Pasca Covid-19, IHW Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di Bawah 4%
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW) Ikhsan Abdullah memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pasca pandemi Covid-19 akan turun dari 3% menjadi hanya 1,5%, bahkan tidak menutup kemungkinan lebih rendah dari itu.
Dalam Focus Group Discussion (FGD) yang dilakukan IHW via zoom dan YouTube bersama sejumlah narasumber dan peserta diskusi, pandemi Covid-19 telah mengganggu perekonomian dunia dan Indonesia.
Gangguan tersebut terlihat dari menurunnya pertumbuhan ekonomi Indonesia, dimana pada kuartal I 2020 menjadi 2,7%. "Pasca Covid-19, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya bisa 4% atau lebih rendah, tergantung seberapa lama dan seberapa parah parah penyebaran pandemi Covid-19 mempengaruhi atau bahkan melumpuhkan kegiatan masyarakat dan aktivitas perekonomian," terangnya dalam FGD secara online di Jakarta, Senin (11/5/2020).
Ikhsan Abdullah menerangkan Covid-19 telah berdampak dan membuat semakin memburuknya sistem keuangan, yang ditunjukkan dengan penurunan berbagai aktivitas ekonomi domestik. Karena itu, diperlukan langkah-langkah penanganan pandemi yang berisiko pada ketidakstabilan makroekonomi. "Hal ini (sistem keuangan) perlu dimitigasi bersama oleh pemerintah," tukasnya.
Penyebaran pandemi covid-19 yang memberikan dampak dan mengancam pertumbuhan ekonomi Indonesia, papar Ikhsan, antara lain karena menurunnya penerimaan negara serta ketidakpastian ekonomi global yang memerlukan kebijakan dan langkah-langkah luar biasa (extraordinary).
Adapun langkah yang luar biasa tersebut adalah dibidang keuangan negara termasuk dibidang perpajakan dan keuangan daerah serta sektor keuangan yang harus segera diambil pemerintah dan lembaga-lembaga terkait guna mengatasi kondisi mendesak dalam rangka penyelamatan kesehatan, perekonomian nasional, dengan fokus pada belanja kesehatan, jaring pengaman sosial (social safety net) serta pemulihan dunia usaha yang terdampak.
Untuk mengatasi itu semua, lanjut Ikhsan, diperlukan perangkat hukum yang memadai untuk memberikan landasan yang kuat bagi pemerintah dan lembaga-lembaga terkait untuk pengambilan kebijakan dan langkah-langkah dimaksud.
Presiden Jokowi, menurutnya, telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 mengenai kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19 dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan.
Dalam pernyataan resminya, Presiden Jokowi memutuskan total tambahan belanja dan pembiayaan APBN tahun 2020 untuk penanganan Covid-19 adalah Rp405,1 triliun.
Total anggaran tersebut akan dialokasikan Rp75 triliun untuk belanja bidang kesehatan, sebesar Rp110 triliun untuk perlindungan sosial serta Rp70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus Kredit Usaha Rakyat.
Kemudian sebesar Rp150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional termasuk restrukturisasi kredit serta penjaminan dan pembiayaan dunia usaha khususnya terutama usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah.
Dalam menghadapi Covid-19, lanjut Ikhsan berbagai lembaga negara maupun pemerintahan telah mengeluarkan berbagai kebijakan mengenai pandemi global ini, salah satunya adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
OJK juga mengeluarkan kebijakan stimulus keuangan untuk memberi ruang bagi Industri Jasa Keuangan dan masyarakat yang terdampak secara langsung maupun tidak langsung akibat Covid-19.
FGD yang diinisiasi oleh Indonesia Halal Watch (IHW) turut hadir Dr. Mardi Candra, S.Ag Ahli Hukum Syariah Hakim Yustisial Mahkamah Agung RI, Dr. Ir. Lukmanul Hakim Staf Khusus Wakil Presiden Bidang Ekonomi dan Keuangan, Prof. Dr. Zaenal Arifin Husein, Wakil Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan MUI, Prof. Dr. Jaih Mubarok Wakil Ketua Dewan Syariah Nasional MUI, Mustolih Siradj, SH.i Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) Dosen FSH UIN Jakarta, H. Ayep Zaki, SE Ketua Umum FKDB, Pengusaha Agrobisnis (on farm) Fokus dibidang peningkatan budi daya pertanian dan Partner IAP Law Firm, H. Syaeful Anwar, SH.
