Pertanyaan Besar! Kapan Ekonomi RI Bisa Sampai ke Kondisi Sebelum Pandemi?

Rabu, 04 November 2020 - 08:22 WIB
loading...
Pertanyaan Besar! Kapan...
Pertumbuhan ekonomi di kuartal III 2020 menunjukkan adanya perbaikan, meskipun nilainya masih tetap minus. Kendati demikian, hal itu ditaksir belum menjadikan perekonomian bakal kembali pulih dengan cepat. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi di kuartal III 2020 menunjukkan adanya perbaikan, meskipun nilainya masih tetap minus. Kendati demikian, hal itu ditaksir belum menjadikan perekonomian bakal kembali pulih dengan cepat.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal menilai tren positif itu sudah sesuai prediksi. Menurut dia, hal itu dilatari kontraksi ekonomi yang terjadi di kuartal III lebih menurun dibandingkan kuartal sebelumnya.

“Kita sudah lama prediksi itu, kontraksinya akan lebih sedikit dibandingkan kuartal II. Diprediksikan arahnya memang makin baik,” kata Faisal kepada SINDO.

(Baca Juga: Airlangga Sebut Ekonomi RI Lebih Tangguh dari China )

Kendati begitu, pemulihan ekonomi tidak bisa berjalan cepat. Ia menilai kemungkinan pertumbuhan seperti sebelum terjadinya pandemi masih sangat kecil. Tak hanya tahun depan, pada 2022 juga masih dipertanyakan pertumbuhan ekonomi akan kembali normal di angka 5%.

“Jadi masalahnya, kita bisa sampai ke kondisi sebelum pandemi itu kapan? Ke depannya, kita khawatirkan lambat sekali pemulihannya. Ini menjadi risiko buat kita,” jelasnya.

Kondisi tersebut juga dipicu karena kondisi ketidakpastian pandemi yang belum diketahui kapan akan selesai. CORE Indonesia memprediksi puncak pandemi bakal terjadi tahun depan. Bahkan, tidak menutup kemungkinan juga setelah mencapai puncak, lonjakan kasus bisa terjadi lagi atau gelombang kedua seperti di negara-negara lainnya.

“Kita khawatirkan ekonomi di bawah kondisi sebelum pandemi itu akan lebih lama daripada yang kita perkirakan. Itu yang menjadi risikonya,” sambung dia.

(Baca Juga: Ketempelan Resesi, Ekonomi RI Diprediksi -1,7 Persen di 2020 )

Menurut dia, inflasi 0,07 yang terjadi menurut catatan BPS di Oktober 2020 masih sangat kecil. Jika dikalkulasikan sejak awal tahun ini, inflasi masih sekitar 0,95%. Hingga Desember nanti, kenaikannya hanya mencapai sekitar 1,2% saja.

“Jadi itu paling rendah. Ini menggambarkan demand yang jelas masih sangat tertekan. Meskipun di kuartal III sudah lebih baik, tetap terjadi kontraksi. Bahkan, kuartal IV pun masih saya khawatirkan masih terjadi kontraksi,” ujarnya.

Faisal menilai dari segi kebijakan atau strategi pemulihan ekonomi nasional sudah cukup maksimal. Namun, apapun kebijakan atau stimulus yang diberikan dari sisi ekonomi, tidak akan bisa ekspansi sepanjang pandeminya masih ada.

“Yang bisa kita harapkan efek dari stimulus, bansos, segala macam kebijakan di sisi PEN, hanya untuk meredam supaya tidak drop, supaya tidak anjlok saja. Untuk pengusaha misalnya, sebagai survival mereka supaya tidak bangkrut. Tapi, tidak lantas bisa kita harapkan untuk mereka ekspansi, apalagi sebelum ada pandemi,” terang dia.

“Sepanjang pandemi masih ada, tekanan juga masih ada. Sepanjang pandemi masih ada, jangan harap kondisi pertumbuhan ekonomi akan balik seperti sebelum pandemi. PR terbesar pemerintah ya selesaikan dulu wabahnya, baru kita bisa berbicara masalah ekspansi ekonomi,” tukasnya.

Negara lain yang bisa kembali (bounce back) adalah yang sudah menyelesaikan pandemi. China misalnya, kontraksinya hanya terjadi di kuartal I. Di kuartal berikutnya sudah membaik. Pada kuartal III diprediksi akan lebih tinggi lagi. Bahkan, tahun depan diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi dibandingkan 2019.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0825 seconds (0.1#10.140)