Konsumsi Jadi Andalan Pertumbuhan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Di tengah pandemi virus corona (Covid-19), Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I/2020 sebesar 2,97% secara year on year (yoy). Angka tersebut di bawah perkiraan sebelumnya di kisaran 4,5%.
Dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, perekonomian nasional mengalami kontraksi sebesar -2,41% di mana pertumbuhan ekonominya mencapai 4,97%. Adapun angka pertumbuhan kuartal I/2020 jauh di bawah pertumbuhan pada periode yang sama pada tahun lalu yang mencapai 5,07%.
Kendati kondisi perekonomian masih tertekan akibat corona, namun sejumlah sektor masih mengalami pertumbuhan. Data BPS yang dirilis kemarin menyebutkan, berdasarkan lapangan usahanya, pertumbuhan ekonomi kuartal I/2020 ditopang sektor konstruksi 2,9%, industri pengolahan 2,06%, pertambangan 0,43%, pertanian sebesar 0,02%, dan sektor lainnya 5,62%.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi yang melambat sudah diperkirakan sebelumnya. Hal ini disebabkan semua faktor pembentuk pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi yang sangat besar.
"Konsumsi turun sebagaimana ditunjukkan oleh indeks penjualan riil yang pada bulan Januari, Februari, dan Maret turun berturut-turut. Bahkan pada bulan Maret diprediksikan turun hingga 5% sehingga konsumsi turun menjadi sekitar 2,6% dari biasanya sekitar 5%,” kata Piter kemarin.
Piter melanjutkan, konsumsi menyumbang sekitar 56% dari pertumbuhan ekonomi sehingga wajar jika pertumbuhan ekonomi terkoreksi begitu dalam karena konsumsi juga turun sangat dalam. “Apalagi ekspor juga turun, belanja pemerintah turun,” ucapnya.
Menurut dia, untuk mempertahankan ekonomi agar tidak semakin jatuh di kuartal berikutnya adalah mempercepat penyaluran bantuan stimulus fiskal. “Perlambatan itu sudah pasti. Yang bisa dilakukan adalah penurunannya tidak terlalu dalam,” tandasnya.
CORE memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2020 di kisaran minus 1,9% sampai minus 7,5%. “Dengan melihat pertumbuhan ekonomi kuartal I/2020 yang hanya 2,97%, saya kira pertumbuhan ekonomi kuartal II/2020 most likely di kisaran minus 5% sampai dengan minus 6%,” jelas Piter.
Kendati pertumbuhan ekonomi melambat, namun Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengakui realisasi pertumbuhan kuartal I cukup baik. Pasalnya, kondisi itu dicapai di tengah pandemi, di mana sejumlah negara lain pertumbuhan ekonominya minus.
“Prediksi-prediksi yang disampaikan oleh IMF (Dana Moneter Internasional) misalnya itu prediksi tiga negara dengan pertumbuhan masih positif, yaitu Indonesia, China, dan India,” ucap Airlangga di Jakarta kemarin.
Dia menambahkan, ekonomi Indonesia dipengaruhi demand shock akibat wabah Covid-19. Apalagi, di kuartal kedua ini pemerintah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk memotong penyebaran Covid-19.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, pandemi virus korona telah membuat aktivitas ekonomi berkurang drastis.
“Kita sudah tahu ekonomi akan tertekan. Angkanya bisa turun jadi berat, tapi yang terpenting adalah bagaimana kita bisa menyangga hingga dampak Covid-19 ini masuk masa pemulihan,” tuturnya.
Saat ini, kata dia, pemerintah fokus bagaimana agar kehidupan masyarakat bisa terjamin. Berbagai strategi sudah dan terus disiapkan agar pertumbuhan ekonomi tidak turun terlalu dalam. Di antaranya restrukturisasi kredit hingga pemberian bantuan sosial (bansos).
Wimboh mengimbau agar masyarakat disiplin mematuhi physical distancing untuk solusi terbaik saat ini. Selama vaksin korona belum ditemukan, maka harapannya masyarakat perlu disiplin mengikuti anjuran pemerintah.
