Siap-siap! Masker Kain Tanpa Label SNI Bakal Dilarang Beredar di Pasaran
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah saat ini sedang menyusun rumusan r egulasi agar masyarakat tidak sembarangan memakai masker kain yang dijual di pasaran. Nantinya, masker kain yang beredar harus sesuai Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) .
Untuk memberikan label SNI , Kemenperin saat ini tengah melakukan langkah perumusan masker kain berstandar SNI dengan tujuan melindungi masyrakat dari potensi tertularnya virus corona.Regulasi tersebut dirumuskan Kementerian Peridnustrian (Kemenperin) melalui Komite Teknis SNI produk tekstil dengan melibatkan seluruh pihak yang berkepentingan, seperti akademisi, peneliti, laboratorium uji, Satgas Covid-19 industri produsen masker kain dalam negeri.
(Baca juga : Jawab Asumsi Negatif, Menkes Terawan Disarankan Lakukan Empat Hal Ini )
Sebagai informasi, ada 16 September 2020, SNI yang disusun Kemenperin tersebut telah mendapatkan penetapan Badan Standardisasi Nasional (BSN) sebagai Standar Nasional Indonesia (SNI) 8914:2020 Tekstil - Masker dari kain melalui Keputusan Kepala BSN Nomor No.408/KEP/BSN/9/2020.
"Penetapan SNI ini sejak diusulkan dalam Program Nasional Perumusan Standar (PNPS) sampai ditetapkan memakan waktu tidak sampai 5 Bulan, mengingat SNI ini merupakan kepentingan nasional dan kebutuhan yang mendesak," ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, baru-baru ini.
Dalam SNI 8914:2020, masker dari kain diklasifikasikan dalam tiga tipe, yaitu Tipe A untuk penggunaan umum, Tipe B untuk penggunaan filtrasi bakteri, dan Tipe C untuk penggunaan filtrasi partikel. SNI tersebut mengatur beberapa parameter krusial sebagai proteksi, antara lain daya tembus udara bagi Tipe A di ambang 15-65 cm3/cm2/detik, daya serap sebesar ≤ 60 detik untuk semua tipe, dan kadar formaldehida bebas hingga 75 mg/kg untuk semua tipe.
(Baca juga : 35 Tahun Tidak Berubah, Bea Meterai Sah Jadi Rp10 Ribu Per 1 Januari 2021 )
Selanjutnya, ketahanan luntur warna terhadap pencucian, keringat asam dan basa, serta saliva. SNI 8914:2020 juga menetapkan kadar logam terekstraksi maksimum, ketahanan terhadap pembahasan permukaan minimum melalui uji siram, kadar PFOS dan PFOA pada masker kain yang menggunakan anti air, serta nilai aktivitas antibakteri minimum pada masker kain yang menggunakan antibakteri.
SNI ini menjadi pedoman bagi industri dalam negeri yang menentukan capaian minimum kualitas hasil produksinya sekaligus menjadi standar minimum bagi produk impor. "Dengan standar mutu dan pengujian yang jelas serta prosedur pemakaian, perawatan dan pencucian yang termuat dalam SNI masker dari kain ini, masyarakat dapat lebih terlindungi sekaligus membantu memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19," jelas Menperin.
Sementara itu, Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (Dirjen IKFT) Kemenperin, Muhammad Khayam menyampaikan, SNI ini masih bersifat sukarela. Pada SNI tersebut, dicantumkan jenis uji yang disyaratkan untuk mengukur mutu masker dari kain untuk penggunaan khusus, terdiri dari uji efisiensi filtrasi bakteri (ambang batas ≥ 60 % untuk Tipe B), tekanan differensial (ambang batas ≤ 15 untuk Tipe B dan ≤ 21 untuk Tipe C), serta efisiensi filtrasi partikuat (ambang batas ≥ 60 % untuk Tipe C).
Menurutnya, SNI tersebut mempersyaratkan masker harus memiliki minimal dua lapis kain. Kombinasi bahan yang paling efektif digunakan adalah kain dari serat alam seperti katun, ditambah dua lapisan kainchiffonmengandung polyester-spandexyang mampu menyaring 80-99% partikel, tergantung pada ukuran partikelnya. "Cara pemakaian, perawatan pencucian, melepaskan masker kain dan hal-hal lain yang diperlukan dalam penggunaan masker kain juga diinformasikan dalam SNI ini," papar Khayam.
