OJK: Masyarakat Makin Gandrung pada Layanan Digital Banking
loading...
A
A
A
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mencatat tren peningkatan minat transaksi digital perbankan di masyarakat akibat pandemi covid19. Data OJK menunjukkan, pada bulan Maret 2020 untuk mobile banking terjadi kenaikan transaksi sebesar 67,2% dari bulan sama di tahun 2019 (yoy).
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I OJK Teguh Supangkat membandingkan data transaksi pada bulan Maret 2020 untuk mobile banking yang terjadi kenaikan 67,2% dari bulan sama di tahun 2019 (yoy) atau sebesar 15% dari bulan sebelumnya (MtM) menjadi 267 juta transaksi. Sementara untuk internet banking terjadi pertumbuhan 48,4% (yoy) atau 11,9% (mtm) menjadi 121 juta transaksi.
Kemudian pada bulan Agustus 2020 peningkatan masih terjadi pada transaksi mobile banking sebesar 54,3% (YoY) atau 5,7% (MtM) menjadi 302,6 juta transaksi. Sedangkan pada transaksi internet banking pertumbuhan sebesar 49,3% (YoY) atau 4% (MtM) menjadi 135 juta transaksi.
(Baca Juga: Transaksi Digital Naik Pesat, Perbankan Harus Tingkatkan Keamanan)
"Dari 96 bank umum konvensional baru ada 24 bank yang menjadi bank digital. Kini masyarakat akan lebih sadar, kritis, menuntut layanan keuangan yang lebih cepat, praktis, tapi juga tetap aman," ujar Teguh dalam webinar 'Leading In Transformatiin With Service Improvement' di Jakarta, Rabu (14/10/2020).
Dia menyampaikan, industri yang secara masif merespons perubahan kebutuhan masyarakat salah satunya ialah industri jasa keuangan. Dimana sektor ini banyak menghasilkan terobosan baru antara lain produk dan layanan bank, fintech peer to peer lending, fintech penyelenggara uang elektronik, dompet elektronik, dan layanan sistem pembayaran.
"Ada peluang dari perubahan gaya hidup masyarakat. Platform digital kini jadi kebutuhan sehari-hari seperti alat komunikasi, sistem pembayaran, perlengkapan belajar, hingga untuk aktivitas kerja. Semua semakin tergantung teknologi. Termasuk layanan perbankan juga ikut berubah di jasa keuangan," ujarnya.
Meskipun begitu, menurutnya, dalam rangka mempertahankan eksistensi, perbankan juga harus meningkatkan pelayanan masyarakat dengan memudahkan layanan ditengah pandemi dengan terus menjaga keamanan data nasabah. Pihak OJK juga telah mengakomodir strategi alternatif dengan penggunaan penyedia jasa IT oleh bank. Ini demi menekan biaya agar lebih murah dalam transformasi digital.
"Kami juga mempercepat perizinan produk dan aktivitas baru. Prosedurnya akan dipersingkat dan disederhanakan dengan mekanisme instant approval. Tapi juga ada aspek penilaian dari kesehatan tertentu," ujar dia.
Sementara itu Direktur Information Technology Bank Mandiri Rico Usthavia Frans mengaku transaksi digital turut meningkatkan potensi kejahatan siber. Untuk itu, teknologi Artificial Intelligence (AI) perlu diterapkan untuk deteksi fraud (penipuan) sedini mungkin.
"Kecanggihan dan kecepatan AI sangat efektif untuk menangani penipuan-penipuan di perbankan. Tidak ada proses manual yang dapat menyaingi kecepatan dan otomasi teknologi AI, sehingga data nasabah akan lebih aman," jelas Rico dalam kesempatan sama.
Rico mengungkapkan, Bank Mandiri telah bekerja sama dengan beberapa vendor yang memiliki teknologi AI untuk melakukan deteksi awal penipuan. Selain efisien, data-data yang dimiliki oleh perusahaan penyedia teknologi AI juga sangat berguna untuk mengamankan data dan transaksi nasabah.
(Baca Juga: Pajak Transaksi Digital Jadi Senjata Baru Dongkrak Penerimaan Negara)
Selain deteksi penipuan, Bank Mandiri juga telah mengaplikasikan teknologi AI pada proses bisnisnya. Contohnya adalah pada proses pengajuan kartu kredit dan KPR yang sudah dibantu teknologi AI.