“Lalu, dengan bansos ini mudah-mudahan bisa meringankan sementara. Memang solusi ke depannya masyarakat harus bekerja,” kata dia.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, perekonomian mengalami kontraksi sehingga tumbuh jauh lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama yang masih mencapai 5,07%.
“Pergerakan pertumbuhan ekonomi sama kuartal I/2020 ini seperti dialami negara lain yakni mengalami perlambatan,” ujar Suhariyanto di Jakarta kemarin.
Dia melanjutkan, perlambatan pertumbuhan ekonomi ini memang tidak hanya terjadi di Indonesia. Hal ini juga dialami beberapa negara lain yang juga mengalami kontraksi ekonomi yang cukup dalam.
“Memang pandemi Covid-19 ini membuat ekonomi global terkontraksi dan terjadi di seluruh negara. Ini memang sudah terjadi di China dan beberapa negara lainnya,” ujar pria yang akrab dipanggil Kecuk itu.
Kecuk menambahkan, perekonomian beberapa mitra dagang Indonesia pun terkontraksi sebagai akibat ada pembatasan aktivitas untuk mengendalikan penyebaran Covid-19. Di bagian lain, pada periode yang sama harga komoditas migas dan hasil tambang pun turun.
“Jadi, apa yang bisa dilihat adalah semua indikator terpengaruh Covid-19. Pada kuartal I/2020, ekonomi ini mengalami perlambatan yang sangat dalam,” pungkasnya.
Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi nasional beberapa kuartal ke belakang memang cenderung menurun. Pada kuartal IV/2019, pertumbuhan ekonomi mencapai 4,97%. Angka ini juga melemah dibanding pertumbuhan ekonomi kuartal III/2019 yang sebesar 5,02%. Sementara pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2019 sebesar 5,07% dan kuartal kedua sebesar 5,05%.
Data BPS juga menyebutkan, dari sisi pengeluaran, pertumbuhan PDB ditopang oleh konsumsi rumah tangga sebesar 2,84%, konsumsi pemerintah 3,74%, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) 1,70%, dan ekspor 0,24%. Hanya, sektor pengeluaran mengalami kontraksi pada sisi lembaga non-profit yang melayani rumah tangga (LNPRT) sebesar -4,91% dan impor -2,19%.
Ekonom Indef Bhima Yudistira menyarankan, untuk mencegah agar perekonomian tidak jatuh lebih dalam, pemerintah diminta menambah jumlah dan meningkatkan efektivitas stimulus di kuartal berikutnya.
“Kartu Prakerja sebaiknya dirombak total menjadi full BLT (Bantuan Langsung Tunai). Ini agar fokus untuk menjaga daya beli kelas menengah rentan miskin,” katanya.
Dia juga mendorong agar pembagian sembako untuk warga terdampak jangan sampai terlambat. Untuk itu, perlu ada data terpadu penerima bansos karena ada dinamika dan perubahan jumlah orang yang jatuh miskin selama pandemi berlangsung.
“Untuk mendukung UMKM (usaha mikro kecil dan menengah) perlu diberi keringanan tarif listrik 1.300 va dan 2.200 va karena banyak kelompok di golongan tarif ini. Harga BBM perlu segera diturunkan untuk menekan biaya logistik. Kemudian subsidi LPG 3kg sebaiknya diperluas,” ucapnya.
Bhima menilai, bukan hanya pandemi Covid-19 yang membuat ekonomi turun tajam. Namun, ada juga faktor sisi permintaan yang lemah sejak tiga tahun lalu. Menurutnya, jauh sebelum Covid-19 industri sudah digempur barang impor dan Indonesia tidak siap menghadapi perang dagang AS versus China.
