pengguna KRL saja, jadi tidak signifikan pengaruhnya terhadap harga masker di pasar. Kalau seluruh masyarakat diwajibkan menggunakan masker kesehatan, baru itu akan berpengaruh besar bagi harga masker di pasaran. Sistem mekanisme pasarnya kan seperti itu," ujar Randy saat dihubungi iNews.id, Jakarta, Senin (21/9/2020). (Baca: Mulai Hari Ini Masker Scuba Dilarang di KRL, KCI Turunkan 4.700 Petugas Pengawas )
Meski begitu, Randy menilai ada struktur harga masker kesehatan di pasar yang harus dipertahankan. Hal itu untuk menekan kerugian bagi para pemasok atau pengusaha alat kesehatan.
Oleh karena itu, sebagai asosiasi pengusaha alat kesehatan, dia menegaskan, saat ini tidak terjadi kenaikan harga masker. Bahkan, harganya dalam kategori stabil atau normal.
Selain karena kebijakan hanya diberlakukan pada ruang lingkup yang kecil, pihaknya pun pada saat memasok alkes hanya dikhususkan bagi rumah sakit atau sektor lain yang lebih membutuhkannya.
"Sekarang harga masker terbilang stabil bahkan terbilang normal, untuk masker medis memang kita atau pengusaha alat kesehatan, biasanya customer setianya biasanya tenaga medis, artinya pihak rumah sakit, dokter, dan lain-lain itu jadi relatif tidak terpengaruh dengan kebutuhan masyarakat umum karena masyarakat umum bisa menggunakan masker kain biasa saja," kata dia.
Randy juga mengutarakan bahwa sejak awal terjadi penyebaran Covid-19, pihaknya sudah mengeluarkan surat edaran yang menghimbau agar para asosiasi alat kesehatan tidak mematok harga masker dan alkes lainnya secara semena-mena.
"Sebagai pengusaha alat kesehatan yang profesional dan berintegritas bahwa faktor margin itu tidak boleh dilakukan secara semena-mena. Jadi mekanisme harga yang naik itu biasanya karena mekanisme kurang dari supply dan demand yang nggak seimbang saja," katanya.
Senada, Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (Aspaki) Ahyahudin Sodri menyebut, agar para produsen, distributor, penyalur dan pengecer dapat menjaga praktek bisnis yang sehat di bawah kontrol pemerintah sebagai pembuat regulator. (Baca juga grafis: Curiga Buatan Korsel, Kim Jong-un Tolak Masker Kiriman China )
Pihaknya, juga berharap agar tidak terjadi lagi kelangkaan atau krisis masker seperti yang pernah terjadi di awal Covid-19 menyebar masuk ke Indonesia.
"Kami berharap tidak lagi terjadi krisis masker seperti di awal Covid-19. Kami yakin semua pemangku kepentingan, pemerintah dan industri telah belajar dari krisis masker sebelumnya," katanya.
Menanggapi aturan tersebut, pelaku industri alat kesehatan memproyeksi kewajiban menggunakan masker kesehatan di KRL tidak mempengaruhi harga masker di pasaran secara signifikan, khususnya masker medis. Itu karena pemberlakuan hanya terjadi dalam ruang lingkup yang kecil seperti di KRL.
Sekretaris Jenderal Gabungan Alat Kesehatan Indonesia (Gakeslab) Randy H. Teguh mengatakan, harga pasar tidak terbentuk secara otomatis, tetapi melalui suatu proses mekanisme pasar, yakni tarik menarik antara permintaan dan penawaran.
Ketika pasokan masker tinggi dan permintaan rendah, harga masker akan turun. Sebaliknya, ketika permintaan masker tinggi dan penawaran rendah, maka harga masker akan naik.
"Pemberlakuan aturan itu kan khususnya hanya pengguna KRL saja, jadi tidak signifikan pengaruhnya terhadap harga masker di pasar. Kalau seluruh masyarakat diwajibkan menggunakan masker kesehatan, baru itu akan berpengaruh besar bagi harga masker di pasaran. Sistem mekanisme pasarnya kan seperti itu," ujar Randy saat dihubungi iNews.id, Jakarta, Senin (21/9/2020). (Baca: Mulai Hari Ini Masker Scuba Dilarang di KRL, KCI Turunkan 4.700 Petugas Pengawas )
Meski begitu, Randy menilai ada struktur harga masker kesehatan di pasar yang harus dipertahankan. Hal itu untuk menekan kerugian bagi para pemasok atau pengusaha alat kesehatan.
Oleh karena itu, sebagai asosiasi pengusaha alat kesehatan, dia menegaskan, saat ini tidak terjadi kenaikan harga masker. Bahkan, harganya dalam kategori stabil atau normal.
Selain karena kebijakan hanya diberlakukan pada ruang lingkup yang kecil, pihaknya pun pada saat memasok alkes hanya dikhususkan bagi rumah sakit atau sektor lain yang lebih membutuhkannya.
"Sekarang harga masker terbilang stabil bahkan terbilang normal, untuk masker medis memang kita atau pengusaha alat kesehatan, biasanya customer setianya biasanya tenaga medis, artinya pihak rumah sakit, dokter, dan lain-lain itu jadi relatif tidak terpengaruh dengan kebutuhan masyarakat umum karena masyarakat umum bisa menggunakan masker kain biasa saja," kata dia.
Randy juga mengutarakan bahwa sejak awal terjadi penyebaran Covid-19, pihaknya sudah mengeluarkan surat edaran yang menghimbau agar para asosiasi alat kesehatan tidak mematok harga masker dan alkes lainnya secara semena-mena.
"Sebagai pengusaha alat kesehatan yang profesional dan berintegritas bahwa faktor margin itu tidak boleh dilakukan secara semena-mena. Jadi mekanisme harga yang naik itu biasanya karena mekanisme kurang dari supply dan demand yang nggak seimbang saja," katanya.
Senada, Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (Aspaki) Ahyahudin Sodri menyebut, agar para produsen, distributor, penyalur dan pengecer dapat menjaga praktek bisnis yang sehat di bawah kontrol pemerintah sebagai pembuat regulator. (Baca juga grafis: Curiga Buatan Korsel, Kim Jong-un Tolak Masker Kiriman China )
Pihaknya, juga berharap agar tidak terjadi lagi kelangkaan atau krisis masker seperti yang pernah terjadi di awal Covid-19 menyebar masuk ke Indonesia.
"Kami berharap tidak lagi terjadi krisis masker seperti di awal Covid-19. Kami yakin semua pemangku kepentingan, pemerintah dan industri telah belajar dari krisis masker sebelumnya," katanya.
(ind)