"Kita sudah terapkan decision engine untuk pengajuan kartu kredit di Bank Mandiri. 90% prosesnya sudah dilakukan oleh AI. Dampaknya, produktivitas kita meningkat hingga 125%," jelas Rico. Teknologi AI diyakini akan membuat proses pengalaman nasabah menjadi lebih cepat dan nyaman. Dengan AI, nasabah akan semakin betah melakukan transaksi karena cepat, praktis, dan aman.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I OJK Teguh Supangkat membandingkan data transaksi pada bulan Maret 2020 untuk mobile banking yang terjadi kenaikan 67,2% dari bulan sama di tahun 2019 (yoy) atau sebesar 15% dari bulan sebelumnya (MtM) menjadi 267 juta transaksi. Sementara untuk internet banking terjadi pertumbuhan 48,4% (yoy) atau 11,9% (mtm) menjadi 121 juta transaksi.
Kemudian pada bulan Agustus 2020 peningkatan masih terjadi pada transaksi mobile banking sebesar 54,3% (YoY) atau 5,7% (MtM) menjadi 302,6 juta transaksi. Sedangkan pada transaksi internet banking pertumbuhan sebesar 49,3% (YoY) atau 4% (MtM) menjadi 135 juta transaksi.
(Baca Juga: Transaksi Digital Naik Pesat, Perbankan Harus Tingkatkan Keamanan)
"Dari 96 bank umum konvensional baru ada 24 bank yang menjadi bank digital. Kini masyarakat akan lebih sadar, kritis, menuntut layanan keuangan yang lebih cepat, praktis, tapi juga tetap aman," ujar Teguh dalam webinar 'Leading In Transformatiin With Service Improvement' di Jakarta, Rabu (14/10/2020).
Dia menyampaikan, industri yang secara masif merespons perubahan kebutuhan masyarakat salah satunya ialah industri jasa keuangan. Dimana sektor ini banyak menghasilkan terobosan baru antara lain produk dan layanan bank, fintech peer to peer lending, fintech penyelenggara uang elektronik, dompet elektronik, dan layanan sistem pembayaran.
"Ada peluang dari perubahan gaya hidup masyarakat. Platform digital kini jadi kebutuhan sehari-hari seperti alat komunikasi, sistem pembayaran, perlengkapan belajar, hingga untuk aktivitas kerja. Semua semakin tergantung teknologi. Termasuk layanan perbankan juga ikut berubah di jasa keuangan," ujarnya.
Meskipun begitu, menurutnya, dalam rangka mempertahankan eksistensi, perbankan juga harus meningkatkan pelayanan masyarakat dengan memudahkan layanan ditengah pandemi dengan terus menjaga keamanan data nasabah. Pihak OJK juga telah mengakomodir strategi alternatif dengan penggunaan penyedia jasa IT oleh bank. Ini demi menekan biaya agar lebih murah dalam transformasi digital.
"Kami juga mempercepat perizinan produk dan aktivitas baru. Prosedurnya akan dipersingkat dan disederhanakan dengan mekanisme instant approval. Tapi juga ada aspek penilaian dari kesehatan tertentu," ujar dia.
Sementara itu Direktur Information Technology Bank Mandiri Rico Usthavia Frans mengaku transaksi digital turut meningkatkan potensi kejahatan siber. Untuk itu, teknologi Artificial Intelligence (AI) perlu diterapkan untuk deteksi fraud (penipuan) sedini mungkin.
"Kecanggihan dan kecepatan AI sangat efektif untuk menangani penipuan-penipuan di perbankan. Tidak ada proses manual yang dapat menyaingi kecepatan dan otomasi teknologi AI, sehingga data nasabah akan lebih aman," jelas Rico dalam kesempatan sama.
Rico mengungkapkan, Bank Mandiri telah bekerja sama dengan beberapa vendor yang memiliki teknologi AI untuk melakukan deteksi awal penipuan. Selain efisien, data-data yang dimiliki oleh perusahaan penyedia teknologi AI juga sangat berguna untuk mengamankan data dan transaksi nasabah.
(Baca Juga: Pajak Transaksi Digital Jadi Senjata Baru Dongkrak Penerimaan Negara)
Selain deteksi penipuan, Bank Mandiri juga telah mengaplikasikan teknologi AI pada proses bisnisnya. Contohnya adalah pada proses pengajuan kartu kredit dan KPR yang sudah dibantu teknologi AI.
"Kita sudah terapkan decision engine untuk pengajuan kartu kredit di Bank Mandiri. 90% prosesnya sudah dilakukan oleh AI. Dampaknya, produktivitas kita meningkat hingga 125%," jelas Rico. Teknologi AI diyakini akan membuat proses pengalaman nasabah menjadi lebih cepat dan nyaman. Dengan AI, nasabah akan semakin betah melakukan transaksi karena cepat, praktis, dan aman.
(fai)