Pajak Mobil 0% Ditolak, Stimulus Lain Disiapkan

Selasa, 20 Oktober 2020 - 08:15 WIB
loading...
Pajak Mobil 0% Ditolak,...
Pelaku industri automotif di Tanah Air tampaknya harus gigit jari pasalnya Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menolak usulan pembebasan tarif pajak mobil baru sebesar 0%. Foto: dok/SINDONews
A A A
JAKARTA - Pelaku industri automotif di Tanah Air tampaknya harus gigit jari pasalnya Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menolak usulan pembebasan tarif pajak mobil baru sebesar 0%.



Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah akan memberikan stimulus lain dalam memulihkan industri automotif selain melalui pembebasan pajak mobil baru. (Baca: Agar Doa Cepat Dikabulkan, Perhatikan Tiga Hal Ini!)

“Kami tidak mempertimbangkan saat ini untuk memberikan tarif pajak mobil baru sebesar 0% seperti yang disampaikan industri dan dari Kementerian Perindustrian,” kata Sri Mulyani dalam konferensi APBN Kita di Jakarta kemarin.

Dia mengatakan, pemerintah bakal memberikan insentif lain yang dapat dinikmati oleh seluruh industri, bukan hanya industri automotif. Menurutnya, hampir semua sektor industri mengalami dampak berat akibat pandemi Covid-19.

“Kita akan terus coba untuk berikan dukungan-dukungan kepada sektor industri keseluruhan melalui insentif yang kita sudah berikan,” jelasnya.

Saat ini pemerintah telah memberikan insentif untuk dunia usaha berupa pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), pembebasan PPh Pasal 22 impor, diskon angsuran PPh Pasal 25 sebesar 50%, serta restitusi pajak pertambahan nilai (PPN). (Baca juga: Waancara Beasiswa Unggulan Kemendikbud Dilakukan Daring)

Menurutnya, Kementerian Keuangan akan terus mengevaluasi efektivitas pemberian insentif pajak tersebut secara berkala. “Setiap insentif yang kami berikan akan dilakukan evaluasi sangat lengkap sehingga jangan sampai memberikan insentif di satu sisi, tapi memberikan dampak negatif pada kegiatan ekonomi yang lain,” tegasnya.

Kemenkeu mencatat realisasi insentif pajak untuk dunia usaha hingga Rabu (14/10) sudah mencapai Rp29,68 triliun atau 25% dari total anggaran yang disiapkan sebesar Rp120,61 triliun.

Menurut Sri Mulyani, terdapat penambahan realisasi penyerapan insentif pajak sebesar Rp1,61 triliun sepanjang September 2020 dari realisasi penyerapan insentif pajak bulan sebelumnya.

“Untuk insentif usaha terealisasi sebesar Rp29,68 triliun dengan tambahan kenaikan Rp1,61 triliun (pada September),” katanya.

Sekretaris Umum Gaikindo Kukuh Kumara menilai, keputusan soal insentif pajak 0% tersebut perlu kepastian. Jika tidak pasti, ada efek negatif bila terus menggantung, yaitu masyarakat menunda pembelian mobil karena berharap harga mobil akan murah dengan ada insentif tersebut. (Baca juga: Ibu Penyitas Covid-19 Jangan Berhenti Menyusui)

Dia menilai, insentif dari pemerintah bukan ditujukan pada pabrikan mobil. Namun, dalam rangka melakukan recovery perekonomian nasional. “Kontribusi automotif cukup besar, ada 1,5 juta tenaga kerja dan ratusan ribu pemasok. Jadi, insentif itu sebenarnya untuk menyelamatkan industri dan meningkatkan kontribusi terhadap perekonomian nasional,” kata Kukuh saat dihubungi kemarin.

Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam menilai, pemerintah perlu memikirkan insentif terhadap industri automotif. Sebab, saat ini recovery industri automotif di Indonesia kalah jauh dibandingkan Thailand dan Malaysia. Saat ini utilisasi pabrik mobil di Thailand sudah 90%, Malaysia 100%, sedangkan Indonesia baru 46%.

“Memang terkesan industri automotif egois, padahal insentifnya sebenarnya untuk konsumen, bukan untuk pabrikan,” ujar Bob Azam. (Baca juga: DPR Minta Perjokian Kartu Prakerja Diusut Tuntas)

Sehingga apabila insentif dikucurkan, maka masyarakat memiliki daya dukung dalam membeli mobil sehingga akan mendorong pabrikan meningkatkan kapasitas produksi. Bob mengakui saat ini industri automotif nasional berdarah-darah. Dengan utilisasi hanya 45%, pabrikan menanggung kerugian sangat besar. Dengan total kapasitas produksi 2 juta unit per tahun, pabrikan mobil di dalam negeri hanya mampu memproduksi 900.000 unit akibat terhantam pandemi Covid-19 dan penurunan daya beli masyarakat.

“Untuk impas saja utilisasi harus 65%. Apalagi untuk pabrikan yang baru berinvestasi, titik impasnya mereka harus capai dengan utilisasi 80%. Kondisinya sangat berat,” kata Bob.

Meski Demikian, Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menilai Kemenkeu pasti melihat penerimaan perpajakan Indonesia yang turun drastis pada tahun ini dan kemungkinan besar berlanjut pada tahun depan. “Makanya ini sebagai alasan penolakan Bu Ani terhadap rencana pembebasan PPN dan PPnBM untuk mobil baru,” ujarnya saat dihubungi di Jakarta kemarin.

Selain itu, sambung Huda, saat ini insentif perpajakan juga tengah dikaji pemerintah. “Jangan sampai insentif perpajakan keluar dari fungsi pajak sebagai penerimaan negara dan distribusi pendapatan. Penghapusan PPN dan PPnBM tentu akan menggerus penerimaan negara semakin dalam,” cetusnya. (Lihat videonya: Diduga Depresi Sekolah Daring, Pelajar Nekat Bunuh Diri)

Menurutnya, jangan sampai nanti kalangan yang diuntungkan hanyalah kalangan menengah atas dan tentu saja produsen mobil. (Kunthi Fahmar Sandy/Rina Anggraeni/Anton C)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1942 seconds (0.1#10.140)