Untuk memberikan label SNI , Kemenperin saat ini tengah melakukan langkah perumusan masker kain berstandar SNI dengan tujuan melindungi masyrakat dari potensi tertularnya virus corona.Regulasi tersebut dirumuskan Kementerian Peridnustrian (Kemenperin) melalui Komite Teknis SNI produk tekstil dengan melibatkan seluruh pihak yang berkepentingan, seperti akademisi, peneliti, laboratorium uji, Satgas Covid-19 industri produsen masker kain dalam negeri.
(Baca juga : Jawab Asumsi Negatif, Menkes Terawan Disarankan Lakukan Empat Hal Ini )
Sebagai informasi, ada 16 September 2020, SNI yang disusun Kemenperin tersebut telah mendapatkan penetapan Badan Standardisasi Nasional (BSN) sebagai Standar Nasional Indonesia (SNI) 8914:2020 Tekstil - Masker dari kain melalui Keputusan Kepala BSN Nomor No.408/KEP/BSN/9/2020.
"Penetapan SNI ini sejak diusulkan dalam Program Nasional Perumusan Standar (PNPS) sampai ditetapkan memakan waktu tidak sampai 5 Bulan, mengingat SNI ini merupakan kepentingan nasional dan kebutuhan yang mendesak," ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, baru-baru ini.
Dalam SNI 8914:2020, masker dari kain diklasifikasikan dalam tiga tipe, yaitu Tipe A untuk penggunaan umum, Tipe B untuk penggunaan filtrasi bakteri, dan Tipe C untuk penggunaan filtrasi partikel. SNI tersebut mengatur beberapa parameter krusial sebagai proteksi, antara lain daya tembus udara bagi Tipe A di ambang 15-65 cm3/cm2/detik, daya serap sebesar ≤ 60 detik untuk semua tipe, dan kadar formaldehida bebas hingga 75 mg/kg untuk semua tipe.
(Baca juga : 35 Tahun Tidak Berubah, Bea Meterai Sah Jadi Rp10 Ribu Per 1 Januari 2021 )
Selanjutnya, ketahanan luntur warna terhadap pencucian, keringat asam dan basa, serta saliva. SNI 8914:2020 juga menetapkan kadar logam terekstraksi maksimum, ketahanan terhadap pembahasan permukaan minimum melalui uji siram, kadar PFOS dan PFOA pada masker kain yang menggunakan anti air, serta nilai aktivitas antibakteri minimum pada masker kain yang menggunakan antibakteri.
SNI ini menjadi pedoman bagi industri dalam negeri yang menentukan capaian minimum kualitas hasil produksinya sekaligus menjadi standar minimum bagi produk impor. "Dengan standar mutu dan pengujian yang jelas serta prosedur pemakaian, perawatan dan pencucian yang termuat dalam SNI masker dari kain ini, masyarakat dapat lebih terlindungi sekaligus membantu memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19," jelas Menperin.
Sementara itu, Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (Dirjen IKFT) Kemenperin, Muhammad Khayam menyampaikan, SNI ini masih bersifat sukarela. Pada SNI tersebut, dicantumkan jenis uji yang disyaratkan untuk mengukur mutu masker dari kain untuk penggunaan khusus, terdiri dari uji efisiensi filtrasi bakteri (ambang batas ≥ 60 % untuk Tipe B), tekanan differensial (ambang batas ≤ 15 untuk Tipe B dan ≤ 21 untuk Tipe C), serta efisiensi filtrasi partikuat (ambang batas ≥ 60 % untuk Tipe C).
Menurutnya, SNI tersebut mempersyaratkan masker harus memiliki minimal dua lapis kain. Kombinasi bahan yang paling efektif digunakan adalah kain dari serat alam seperti katun, ditambah dua lapisan kainchiffonmengandung polyester-spandexyang mampu menyaring 80-99% partikel, tergantung pada ukuran partikelnya. "Cara pemakaian, perawatan pencucian, melepaskan masker kain dan hal-hal lain yang diperlukan dalam penggunaan masker kain juga diinformasikan dalam SNI ini," papar Khayam.
(nng)