“Kalau kuartal pertama sudah anjlok cukup dalam, maka diperkirakan kuartal II 2020 ekonomi akan minus karena di kuartal kedua ada perluasan PSBB di kota selain Jakarta dan pelarangan mudik. Ini aktivitas ekonomi nyaris mati total,” pungkasnya. (Oktiani Endarwati/Hafid Fuad/Rina Anggraeni)
Dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, perekonomian nasional mengalami kontraksi sebesar -2,41% di mana pertumbuhan ekonominya mencapai 4,97%. Adapun angka pertumbuhan kuartal I/2020 jauh di bawah pertumbuhan pada periode yang sama pada tahun lalu yang mencapai 5,07%.
Kendati kondisi perekonomian masih tertekan akibat corona, namun sejumlah sektor masih mengalami pertumbuhan. Data BPS yang dirilis kemarin menyebutkan, berdasarkan lapangan usahanya, pertumbuhan ekonomi kuartal I/2020 ditopang sektor konstruksi 2,9%, industri pengolahan 2,06%, pertambangan 0,43%, pertanian sebesar 0,02%, dan sektor lainnya 5,62%.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi yang melambat sudah diperkirakan sebelumnya. Hal ini disebabkan semua faktor pembentuk pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi yang sangat besar.
"Konsumsi turun sebagaimana ditunjukkan oleh indeks penjualan riil yang pada bulan Januari, Februari, dan Maret turun berturut-turut. Bahkan pada bulan Maret diprediksikan turun hingga 5% sehingga konsumsi turun menjadi sekitar 2,6% dari biasanya sekitar 5%,” kata Piter kemarin.
Piter melanjutkan, konsumsi menyumbang sekitar 56% dari pertumbuhan ekonomi sehingga wajar jika pertumbuhan ekonomi terkoreksi begitu dalam karena konsumsi juga turun sangat dalam. “Apalagi ekspor juga turun, belanja pemerintah turun,” ucapnya.
Menurut dia, untuk mempertahankan ekonomi agar tidak semakin jatuh di kuartal berikutnya adalah mempercepat penyaluran bantuan stimulus fiskal. “Perlambatan itu sudah pasti. Yang bisa dilakukan adalah penurunannya tidak terlalu dalam,” tandasnya.
CORE memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2020 di kisaran minus 1,9% sampai minus 7,5%. “Dengan melihat pertumbuhan ekonomi kuartal I/2020 yang hanya 2,97%, saya kira pertumbuhan ekonomi kuartal II/2020 most likely di kisaran minus 5% sampai dengan minus 6%,” jelas Piter.
Kendati pertumbuhan ekonomi melambat, namun Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengakui realisasi pertumbuhan kuartal I cukup baik. Pasalnya, kondisi itu dicapai di tengah pandemi, di mana sejumlah negara lain pertumbuhan ekonominya minus.
“Prediksi-prediksi yang disampaikan oleh IMF (Dana Moneter Internasional) misalnya itu prediksi tiga negara dengan pertumbuhan masih positif, yaitu Indonesia, China, dan India,” ucap Airlangga di Jakarta kemarin.
Dia menambahkan, ekonomi Indonesia dipengaruhi demand shock akibat wabah Covid-19. Apalagi, di kuartal kedua ini pemerintah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk memotong penyebaran Covid-19.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, pandemi virus korona telah membuat aktivitas ekonomi berkurang drastis.
“Kita sudah tahu ekonomi akan tertekan. Angkanya bisa turun jadi berat, tapi yang terpenting adalah bagaimana kita bisa menyangga hingga dampak Covid-19 ini masuk masa pemulihan,” tuturnya.
Saat ini, kata dia, pemerintah fokus bagaimana agar kehidupan masyarakat bisa terjamin. Berbagai strategi sudah dan terus disiapkan agar pertumbuhan ekonomi tidak turun terlalu dalam. Di antaranya restrukturisasi kredit hingga pemberian bantuan sosial (bansos).
Wimboh mengimbau agar masyarakat disiplin mematuhi physical distancing untuk solusi terbaik saat ini. Selama vaksin korona belum ditemukan, maka harapannya masyarakat perlu disiplin mengikuti anjuran pemerintah.
