Petani Purworejo Dibekali Kemampuan Pertanian Cerdas Iklim
loading...
A
A
A
PURWOREJO - Para petani di Purworejo mengikuti Training of Farmer (ToF) di Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Gebang, Purworejo, 6 - 8 Oktober 2020, di Aula Kecmatan Gebang. Dalam kegiatan ini petani mempelajari pertanian cerdas iklim atau Climate Smart Agriculture (CSA) yang merupakan bagian dari proyek SIMURP.
Kegiatan yang menggunakan fasilitas World Bank (WB) dan Asian Investasi Infrastrucutre Bank (AIIB) ini, merupakan tindak lanjut dari Training of Trainer (TOT) CSA melalui Virtual Literasi yang diselenggarakan bulan Agustus.
(Baca Juga: Kebal dari Serangan Covid-19, Saatnya Berpaling ke Sektor Pertanian )
Pelatihan untuk petani di BPP Gebang diikuti 24 peserta dari dua kecamatan. Peserta dari Kecamatan Gebang sebanyak 8 orang, sedangkan dari Kecamatan Bayan sebanyak 16 orang. Kegiatan juga melibatkan petani milenial dan Kelompok wanita tani (KWT).
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo, berharap pelatihan CSA bisa berdampak positif pada peningkatan produksi pertanian. Agar ketersediaan pangan untuk masyarakat Indonesia mencukupi.
"Bila pangan tercukupi, maka masyarakat Indonesia tidak bermasalah dengan pangan. Ini juga sekaligus untuk ketahanan nasional," katanya.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementan, Dedi Nusyamsi menjelaskan, penerapan pertanian cerdas iklim sangat penting.
"Terutama penerapan teknologi hemat air, penggunaan pupuk organik, serta penerapan pertanian ramah lingkungan. Selain akan meningkatkan produksi dan kualitas komoditas pertanian, juga akan meringankan pemerintah dalam pemberian subsidi pupuk pada petani dan tentunya akan meningkatkan pendapatan petani sekaligus melestarikan lingkungan," ujarnya.
(Baca Juga: Ekspor Produk Pertanian Tak Goyah Dihantam Pandemi, Airlangga: Luar Biasa )
Metode pelatihan memberikan nilai tersendiri bagi peserta. Terlebih diikuti dengan praktek, seperti cara pembuatan pestisida nabati dan pupuk organik. Pelatihan dirasa sangat membantu petani selain ramah lingkungan dan mudah melakukannya.
Selama ini, petani hanya mengandalkan air dan pupuk serta pestisida kimia yang diyakini dapat meningkatkan hasil panennya secara cepat. Namun penggunaan air, pupuk dan pestisida kimia secara berlebihan dan terus menerus akan memicu bertambahnya unsur gas rumah kaca (GRK CH4, N2O dan CO2).
Kepala Dinas Pertanian, Pangan, Kelautan dan Perikanan Purworejo Wasit Diono mengutarakan, limbah pertanian dan kotoran ternak jika tidak dikelola dengan baik akan menghasilkan gas rumah kaca.
"Ternyata dengan memanfaatkan limbah pertanian dan diolah menjadi pupuk organik dan pestisida nabati menggunakan bahan organik yang ada disekitar kita sebagai pupuk organik dan pestisida nabati. Sehingga penurunan emisi rumah kaca bisa ditekan seminim mungkin," ujarnya.
Salah seorang penyuluh kabupaten Turoso, yang juga alumni TOM SIMURP mengatakan, pelatihan ToF bisa mengubah perilaku petani. “Petani yang biasanya selalu tergantung dengan bahan kimia bisa beralih menggunakan bahan organik," katanya.
Dengan dukungan Koordinator Penyuluh BPP Gebang Rubingati, para peserta untuk memiliki komitmen terus menerus menyebarkan ilmu CSA ini ke petani di desa. Ini agar petani mau dan mampu menerapkan budidaya dengan sistem CSA yang diharapkan dapat meningkatkan Intensitas Pertanaman (IP), produksi, produktivitas dan potensi menurunkan emisi gas rumah kaca.
