Kesuksesan Putus Penyebaran COVID-19 Tentukan Pemulihan Ekonomi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pandemi COVID-19 masih terus berlangsung. Karena itu, kebijakan pemerintah dalam menangani wabah ini akan sangat menentukan langkah perbaikan ekonomi nasional ke depannya.
Jika semua perencanaan dan proses penanggulangan kesehatan berjalan baik, diprediksi akhir Mei atau awal Juni wabah virus corona akan berakhir. Jika penularan bisa segera diakhiri, maka perekonomian nasional, meski berat, masih dapat tumbuh hingga 2%.
Agar ekonomi tumbuh positif, pemerintah harus dapat menjaga stabilitas ekonomi dengan melindungi seluruh sektor ekonomi. Tidak boleh sampai mematikan salah satu industri, apalagi jika industri tersebut sudah lama berdiri dan terbukti menyumbang dan menggerakan perekonomian daerah maupun nasional.
Salah satu Industri yang tidak terpengaruh pandemik COVID-19 adalah industri pertanian dan perkebunan. Termasuk Industri hasil tembakau yang dapat menggerakkan perekonomian nasional di masa sulit seperti sekarang.
“Asumsi pertama, COVID-19 selesai di bulan Mei. Kedua, kita juga berharap patner ekonomi yang dalam 2-3 tahun terakhir ini sangat dekat, yakni China juga pulih. Mereka juga sudah mulai bergerak positif ekonominya, sehingga pemulihan dari segi sisi ekonomi mungkin bisa lebih cepat. Sebab ekspor dan impor kita dengan China lumayan cukup besar," kata Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Malang, Prof Dr Chandra Fajri Ananda dalam keterangan tertulisnya, Rabu (15/4/2020).
Dia menjelaskan, dari posisi itu sebenarnya yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa pertumbuhan ekonomi 0% hingga negatif adalah kalau semua yang diharapkan itu tidak berjalan. "Misalnya penularan virusnya masih panjang, (sementara) aspek (program penanggulangan) kesehatan yang dilakukan sekarang tidak bekerja dengan baik. Jadi kebijakan pemerintah untuk menangani covid ini akan sangat menentukan langkah-langkah berikutnya. Kalau tidak berjalan dengan baik maka akan semakin buruk (pertumbuhan ekonominya). Angka minus itu ya realistis," papar Chandra.
Faktanya, jumlah pasien positif COVID-19 dan korban meninggal masih bertambah di awal April ini. Ditambah lagi sebaran penduduk dari Jakarta ke daerah yang mudik masih terus berlangsung. Konsekuensinya target pencegahan penularan baru selesai di bulan Mei cukup berat, kecuali pemerintah daerah melakukan gerakan yang sama dengan pusat.
"Jadi harusnya ada masif tes, orang dites semuanya atau minimal per hari orang di masing-masing daerah ada tes semacam itu. Kalau itu dilakukan saya yakin pertumbuhan ekonomi sekitar 2,3-2,4% masih bisa," kata Chandra.
Lebih lanjut Chandra mengatakan, jika pandemi corona berkepanjangan maka ada kemungkinan kondisi ekonomi makin buruk sehingga diperkirakan tumbuh hanya 1%, karena itu bangsa ini perlu melihat perkembangan negara lain. Persoalannya ekonomi negara lain pun mengalami hal yang sama, didera COVID-19.
"Akhirnya harapan pertumbuhan ekonomi kita sangat tergantung kepada konsumsi masyarakat. Dengan nama istilahnya adalah konsumsi rumah tangga. Selama ini konsumsi rumah tangga itu tumbuhnya sekitar 5%. Tahun 2019 sudah mepet 5%-nya. Jika banyak PHK, kemudian banyak orang-orang yang informal kehilangan pekerjaan, maka konsumsi itu pertumbuhannya mendekati 2% atau 3%. Tentu ini akan mendorong lagi pertubuhan ekonomi kita ke bawah sehingga kita akan mengalami kontraksi. Mungkin Pertumbuhan hanya 1% atau 1,5%," paparnya.
Supaya pandemik segera berakhir, menurut Chandra, pemerintah pusat dan daerah harus bahu membahu mengatasinya secara bersama. Untuk itu, dirinya mendukung penerapan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 19/PMK 07/ 2020 di mana dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) dan dana bagi hasil sumber daya alam (SDA) dapat dipakai pemda untuk membiayai penanggulangan penularan COVID-19. Sebab seluruh sektor ekonomi yang menghasilkan selalu ada dana bagi hasil untuk daerahnya.
Menurut Chandra, Fajri Ananda, PMK dari sisi pemerintah sudah memberi keleluasaan bagi pemda untuk merealokasi anggarannya untuk penanggulangan pandemik. Padahal sebelum ada PMK, untuk dapat menggeser alokasi bagi keperluan lain harus seizin DPRD.
Selain itu, pemda dapat menggunakan dana bagi hasil cukai tembakau guna mengatasi permasalahan ekonomi masyarakat di daerah karena lesunya perekonomian. Contohnya, pemda dapat membebaskan warganya membayar pajak kendaraan bermotor.