Dalam Focus Group Discussion (FGD) yang dilakukan IHW via zoom dan YouTube bersama sejumlah narasumber dan peserta diskusi, pandemi Covid-19 telah mengganggu perekonomian dunia dan Indonesia.
Gangguan tersebut terlihat dari menurunnya pertumbuhan ekonomi Indonesia, dimana pada kuartal I 2020 menjadi 2,7%. "Pasca Covid-19, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya bisa 4% atau lebih rendah, tergantung seberapa lama dan seberapa parah parah penyebaran pandemi Covid-19 mempengaruhi atau bahkan melumpuhkan kegiatan masyarakat dan aktivitas perekonomian," terangnya dalam FGD secara online di Jakarta, Senin (11/5/2020).
Ikhsan Abdullah menerangkan Covid-19 telah berdampak dan membuat semakin memburuknya sistem keuangan, yang ditunjukkan dengan penurunan berbagai aktivitas ekonomi domestik. Karena itu, diperlukan langkah-langkah penanganan pandemi yang berisiko pada ketidakstabilan makroekonomi. "Hal ini (sistem keuangan) perlu dimitigasi bersama oleh pemerintah," tukasnya.
Penyebaran pandemi covid-19 yang memberikan dampak dan mengancam pertumbuhan ekonomi Indonesia, papar Ikhsan, antara lain karena menurunnya penerimaan negara serta ketidakpastian ekonomi global yang memerlukan kebijakan dan langkah-langkah luar biasa (extraordinary).
Adapun langkah yang luar biasa tersebut adalah dibidang keuangan negara termasuk dibidang perpajakan dan keuangan daerah serta sektor keuangan yang harus segera diambil pemerintah dan lembaga-lembaga terkait guna mengatasi kondisi mendesak dalam rangka penyelamatan kesehatan, perekonomian nasional, dengan fokus pada belanja kesehatan, jaring pengaman sosial (social safety net) serta pemulihan dunia usaha yang terdampak.
Untuk mengatasi itu semua, lanjut Ikhsan, diperlukan perangkat hukum yang memadai untuk memberikan landasan yang kuat bagi pemerintah dan lembaga-lembaga terkait untuk pengambilan kebijakan dan langkah-langkah dimaksud.
Presiden Jokowi, menurutnya, telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 mengenai kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19 dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan.
Dalam pernyataan resminya, Presiden Jokowi memutuskan total tambahan belanja dan pembiayaan APBN tahun 2020 untuk penanganan Covid-19 adalah Rp405,1 triliun.
Total anggaran tersebut akan dialokasikan Rp75 triliun untuk belanja bidang kesehatan, sebesar Rp110 triliun untuk perlindungan sosial serta Rp70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus Kredit Usaha Rakyat.
Kemudian sebesar Rp150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional termasuk restrukturisasi kredit serta penjaminan dan pembiayaan dunia usaha khususnya terutama usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah.
Dalam menghadapi Covid-19, lanjut Ikhsan berbagai lembaga negara maupun pemerintahan telah mengeluarkan berbagai kebijakan mengenai pandemi global ini, salah satunya adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
OJK juga mengeluarkan kebijakan stimulus keuangan untuk memberi ruang bagi Industri Jasa Keuangan dan masyarakat yang terdampak secara langsung maupun tidak langsung akibat Covid-19.
FGD yang diinisiasi oleh Indonesia Halal Watch (IHW) turut hadir Dr. Mardi Candra, S.Ag Ahli Hukum Syariah Hakim Yustisial Mahkamah Agung RI, Dr. Ir. Lukmanul Hakim Staf Khusus Wakil Presiden Bidang Ekonomi dan Keuangan, Prof. Dr. Zaenal Arifin Husein, Wakil Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan MUI, Prof. Dr. Jaih Mubarok Wakil Ketua Dewan Syariah Nasional MUI, Mustolih Siradj, SH.i Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) Dosen FSH UIN Jakarta, H. Ayep Zaki, SE Ketua Umum FKDB, Pengusaha Agrobisnis (on farm) Fokus dibidang peningkatan budi daya pertanian dan Partner IAP Law Firm, H. Syaeful Anwar, SH.
(bon)