Perdagangan Bebas Indonesia-Australia Bisa Membantu Ekonomi saat Pandemi

Selasa, 12 Mei 2020 - 00:07 WIB
loading...
Perdagangan Bebas Indonesia-Australia Bisa Membantu Ekonomi saat Pandemi
Ilustrasi bendera Indonesia dan Australia. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Perjanjian Perdagangan Bebas (Free Trade Agreement) antara Indonesia dan Australia akan berlaku efektif mulai 5 Juli 2020 mendatang. Perjanjian ini diharapkan memberikan dorongan bagi para eksportir di tengah penurunan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Selain itu, juga memberikan manfaat baik bagi pelaku bisnis kedua negara di bidang-bidang lainnya.

Ahli dari Monash Australia, Giovanni Di Lieto mengatakan Australia beruntung perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia telah rampung sebelum krisis Covid-19 melanda. Karena kalau tidak, Australia tidak akan pernah bisa mendapatkan konsesi yang menguntungkan untuk mengakses pasar Indonesia yang terus berkembang.

"Mereka yang mendapatkan manfaat tersebut adalah sejumlah perusahaan Australia yang ingin mengekspor produk susu dan berinvestasi ke layanan yang berkaitan dengan pendidikan tinggi, pertambangan, perawatan kesehatan, pariwisata, telekomunikasi, energi, transportasi dan konstruksi," ujar Giovanni dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (11/5/2020).

Namun, ia ragu Indonesia akan memberikan akses terhadap pasar yang besar (jika hal ini menjadi bagian dari negosiasi saat ini), karena target pertumbuhan PDB Indonesia yang luar biasa untuk tahun 2019 telah diturunkan menjadi 4,8%.

Pada saat yang sama, ekonomi Australia diperkirakan akan jatuh ke dalam resesi yang dalam (setara dengan -6,8%) untuk pertama kalinya dalam hampir 30 tahun.

Hari ini, Australia harus mengalah terhadap pada isu-isu yang sensitif secara politik di Indonesia, seperti akses pasar tenaga kerja dan imigrasi ke Australia, serta rendahnya perlindungan untuk investasi modal ke Indonesia.

"Namun, terlepas bagaimana kesepakatan dagang baru ini menguntungkan Australia, semakin lama krisis ekonomi pasca Covid-19 berlangsung, maka Indonesia akan semakin diuntungkan lewat kemitraan kemitraan ekonomi tersebut," lanjut Giovanni.

Meski demikian, kesepakatan perdagangan bebas itu juga menandai era baru hubungan Australia-Indonesia yang lebih erat, sebuah penanda positif di kawasan Indo-Pasifik yang dinamis serta cenderung tidak stabil karena berada di pusaran episentrum perang dagang antara Amerika Serikat dan Republik Rakyat China. Hal itu menunjukkan pergeseran kebijakan yang tadinya hanya meliputi aspek perdagangan kini berubah ke arah kebijakan keamanan.

Sejalan dengan kepentingan bersama mereka terhadap Amerika Serikat, Australia dan Indonesia kini memiliki target untuk mempererat hubungan bilateral dengan negara kekuatan menengah lainnya yang ingin melindungi posisi dari kekuatan besar di kawasan Samudra Hindia dan Pasifik, terlebih fakta bahwa pandemi Covid-19 secara dramatis telah meningkatkan pergerakan persaingan geopolitik AS-China untuk mendominasi kawasan Asia.

Strategi Presiden AS Donald Trump untuk menahan kebangkitan China sebagai negara adikuasa global menunjukkan sekuritisasi perdagangan dan investasi Indo-Pasifik siap untuk mengimbangi mundurnya geopolitik AS dari kekuatan inti di Asia.

"Di satu sisi, hal ini dapat merusak hubungan perdagangan dan investasi Australia dan Indonesia dengan China dan mitra terdekatnya di Asia; namun disisi lain, hal tersebut dapat membentengi kepentingan keamanan dan ekonomi Australia dan Indonesia dari bahaya kemunduran strategis AS dari inti Asia dan ke dalam lingkaran Indo-Pasifik," ungkapnya.

Dengan basis ekonomi murni dan serta asumsi bahwa rute perdagangan geopolitik dengan China akan tetap stabil dalam periode jangka panjang pasca-pandemi, Australia dan Indonesia berada di posisi yang tepat untuk mengisi kesenjangan yang ditinggalkan oleh hubungan perdagangan AS-China yang hancur, demikian halnya dengan keuntungan komersial besar yang tercipta akibat pengalihan perdagangan China-Amerika, seperti yang mampu dilakukan Vietnam dalam dua tahun terakhir.

"Tetapi Australia dan Indonesia dapat melakukannya hanya dengan mengatasi tantangan pada sistem multilateralisme WTO yang mulai usang dan dengan mendorong hubungan perdagangan dan investasi bilateral yang lebih strategis dan mengingat potensi dinamika geopolitik pasca Covid-19," pungkas Giovanni.
(bon)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1860 seconds (0.1#10.140)