“Yang jelas pabrik rokok itu salah satu industri yang bahan bakunya dari dalam negeri. Secara umum mereka paling survive karena tembakau lokal masih bisa dipakai,” paparnya.
Jika semua perencanaan dan proses penanggulangan kesehatan berjalan baik, diprediksi akhir Mei atau awal Juni wabah virus corona akan berakhir. Jika penularan bisa segera diakhiri, maka perekonomian nasional, meski berat, masih dapat tumbuh hingga 2%.
Agar ekonomi tumbuh positif, pemerintah harus dapat menjaga stabilitas ekonomi dengan melindungi seluruh sektor ekonomi. Tidak boleh sampai mematikan salah satu industri, apalagi jika industri tersebut sudah lama berdiri dan terbukti menyumbang dan menggerakan perekonomian daerah maupun nasional.
Salah satu Industri yang tidak terpengaruh pandemik COVID-19 adalah industri pertanian dan perkebunan. Termasuk Industri hasil tembakau yang dapat menggerakkan perekonomian nasional di masa sulit seperti sekarang.
“Asumsi pertama, COVID-19 selesai di bulan Mei. Kedua, kita juga berharap patner ekonomi yang dalam 2-3 tahun terakhir ini sangat dekat, yakni China juga pulih. Mereka juga sudah mulai bergerak positif ekonominya, sehingga pemulihan dari segi sisi ekonomi mungkin bisa lebih cepat. Sebab ekspor dan impor kita dengan China lumayan cukup besar," kata Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Malang, Prof Dr Chandra Fajri Ananda dalam keterangan tertulisnya, Rabu (15/4/2020).
Dia menjelaskan, dari posisi itu sebenarnya yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa pertumbuhan ekonomi 0% hingga negatif adalah kalau semua yang diharapkan itu tidak berjalan. "Misalnya penularan virusnya masih panjang, (sementara) aspek (program penanggulangan) kesehatan yang dilakukan sekarang tidak bekerja dengan baik. Jadi kebijakan pemerintah untuk menangani covid ini akan sangat menentukan langkah-langkah berikutnya. Kalau tidak berjalan dengan baik maka akan semakin buruk (pertumbuhan ekonominya). Angka minus itu ya realistis," papar Chandra.
Faktanya, jumlah pasien positif COVID-19 dan korban meninggal masih bertambah di awal April ini. Ditambah lagi sebaran penduduk dari Jakarta ke daerah yang mudik masih terus berlangsung. Konsekuensinya target pencegahan penularan baru selesai di bulan Mei cukup berat, kecuali pemerintah daerah melakukan gerakan yang sama dengan pusat.
"Jadi harusnya ada masif tes, orang dites semuanya atau minimal per hari orang di masing-masing daerah ada tes semacam itu. Kalau itu dilakukan saya yakin pertumbuhan ekonomi sekitar 2,3-2,4% masih bisa," kata Chandra.
Lebih lanjut Chandra mengatakan, jika pandemi corona berkepanjangan maka ada kemungkinan kondisi ekonomi makin buruk sehingga diperkirakan tumbuh hanya 1%, karena itu bangsa ini perlu melihat perkembangan negara lain. Persoalannya ekonomi negara lain pun mengalami hal yang sama, didera COVID-19.
"Akhirnya harapan pertumbuhan ekonomi kita sangat tergantung kepada konsumsi masyarakat. Dengan nama istilahnya adalah konsumsi rumah tangga. Selama ini konsumsi rumah tangga itu tumbuhnya sekitar 5%. Tahun 2019 sudah mepet 5%-nya. Jika banyak PHK, kemudian banyak orang-orang yang informal kehilangan pekerjaan, maka konsumsi itu pertumbuhannya mendekati 2% atau 3%. Tentu ini akan mendorong lagi pertubuhan ekonomi kita ke bawah sehingga kita akan mengalami kontraksi. Mungkin Pertumbuhan hanya 1% atau 1,5%," paparnya.
Supaya pandemik segera berakhir, menurut Chandra, pemerintah pusat dan daerah harus bahu membahu mengatasinya secara bersama. Untuk itu, dirinya mendukung penerapan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 19/PMK 07/ 2020 di mana dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) dan dana bagi hasil sumber daya alam (SDA) dapat dipakai pemda untuk membiayai penanggulangan penularan COVID-19. Sebab seluruh sektor ekonomi yang menghasilkan selalu ada dana bagi hasil untuk daerahnya.
Menurut Chandra, Fajri Ananda, PMK dari sisi pemerintah sudah memberi keleluasaan bagi pemda untuk merealokasi anggarannya untuk penanggulangan pandemik. Padahal sebelum ada PMK, untuk dapat menggeser alokasi bagi keperluan lain harus seizin DPRD.
Selain itu, pemda dapat menggunakan dana bagi hasil cukai tembakau guna mengatasi permasalahan ekonomi masyarakat di daerah karena lesunya perekonomian. Contohnya, pemda dapat membebaskan warganya membayar pajak kendaraan bermotor.
“Yang jelas pabrik rokok itu salah satu industri yang bahan bakunya dari dalam negeri. Secara umum mereka paling survive karena tembakau lokal masih bisa dipakai,” paparnya.
(fai)