Sedih, Nasib Perlindungan Penghasil Devisa Terkatung-katung oleh Lambannya Aturan

Selasa, 20 Oktober 2020 - 06:08 WIB
loading...
Sedih, Nasib Perlindungan Penghasil Devisa Terkatung-katung oleh Lambannya Aturan
Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan bersama BP2MI mengadakan rapat koordinasi di Jakarta, Kamis malam (15/10). Rakor tersebut membahas implementasi UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Pembukaan Rakor dihadiri Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Kepala BP2MI Benny Rhamdani, Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker Suhartono, Dirjen Binalattas Budi Hartawan, dan pejabat tinggi madya dan pratama di lingkungan Kemnaker. ( Baca juga: PT Semen Tonasa Raih Penghargaan SMK3 dari Kementerian Ketenagakerjaan )

Menteri Ida dalam sambutannya mengemukakan sejumlah persoalan menyangkut implementasi UU PPMI yang perlu penanganan segera, seperti pelaksanaan tentang Pasal 39 huruf o.

"Pasal tersebut mengamanatkan bahwa pemerintah pusat mempunyai tugas dan tanggung jawab menyediakan dan memfasilitasi pelatihan CPMI melalui pelatihan vokasi yang anggarannya berasal dari fungsi pendidikan," ujar Ida dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (16/10/2020).

Namun dalam praktiknya, belum ada kejelasan, baik dari tingkat pusat maupun sampai ke provinsi, kabupaten atau kota. “Hal ini harus menjadi prioritas pemikiran kita bersama agar dapat memberi kejelasan kepada pemerintah daerah dan juga memberi kepastian berusaha kepada stakeholder kita, khususnya kepada P3MI,” kata Ida.

Persoalan lain yang dikemukakannya adalah tentang interkoneksi sistem. Dia mengatakan, sampai saat ini, interkoneksi sistem masih menjadi persoalan karena terlalu banyaknya sistem yang ada dalam birokrasi.

"Saya menginginkan semua sistem yang terlibat dalam proses penempatan PMI berpusat pada SISNAKER yang sudah dibuat di Kemnaker," tutur Ida.

Menurutnya, SISNAKER yang telah dibuat dan masih terus dikembangkan ini pada hakikatnya merupakan suatu ekosistem dalam rangkaian layanan ketenagakerjaan, dari mulai layanan antar-kerja, informasi pasar kerja, penyuluhan bimbingan jabatan, perantaraan kerja, pelatihan, sertifikasi, hingga wajib lapor ketenagakerjaan.

“Hal ini penting agar kita mempunyai big data yang real time. Karena data yang valid berdampak pada keputusan yang benar,” ucapnya.

Selain kedua persoalan di atas, ia juga menyinggung sulitnya klaim di BPJS Ketenagakerjaan, pembebasan biaya penempatan PMI, dan pemberdayaan PMI dan keluarga. Sementara Kepala BP2MI Benny Rhamdani menyatakan, terdapat tiga Rancangan Peraturan Pemerintah sebagai amanat UU No. 18/2017 yang masih belum diselesaikan. Padahal, kata Benny, tiga RPP itu sangat dibutuhkan pada waktu sekarang ini.

Ketiga RPP tersebut tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran, serta tentang tugas dan wewenang atase ketenagakerjaan. (Baca juga: PMI yang Akan Dideportasi dari Sabah Kerap Mengalami Pemerasan )

"Pesan Presiden sangat jelas dan tegas, ‘jangan pernah ada lagi PMI kita yang dianiaya di luar negeri. Jangan sampai PMI kita dibebani dengan berbagai biaya dan utang yang pada akhirnya memupus mimpi-mimpi mereka untuk sejahtera, membajak harapan mereka untuk menjadikan keluarga mereka lebih sejahtera’,” terang Benny Rhamdani,

Oleh karena, kata Benny, pasal 4 di Perkabadan secara tegas menyebutkan, PMI dan keluarganya tidak dapat dibebani pinjaman yang dipaksakan secara sepihak oleh pihak mana pun sebagai biaya penempatan yang menimbulkan kerugian sepihak dan/atau berakibat pada pemotongan penghasilan selama bekerja di negara tujuan penempatan.
(uka)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1247 seconds (0.1#10.140)