Lihat Juga: Gerak Cepat Atasi Kekeringan, Kementan Sabet Penghargaan Komunikasi Publik Terbaik di AMH 2024
Kegiatan yang menggunakan fasilitas World Bank (WB) dan Asian Investasi Infrastrucutre Bank (AIIB) ini, merupakan tindak lanjut dari Training of Trainer (TOT) CSA melalui Virtual Literasi yang diselenggarakan bulan Agustus.
(Baca Juga: Kebal dari Serangan Covid-19, Saatnya Berpaling ke Sektor Pertanian )
Pelatihan untuk petani di BPP Gebang diikuti 24 peserta dari dua kecamatan. Peserta dari Kecamatan Gebang sebanyak 8 orang, sedangkan dari Kecamatan Bayan sebanyak 16 orang. Kegiatan juga melibatkan petani milenial dan Kelompok wanita tani (KWT).
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo, berharap pelatihan CSA bisa berdampak positif pada peningkatan produksi pertanian. Agar ketersediaan pangan untuk masyarakat Indonesia mencukupi.
"Bila pangan tercukupi, maka masyarakat Indonesia tidak bermasalah dengan pangan. Ini juga sekaligus untuk ketahanan nasional," katanya.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementan, Dedi Nusyamsi menjelaskan, penerapan pertanian cerdas iklim sangat penting.
"Terutama penerapan teknologi hemat air, penggunaan pupuk organik, serta penerapan pertanian ramah lingkungan. Selain akan meningkatkan produksi dan kualitas komoditas pertanian, juga akan meringankan pemerintah dalam pemberian subsidi pupuk pada petani dan tentunya akan meningkatkan pendapatan petani sekaligus melestarikan lingkungan," ujarnya.
(Baca Juga: Ekspor Produk Pertanian Tak Goyah Dihantam Pandemi, Airlangga: Luar Biasa )
Metode pelatihan memberikan nilai tersendiri bagi peserta. Terlebih diikuti dengan praktek, seperti cara pembuatan pestisida nabati dan pupuk organik. Pelatihan dirasa sangat membantu petani selain ramah lingkungan dan mudah melakukannya.
Selama ini, petani hanya mengandalkan air dan pupuk serta pestisida kimia yang diyakini dapat meningkatkan hasil panennya secara cepat. Namun penggunaan air, pupuk dan pestisida kimia secara berlebihan dan terus menerus akan memicu bertambahnya unsur gas rumah kaca (GRK CH4, N2O dan CO2).
Kepala Dinas Pertanian, Pangan, Kelautan dan Perikanan Purworejo Wasit Diono mengutarakan, limbah pertanian dan kotoran ternak jika tidak dikelola dengan baik akan menghasilkan gas rumah kaca.
"Ternyata dengan memanfaatkan limbah pertanian dan diolah menjadi pupuk organik dan pestisida nabati menggunakan bahan organik yang ada disekitar kita sebagai pupuk organik dan pestisida nabati. Sehingga penurunan emisi rumah kaca bisa ditekan seminim mungkin," ujarnya.
Salah seorang penyuluh kabupaten Turoso, yang juga alumni TOM SIMURP mengatakan, pelatihan ToF bisa mengubah perilaku petani. “Petani yang biasanya selalu tergantung dengan bahan kimia bisa beralih menggunakan bahan organik," katanya.
Dengan dukungan Koordinator Penyuluh BPP Gebang Rubingati, para peserta untuk memiliki komitmen terus menerus menyebarkan ilmu CSA ini ke petani di desa. Ini agar petani mau dan mampu menerapkan budidaya dengan sistem CSA yang diharapkan dapat meningkatkan Intensitas Pertanaman (IP), produksi, produktivitas dan potensi menurunkan emisi gas rumah kaca.
Lihat Juga: Gerak Cepat Atasi Kekeringan, Kementan Sabet Penghargaan Komunikasi Publik Terbaik di AMH 2024
(akr)