Perluas Akses Informasi Soal PLTS Atap, SolarHub Bantu Warga
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pelanggan PLN yang menggunakan PLTS atap meningkat dalam tiga tahun terakhir, dari 268 pada tahun 2017 menjadi lebih dari 2.500 pelanggan hingga Oktober 2020. Kenaikan itu dipicu oleh berbagai faktor, adanya regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah (Permen ESDM Nomor 49/2018 yang direvisi dengan Permen ESDM Nomor 13/2019 dan Permen ESDM Nomor 16/2019).
Ditambah semakin banyaknya perusahaan penyedia layanan pemasangan PLTS atap, dan juga meningkatnya ketertarikan masyarakat untuk menggunakan PLTS atap sebagai bagian dari gaya hidup. Kendati demikian, kenaikan itu masih belum cukup untuk mengejar target energi surya sesuai dengan Rencana Umum Energi Nasional (6,5 GW pada 2025).
(Baca Juga: Akselerasi Pengembangan PLTS Atap, Kejar Target Bauran EBT )
Serta juga mencapai target Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap yaitu 1 GW kumulatif PLTS atap pada 2020. Di luar mandatory penggunaan PLTS atap pada bangunan pemerintah, keterlibatan sektor residensial, bisnis atau komersial, industri, dan UMKM memegang peran penting dan dominan untuk mempercepat laju pemanfaatan PLTS atap di Indonesia.
“Persepsi kelompok masyarakat serta pelaku usaha di sektor bisnis dan UMKM terhadap PLTS atap sebenarnya sangat positif, mereka juga tertarik untuk menggunakannya. Survei pasar kami di Jabodetabek menunjukkan 7 dari 10 orang pemilik rumah tertarik dengan PLTS atap," ujar Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa.
Namun dia memberikan catatan bahwa, hanya 8% yang merasa ini relevan karena masih belum paham dengan teknologi. Ditambah harganya yang masih dianggap mahal, dan masih memiliki banyak pertanyaan terkait produk dan manfaat penghematan listrik yang didapat.
"Di Jawa Tengah juga sama, kelompok residensial masih memiliki keraguan terhadap kualitas produk, termasuk harganya,” sambung Fabby Tumiwa memaparkan.
Dia menuturkan, kebimbangan para pelanggan untuk memasang PLTS atap ini dilatari oleh minimnya informasi yang terpercaya dan rendahnya sosialisasi aturan mengenai penggunaan PLTS atap. Selain itu, informasi mengenai prosedur pemasangan PLTS atap tersambung jaringan (on-grid), manfaat yang bisa dirasakan pengguna, hingga di mana mereka bisa membeli produknya pun masih terbatas dan masih terkonsentrasi di kota-kota besar di Pulau Jawa.
(Baca Juga: Inka Lanjutkan Proyek Bangun PLTS di Kongo Meski Pandemi )
Dari 2.566 pelanggan PLN yang menggunakan PLTS atap, lebih dari 2.300 berada di Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Umumnya mereka telah terpapar informasi kebijakan PLTS atap dari berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah pusat, melihat iklan di media massa dan media sosial, dan terhubung dengan penyedia jasa pemasangan PLTS atap yang jumlahnya cukup banyak di Jabodetabek.
Ditambah semakin banyaknya perusahaan penyedia layanan pemasangan PLTS atap, dan juga meningkatnya ketertarikan masyarakat untuk menggunakan PLTS atap sebagai bagian dari gaya hidup. Kendati demikian, kenaikan itu masih belum cukup untuk mengejar target energi surya sesuai dengan Rencana Umum Energi Nasional (6,5 GW pada 2025).
(Baca Juga: Akselerasi Pengembangan PLTS Atap, Kejar Target Bauran EBT )
Serta juga mencapai target Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap yaitu 1 GW kumulatif PLTS atap pada 2020. Di luar mandatory penggunaan PLTS atap pada bangunan pemerintah, keterlibatan sektor residensial, bisnis atau komersial, industri, dan UMKM memegang peran penting dan dominan untuk mempercepat laju pemanfaatan PLTS atap di Indonesia.
“Persepsi kelompok masyarakat serta pelaku usaha di sektor bisnis dan UMKM terhadap PLTS atap sebenarnya sangat positif, mereka juga tertarik untuk menggunakannya. Survei pasar kami di Jabodetabek menunjukkan 7 dari 10 orang pemilik rumah tertarik dengan PLTS atap," ujar Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa.
Namun dia memberikan catatan bahwa, hanya 8% yang merasa ini relevan karena masih belum paham dengan teknologi. Ditambah harganya yang masih dianggap mahal, dan masih memiliki banyak pertanyaan terkait produk dan manfaat penghematan listrik yang didapat.
"Di Jawa Tengah juga sama, kelompok residensial masih memiliki keraguan terhadap kualitas produk, termasuk harganya,” sambung Fabby Tumiwa memaparkan.
Dia menuturkan, kebimbangan para pelanggan untuk memasang PLTS atap ini dilatari oleh minimnya informasi yang terpercaya dan rendahnya sosialisasi aturan mengenai penggunaan PLTS atap. Selain itu, informasi mengenai prosedur pemasangan PLTS atap tersambung jaringan (on-grid), manfaat yang bisa dirasakan pengguna, hingga di mana mereka bisa membeli produknya pun masih terbatas dan masih terkonsentrasi di kota-kota besar di Pulau Jawa.
(Baca Juga: Inka Lanjutkan Proyek Bangun PLTS di Kongo Meski Pandemi )
Dari 2.566 pelanggan PLN yang menggunakan PLTS atap, lebih dari 2.300 berada di Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Umumnya mereka telah terpapar informasi kebijakan PLTS atap dari berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah pusat, melihat iklan di media massa dan media sosial, dan terhubung dengan penyedia jasa pemasangan PLTS atap yang jumlahnya cukup banyak di Jabodetabek.