Menko Airlangga: Masyarakat Tak Lagi Menganggap Pengelolaan Lahan Hutan Sebagai Usaha Sampingan

Minggu, 13 Desember 2020 - 00:00 WIB
loading...
Menko Airlangga: Masyarakat Tak Lagi Menganggap Pengelolaan Lahan Hutan Sebagai Usaha Sampingan
Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pemerintah terus menunjukan komitmennya dalam menjaga kelestarian lingkungan . Komitmen itu disampaikan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian terkait penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) aturan turunan UU Ciptaker untuk sektor lingkungan hidup dan kehutanan.

Saat ini, pemerintah telah menyusun 40 RPP dan empat peraturan presiden (perpres) aturan pelaksana UU Ciptaker. Pemerintah memandang Program Perhutanan Sosial yang digulirkan pemerintah sejak 2007 telah memberi banyak manfaat kepada masyarakat yang tinggal di sekitar hutan negara dan hutan adat (hak).

Oleh sebab itu, pemerintah memastikan keberlangsungan program itu. Bahkan, memperkuatnya melalui UU Ciptaker No. 11 Tahun 2020. Melalui regulasi itu, pemerintah berharap akan terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan hutan, dengan tetap mempertimbangkan keseimbangan antara lingkungan dan dinamika sosial budaya.

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menerangkan, masyarakat sekitar hutan mengalami peningkatan kesejahteraan buah dari kebijakan pemerintah memberikan sertifikasi akses mengelola lahan hutan. ( Baca juga:Aktivitas Ekonomi Mulai Bergerak, Airlangga Lihat Peluang Kinclong di 2021 )

“Dengan kebijakan itu, sekarang masyarakat tidak lagi menganggap upaya pengelolaan lahan hutan sebagai usaha sampingan, tetapi usaha pokok dengan skala yang cukup besar,” kata Airlangga dalam keterangan resminya, Sabtu (12/12/2020).

Dalam catatan pemerintah, Program Perhutanan Sosial memiliki tiga dampak terhadap masyarakat. Pertama, dampak ekonomi. Program Perhutanan Sosial secara tidak langsung memberikan pekerjaan baru kepada masyarakat.

Jika melihat pada data statistik, ada sekitar 800 ribu kepala keluarga (KK) yang sudah mempunyai pendapatan akses kelola hutan. Kedua, dampak sosial. Sekarang, masyarakat tidak lagi merasa cemas karena dapat melakukan pengelolaan kawasan hutan secara legal.

Adanya UU Cipta Kerja juga diharapkan mampu mengurangi ketimpangan penguasaan hutan antara masyarakat luas dengan korporasi. Terakhir, ketiga, yaitu dampak lingkungan. Dengan adanya pelembagaan yang legal dari pemerintah, maka masyarakat sekitar tidak bisa membuka lahan dengan cara membakar atau dengan penebangan liar yang mengganggu kelestarian hutan. ( Refly Harun: Pasal 160 KUHP Tidak Bisa Dikenakan kepada Habib Rizieq )

"Dengan masuknya perhutanan sosial dalam UU Cipta Kerja, pemerintah membuka investasi untuk masyarakat luas, namun tetap harus dalam koridor pelestarian lingkungan," terangnya.

Selain itu, lanjut Airlangga, UU Cipta Kerja juga mengatur pemberdayaan ekonomi masyarakat berbasis perhutanan sosial untuk peningkatan ekonomi nasional.

“Bila dikelola secara klaster, kemudian kita dukung dengan kredit usaha rakyat (KUR) dan diikuti dengan pendampingan, produk yang dihasilkan akan memiliki daya saing tinggi, dan harapannya bisa diekspor. Saat ini, Program Perhutanan Sosial telah memberikan ruang pekerjaan baru bagi sekitar 800 hingga 900 ribu KK,” tutupnya.
(uka)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 1.1778 seconds (0.1#10.140)