Analis: Fundamental Jangka Panjang PGAS Tetap Solid
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sejak awal pekan ini harga saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) terus menguat. Setelah di akhir pekan sebelumnya berada di level Rp1.180 per saham , Jumat (13/11) lalu saham berkode PGAS ini melesat 15,6% ke posisi Rp1.365 per saham.
Melesatnya harga saham PGN ini terjadi di tengah berbagai upaya efisiensi yang dilakukan oleh perusahaan. Salah satunya proyek pipa minyak Rokan yang biayanya dipangkas hingga USD150 juta atau senilai Rp2,1 triliun menjadi USD300 juta.
Selain langkah efisiensi, sejak kebijakan pemerintah menetapkan harga gas untuk tujuh sektor industri tertentu, termasuk PLN di kisaran USD6 per mmbtu, pelanggan baru PGN dari sektor industri juga terus bertambah. Pada September 2020, penyerapan gas bumi PGN di tujuh sektor industri itu naik menjadi 230 billion british thermal unit per day (BBTUD) dari sebelumnya 219 BBTUD di Agustus 2020.
(Baca Juga: Efisiensi Proyek Pipa Minyak Rokan, Bisnis PGN Dinilai Bakal Lebih Kuat)
Ada lima pelanggan baru yang beralih menggunakan gas PGN seperti PT Krakatau Steel Tbk, PT Krakatau Wajatama, PT Krakatau POSCO, PT Indonesia Pos Chemtech Cosun Red dan PT Stollberg Samil Indonesia. Kelima perusahaan itu menyerap gas sebanyak 10-15 BBTUD.
Dengan penerapan harga gas industri tertentu oleh pemerintah tersebut, margin PGN dari bisnis gas bumi saat ini menjadi sekitar USD 2 per mmbtu. Ini terjadi mengingat 61 persen dari penjualan gas PGN sebanyak 811 mmscfd sampai kuartal III 2020, dialokasikan untuk industri tertentu.
Analis pasar modal Fendi Susiyanto menilai kebijakan harga gas industri akan mempengaruhi fundamental bisnis PGN. Menurutnya ada tiga value driver Utama bagi PGN, pertama efesiensi, kedua peningkatan volume, dan ketiga perubahan bisnis model yang lebih efektif.
Dampak dari harga gas yang teregulasi itu membuat potensi pertumbuhan revenue dan EBITDA perseroan akan berbeda dibandingkan sebelumnya.
"Intinya tidak tepat jika melihat proyeksi PGAS hanya dari satu sisi yaitu harga yang teregulasi turun, tapi harus dilihat juga dari potensi meningkatnya volume penjualan dan efisiensi yang gencar dilakukan," ujar Fendi, pendiri Finvesol Consulting di Jakarta, Kamis (19/11/2020).
Lebih lanjut Fendi menjelaskan, sebagai perusahaan yang menguasai lebih dari 80% jaringan gas bumi di Indonesia, kinerja PGN akan menjadi semakin stabil. Apalagi dengan harga gas yang lebih efisien dan ramah lingkungan dibandingkan bahan bakar lain, seperti minyak bumi dan batubara, PGN memiliki ruang yang besar untuk meningkatkan volume gasnya.
Melesatnya harga saham PGN ini terjadi di tengah berbagai upaya efisiensi yang dilakukan oleh perusahaan. Salah satunya proyek pipa minyak Rokan yang biayanya dipangkas hingga USD150 juta atau senilai Rp2,1 triliun menjadi USD300 juta.
Selain langkah efisiensi, sejak kebijakan pemerintah menetapkan harga gas untuk tujuh sektor industri tertentu, termasuk PLN di kisaran USD6 per mmbtu, pelanggan baru PGN dari sektor industri juga terus bertambah. Pada September 2020, penyerapan gas bumi PGN di tujuh sektor industri itu naik menjadi 230 billion british thermal unit per day (BBTUD) dari sebelumnya 219 BBTUD di Agustus 2020.
(Baca Juga: Efisiensi Proyek Pipa Minyak Rokan, Bisnis PGN Dinilai Bakal Lebih Kuat)
Ada lima pelanggan baru yang beralih menggunakan gas PGN seperti PT Krakatau Steel Tbk, PT Krakatau Wajatama, PT Krakatau POSCO, PT Indonesia Pos Chemtech Cosun Red dan PT Stollberg Samil Indonesia. Kelima perusahaan itu menyerap gas sebanyak 10-15 BBTUD.
Dengan penerapan harga gas industri tertentu oleh pemerintah tersebut, margin PGN dari bisnis gas bumi saat ini menjadi sekitar USD 2 per mmbtu. Ini terjadi mengingat 61 persen dari penjualan gas PGN sebanyak 811 mmscfd sampai kuartal III 2020, dialokasikan untuk industri tertentu.
Analis pasar modal Fendi Susiyanto menilai kebijakan harga gas industri akan mempengaruhi fundamental bisnis PGN. Menurutnya ada tiga value driver Utama bagi PGN, pertama efesiensi, kedua peningkatan volume, dan ketiga perubahan bisnis model yang lebih efektif.
Dampak dari harga gas yang teregulasi itu membuat potensi pertumbuhan revenue dan EBITDA perseroan akan berbeda dibandingkan sebelumnya.
"Intinya tidak tepat jika melihat proyeksi PGAS hanya dari satu sisi yaitu harga yang teregulasi turun, tapi harus dilihat juga dari potensi meningkatnya volume penjualan dan efisiensi yang gencar dilakukan," ujar Fendi, pendiri Finvesol Consulting di Jakarta, Kamis (19/11/2020).
Lebih lanjut Fendi menjelaskan, sebagai perusahaan yang menguasai lebih dari 80% jaringan gas bumi di Indonesia, kinerja PGN akan menjadi semakin stabil. Apalagi dengan harga gas yang lebih efisien dan ramah lingkungan dibandingkan bahan bakar lain, seperti minyak bumi dan batubara, PGN memiliki ruang yang besar untuk meningkatkan volume gasnya.