“Lalu, dengan bansos ini mudah-mudahan bisa meringankan sementara. Memang solusi ke depannya masyarakat harus bekerja,” kata dia.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, perekonomian mengalami kontraksi sehingga tumbuh jauh lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama yang masih mencapai 5,07%.
“Pergerakan pertumbuhan ekonomi sama kuartal I/2020 ini seperti dialami negara lain yakni mengalami perlambatan,” ujar Suhariyanto di Jakarta kemarin.
Dia melanjutkan, perlambatan pertumbuhan ekonomi ini memang tidak hanya terjadi di Indonesia. Hal ini juga dialami beberapa negara lain yang juga mengalami kontraksi ekonomi yang cukup dalam.
“Memang pandemi Covid-19 ini membuat ekonomi global terkontraksi dan terjadi di seluruh negara. Ini memang sudah terjadi di China dan beberapa negara lainnya,” ujar pria yang akrab dipanggil Kecuk itu.
Kecuk menambahkan, perekonomian beberapa mitra dagang Indonesia pun terkontraksi sebagai akibat ada pembatasan aktivitas untuk mengendalikan penyebaran Covid-19. Di bagian lain, pada periode yang sama harga komoditas migas dan hasil tambang pun turun.
“Jadi, apa yang bisa dilihat adalah semua indikator terpengaruh Covid-19. Pada kuartal I/2020, ekonomi ini mengalami perlambatan yang sangat dalam,” pungkasnya.
Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi nasional beberapa kuartal ke belakang memang cenderung menurun. Pada kuartal IV/2019, pertumbuhan ekonomi mencapai 4,97%. Angka ini juga melemah dibanding pertumbuhan ekonomi kuartal III/2019 yang sebesar 5,02%. Sementara pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2019 sebesar 5,07% dan kuartal kedua sebesar 5,05%.
Data BPS juga menyebutkan, dari sisi pengeluaran, pertumbuhan PDB ditopang oleh konsumsi rumah tangga sebesar 2,84%, konsumsi pemerintah 3,74%, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) 1,70%, dan ekspor 0,24%. Hanya, sektor pengeluaran mengalami kontraksi pada sisi lembaga non-profit yang melayani rumah tangga (LNPRT) sebesar -4,91% dan impor -2,19%.
Ekonom Indef Bhima Yudistira menyarankan, untuk mencegah agar perekonomian tidak jatuh lebih dalam, pemerintah diminta menambah jumlah dan meningkatkan efektivitas stimulus di kuartal berikutnya.
“Kartu Prakerja sebaiknya dirombak total menjadi full BLT (Bantuan Langsung Tunai). Ini agar fokus untuk menjaga daya beli kelas menengah rentan miskin,” katanya.
Dia juga mendorong agar pembagian sembako untuk warga terdampak jangan sampai terlambat. Untuk itu, perlu ada data terpadu penerima bansos karena ada dinamika dan perubahan jumlah orang yang jatuh miskin selama pandemi berlangsung.
“Untuk mendukung UMKM (usaha mikro kecil dan menengah) perlu diberi keringanan tarif listrik 1.300 va dan 2.200 va karena banyak kelompok di golongan tarif ini. Harga BBM perlu segera diturunkan untuk menekan biaya logistik. Kemudian subsidi LPG 3kg sebaiknya diperluas,” ucapnya.
Bhima menilai, bukan hanya pandemi Covid-19 yang membuat ekonomi turun tajam. Namun, ada juga faktor sisi permintaan yang lemah sejak tiga tahun lalu. Menurutnya, jauh sebelum Covid-19 industri sudah digempur barang impor dan Indonesia tidak siap menghadapi perang dagang AS versus China.
“Kalau kuartal pertama sudah anjlok cukup dalam, maka diperkirakan kuartal II 2020 ekonomi akan minus karena di kuartal kedua ada perluasan PSBB di kota selain Jakarta dan pelarangan mudik. Ini aktivitas ekonomi nyaris mati total,” pungkasnya. (Oktiani Endarwati/Hafid Fuad/Rina Anggraeni)
(ysw)