PLN Oversupply Pembangkit Listrik? Pengamat Beberkan Penyebabnya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa mencatat kelebihan pasokan atau oversupply pembangkit listrik PT PLN (Persero) saat ini mencapai 30-40 persen. Kelebihan itu khususnya terjadi di pulau Jawa dan Sumatera.
Bahkan, dia menyebut angka oversupply akan semakin bertambah hingga 2-3 tahun mendatang. Kapasitas listrik yang tidak terpakai itu disebabkan oleh permintaan (demand) listrik yang menurun akibat dampak dari pandemi Covid-19. Sementara di sisi lainnya proyek pembangkit listrik kian digenjot PLN.
"Saya pikir dengan angka penurunan itu dirata-rata over kapasitas 35-40 persen. Artinya dari total kapasitas yang terbangun itu, mungkin 35-40 persennya yang tidak terpakai, ini secara keseluruhan di Jawa dan Sumatera. Bahkan, ini bisa bertambah lama 2 atau 3 tahun mendatang kalau pertumbuhan listriknya tidak cepat naik, sementara kita belum tahu kapan Corona akan berakhir," ujar Fabby saat dihubungi, Jakarta, Jumat (2/10/2020). (Baca juga: Terkait Surat Erick, Pengamat: Industri Harus Pakai Listrik PLN )
Dari penjelasannya, oversupply pembangkit listrik PLN didorong oleh beberapa faktor. Pertama, tingkat konsumsi masyarakat yang tergerus akibat pandemi Covid-19, ini menyebabkan angka permintaan terhadap konsumsi listrik menurun signifikan pada kuartal I dan kuartal II tahun ini. Perkara ini yang mendorong terjadinya oversupply.
Kedua, adanya beban usaha. Dari penjelasannya, beban usaha yang dipikul oleh PLN disebabkan mulainya penggunaan Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) sejumlah sektor industri swasta.
Dia menyontohkan, seperti panel surya yang kini dimiliki oleh perusahaan asal Amerika Serikat (AS) yakini Coca-Cola yang baru saja diresmikan di kawasan Cikarang Barat.
"Peningkatan beban usaha karena pembangkit listrik dari swasta yang masuk mulai tahun ini hingga 2024, itu PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) dan kalau dengan APP (Alat pengukur dan pembatas) listrik swasta, kontrak PLN itu kan istilahnya pakai ataupun nggak pakai (tetap) harus bayar, jadi kalau misalnya take orbe-nya itu kapasitas 85 persen dan ini rata-rata di atas 80 persen take orbe untuk thermal PLN," kata dia.
Ketiga adalah, proyek pembangkit listrik 35.000 megawatt (MW) yang dilaksanakan sejak 2015 lalu. Fabby menilai, jika seluruh proyek pembangkit listrik benar-benar terealisasi pada tahun ini, maka dipastikan PLN mengalami kelebihan pasokan.
Dia mengutarakan, sejak 2014-2015 lalu ketika program 35.000 MW diluncurkan, pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 7 persen. Proyeksi itu diiringi oleh angka pertumbuhan permintaan listriknya yang ditargetkan 8 persen. Meski begitu, realisasi tersebut tidak terealisasi.
"Oleh karena itu, dibuat program 35.000 MW untuk memastikan agar kita kekurangan listrik karena sebelumnya, atau sebelum 2015 bayam daerah yang mengalami defisit listrik, itu kemudian dibuat program 35.00 MW kemudian dibangun dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi 7 persen, tapi rata-rata pertumbuhan ekonomi hanya 5 persen," ungkapnya.
Untuk diketahui, telah beredar surat atas nama Menteri BUMN Erick Thohir yang ditujukan kepada Menteri ESDM Arifin Tasrif, dengan isi berupa permintaan dukungan kinerja operasional PT PLN.
Disebutkan dalam surat tersebut, untuk memulihkan PLN dari dampak pandemi, maka Kementerian BUMN memohon agar Kementerian ESDM dapat mendorong pelaku usaha untuk menggunakan jasa PLN serta melakukan penyesuaian RUPTL 2020-2029.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengkonfirmasi kebenaran surat tersebut. Kendati dirinya menegaskan, meski Kementerian BUMN meminta bantuan ke Kementerian ESDM dan Badan Kerjasama Penanaman Modal (BKPM), bukan berarti kondisi PLN sedang parah. (Baca juga: Listrik PLN Akhinya Masuk Desa Lengora Pantai dan Dusun Bira-Bira )
"Mengenai surat Pak Menteri ke ESDM dan BKPM itu memang benar, surat Pak Menteri itu bukan berarti bahwa PLN itu kondisinya parah," ujar Arya kepada wartawan, Kamis (1/10).
Arya bilang, Erick ingin agar kondisi oversupply PLN dapat ditangani dengan baik serta tidak terjadi pemborosan. Daripada membangun pembangkit lagi, lebih baik memanfaatkan pasokan listrik yang sudah ada. PLN mampu memenuhi kebutuhan listrik di Indonesia.
"Yang dilihat Pak Menteri adalah karena PLN sudah oversupply, ngapain kalau tidak dimanfaatkan dan juga kalau ada institusi baru, apalah namanya itu, nggak perlu buat pembangkit baru, karena sudah oversupply, bagusnya memanfaatkan yang sudah ada," katanya.
