Pengamat: UU Cipta Kerja Harus Dimaknai Agar Indonesia Naik Kelas

Senin, 16 November 2020 - 16:53 WIB
loading...
Pengamat: UU Cipta Kerja Harus Dimaknai Agar Indonesia Naik Kelas
Peneliti bidang Ekonomi, The Indonesian Institute Center for Public Policy Research (TII) UU Cipta Kerja hendaknya dimaknai sebagai kerja sama antara semua pihak untuk sama-sama membawa Indonesia naik kelas. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Peneliti bidang Ekonomi, The Indonesian Institute Center for Public Policy Research (TII) M. Rifki Fadilah mengatakan, Undang-undang (UU) Cipta Kerja diyakini akan menciptakan efisiensi regulasi seiring dengan dihapusnya beberapa pasal dan UU yang menghambat pada perizinan usaha dan investasi .

"UU Cipta Kerja merupakan solusi dari salah satu permasalahan yang ditekankan oleh penilaian EODB (Ease of Doing Business) untuk Indonesia, yaitu persoalan perizinan hingga ketidakpastian hukum yang menjadi hambatan bagi pelaku usaha untuk berinvestasi," kata M Rifki di Jakarta, Senin (16/11/2020).

(Baca Juga: Gercep, Aturan Turunan Omnibus Law Ditarget Rampung November Ini )

Selain itu, UU Cipta Kerja ini juga dapat meminimalisir terjadinya praktik institutional corruption di sektor manufaktur, karena berkurangnya transaction costs pada perizinan usaha dan investasi. Secara teori, institutional corruption adalah jenis korupsi yang strategik dan sistemik yang dapat menghambat atau melemahkan suatu institusi untuk mencapai tujuannya.

Korupsi semacam ini, lanjut dia, berpotensi untuk menyalahgunakan wewenang dan aturan di badan pemerintahan, yang dapat dilakukan oleh orang-orang yang memiliki uang dan pengaruh. Badan pemerintahan yang seharusnya bertujuan untuk mengayomi dan mendahulukan kepentingan publik, justru berubah haluan menjadi mendahulukan kepentingan orang-orang yang memberikan “amplop” paling banyak.

"Dengan demikian, UU Cipta Kerja diharapkan dapat menghindarkan biaya-biaya yang tidak diperlukan (transaction cost) karena adanya institutional corruption yang terjadi pada pihak-pihak tertentu," jelasnya.

Menurutnya, UU Cipta Kerja berpotensi secara langsung maupun tidak langsung untuk mendorong kemudahan berusaha dan berinvestasi, khususnya ke sektor manufaktur. Sektor manufaktur merupakan sektor yang dapat berfungsi sebagai sektor padat karya yang mampu menyerap angkatan kerja Indonesia.

(Baca Juga: KSP: Negara Beri Jaminan Kehilangan Pekerjaan Melalui UU Ciptaker )

UU Cipta Kerja juga ditujukan untuk membantu menjawab permasalahan dan memenuhi kebutuhan masyarakat yang ada. Misalnya lewat peraturan yang sinkron dan proses yang sederhana dan akuntabel, serta penegakan hukum berdasarkan regulasi yang relevan dan efektif, untuk mendukung kebebasan ekonomi dan berusaha setiap orang, oleh Pemerintah, baik di tataran pusat maupun daerah.

"Terlepas dari pro dan kontranya, dan tentu dengan terus memberikan masukan dan kritik yang konstruktif dalam penerapannya, sampai di sini, kita perlu memaknai bahwa semangat UU Cipta Kerja adalah untuk melakukan reformasi domestik dengan harapan Indonesia semakin memiliki daya saing yang kompetitif di pasar global," paparnya.

Dengan Indonesia kompetitif di pasar global, maka investasi akan datang. Ketika investasi datang, maka putaran berikutnya akan menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih luas. Ketika lapangan pekerjaan tercipta, maka penduduk Indonesia kini memiliki pendapatan yang dapat digunakan untuk membawanya kepada akses pendidikan, kesehatan, dan juga kehidupan yang lebih baik.

Hal ini jika tercapai akan berefek juga kepada peningkatan kesejahteraan. Artinya, secara makro, efek domino ini juga akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi. "Oleh sebab itu, UU Cipta Kerja hendaknya dimaknai sebagai kerja sama antara semua pihak untuk sama-sama membawa Indonesia naik kelas ke arah yang lebih baik dan mampu mewujudkan masyarakat yang lebih sejahtera," pungkasnya.
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1219 seconds (0.1#10.140)