Bahkan, dia menyebut angka oversupply akan semakin bertambah hingga 2-3 tahun mendatang. Kapasitas listrik yang tidak terpakai itu disebabkan oleh permintaan (demand) listrik yang menurun akibat dampak dari pandemi Covid-19. Sementara di sisi lainnya proyek pembangkit listrik kian digenjot PLN.
"Saya pikir dengan angka penurunan itu dirata-rata over kapasitas 35-40 persen. Artinya dari total kapasitas yang terbangun itu, mungkin 35-40 persennya yang tidak terpakai, ini secara keseluruhan di Jawa dan Sumatera. Bahkan, ini bisa bertambah lama 2 atau 3 tahun mendatang kalau pertumbuhan listriknya tidak cepat naik, sementara kita belum tahu kapan Corona akan berakhir," ujar Fabby saat dihubungi, Jakarta, Jumat (2/10/2020). (Baca juga: Terkait Surat Erick, Pengamat: Industri Harus Pakai Listrik PLN )
Dari penjelasannya, oversupply pembangkit listrik PLN didorong oleh beberapa faktor. Pertama, tingkat konsumsi masyarakat yang tergerus akibat pandemi Covid-19, ini menyebabkan angka permintaan terhadap konsumsi listrik menurun signifikan pada kuartal I dan kuartal II tahun ini. Perkara ini yang mendorong terjadinya oversupply.
Kedua, adanya beban usaha. Dari penjelasannya, beban usaha yang dipikul oleh PLN disebabkan mulainya penggunaan Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) sejumlah sektor industri swasta.
Dia menyontohkan, seperti panel surya yang kini dimiliki oleh perusahaan asal Amerika Serikat (AS) yakini Coca-Cola yang baru saja diresmikan di kawasan Cikarang Barat.
"Peningkatan beban usaha karena pembangkit listrik dari swasta yang masuk mulai tahun ini hingga 2024, itu PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) dan kalau dengan APP (Alat pengukur dan pembatas) listrik swasta, kontrak PLN itu kan istilahnya pakai ataupun nggak pakai (tetap) harus bayar, jadi kalau misalnya take orbe-nya itu kapasitas 85 persen dan ini rata-rata di atas 80 persen take orbe untuk thermal PLN," kata dia.
Ketiga adalah, proyek pembangkit listrik 35.000 megawatt (MW) yang dilaksanakan sejak 2015 lalu. Fabby menilai, jika seluruh proyek pembangkit listrik benar-benar terealisasi pada tahun ini, maka dipastikan PLN mengalami kelebihan pasokan.
Dia mengutarakan, sejak 2014-2015 lalu ketika program 35.000 MW diluncurkan, pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 7 persen. Proyeksi itu diiringi oleh angka pertumbuhan permintaan listriknya yang ditargetkan 8 persen. Meski begitu, realisasi tersebut tidak terealisasi.
"Oleh karena itu, dibuat program 35.000 MW untuk memastikan agar kita kekurangan listrik karena sebelumnya, atau sebelum 2015 bayam daerah yang mengalami defisit listrik, itu kemudian dibuat program 35.00 MW kemudian dibangun dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi 7 persen, tapi rata-rata pertumbuhan ekonomi hanya 5 persen," ungkapnya.
Untuk diketahui, telah beredar surat atas nama Menteri BUMN Erick Thohir yang ditujukan kepada Menteri ESDM Arifin Tasrif, dengan isi berupa permintaan dukungan kinerja operasional PT PLN.
Disebutkan dalam surat tersebut, untuk memulihkan PLN dari dampak pandemi, maka Kementerian BUMN memohon agar Kementerian ESDM dapat mendorong pelaku usaha untuk menggunakan jasa PLN serta melakukan penyesuaian RUPTL 2020-2029.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengkonfirmasi kebenaran surat tersebut. Kendati dirinya menegaskan, meski Kementerian BUMN meminta bantuan ke Kementerian ESDM dan Badan Kerjasama Penanaman Modal (BKPM), bukan berarti kondisi PLN sedang parah. (Baca juga: Listrik PLN Akhinya Masuk Desa Lengora Pantai dan Dusun Bira-Bira )
"Mengenai surat Pak Menteri ke ESDM dan BKPM itu memang benar, surat Pak Menteri itu bukan berarti bahwa PLN itu kondisinya parah," ujar Arya kepada wartawan, Kamis (1/10).
Arya bilang, Erick ingin agar kondisi oversupply PLN dapat ditangani dengan baik serta tidak terjadi pemborosan. Daripada membangun pembangkit lagi, lebih baik memanfaatkan pasokan listrik yang sudah ada. PLN mampu memenuhi kebutuhan listrik di Indonesia.
"Yang dilihat Pak Menteri adalah karena PLN sudah oversupply, ngapain kalau tidak dimanfaatkan dan juga kalau ada institusi baru, apalah namanya itu, nggak perlu buat pembangkit baru, karena sudah oversupply, bagusnya memanfaatkan yang sudah ada," katanya.
(ind)