Jalan Panjang Membangun Industri Kendaraan Listrik

Jum'at, 18 Desember 2020 - 10:05 WIB
loading...
Jalan Panjang Membangun...
Masalahnya, sampai saat ini, kita yakin punya bahan-bahan untuk bikin baterai di Konawe dan Morowali. Akan tetapi, pengembangan industri kendaraan listrik enggak semudah itu. Perlu teknologi. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Pemerintah terus mendorong pengembangan industri dan penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) . Pengembangan ke energi ramah lingkungan diyakini masih membutuhkan waktu lama karena teknologinya belum sempurna.

(Baca Juga: Bebas BBM dan Polusi, Luhut Minta Instansi Pemerintah Pakai Kendaraan Listrik )

Pengamat otomotif Johnny Darmawan mengatakan, setuju dengan upaya pemerintah untuk menghilangkan emisi karbon . Tentu salah satu penyebabnya kendaraan motor berbahan bakar bensin. Ke depan, dibutuhkan energi yang bersih. Akan tetapi, jangan dibayangkan mobil listrik itu seperti buggy car.

“Itu perlu stepping, namanya elektrifikasi. Elektrifikasi itu namanya hybrid, fuel cell, hydrogen, dan sebenarnya banyak. Buntutnya semua pakai baterai. Masalahnya, sampai saat ini, kita yakin punya bahan-bahan untuk bikin baterai di Konawe dan Morowali. Akan tetapi, enggak semudah itu. Perlu teknologi,” ujarnya saat dihubungi SINDOnews.

Dia menerangkan, kendaraan listrik dengan konvensional itu memiliki komponen yang berbeda. Kendaraan biasa memiliki 4.000-5.000 komponen. Sedangkan, kendaraan listrik diperkirakan komponennya berjumlah 200-an. Untuk sampai ke sana, menurutnya, masih membutuhkan langkah demi langkah.

“Mau diapakan pabrik-pabrik mobil konvensional? Tapi tujuan akhirnya sama-sama harus ke ramah lingkungan. Itu elektrifikasi. Saya pernah baca McKenzie yang menyatakan baru di tahun 2050 terjadi namanya elektrifikasi, termasuk electric vehicle,” tuturnya.

Pengembangan dan produksi kendaraan bermotor listrik juga masih terkendali dengan teknologi batera. Menurut mantan Presdir Toyota itu teknologi baterai itu belum sempurna.

Kendaraan listrik, katanya, sangat sensitif terhadap temperatur panas, jalanan, dan kemacetan. Misalnya, secara teori bisa menempuh 360 kilometer, tapi dalam perjalanan ada tanjakan dan panas itu bisa berkurang. Harga baterai pun masih mahal. Saat ini ditaksir harganya bisa mencapai 40-60% harga mobil.

(Baca Juga: Mobil Listrik Jadi Kendaraan Dinas Kemenhub, Pelopor di K/L )

Johnny mengingatkan, sebuah teknologi itu tidak langsung jadi. Dia menceritakan dulu mobil Hybrid Toyota harganya dua kali lipat mobil biasa. Seiring berjalannya waktu, teknologi, serta riset and development-nya sudah murah, harganya 1,2 kali atau 20 persen lebih mahal dari mobil biasa.

Pengembangan kendaraan listrik bisa menjadi kesempatan besar bagi Indonesia untuk membangun industri otomotif. Indonesia punya bahan dasarnya, seperti nikel, karbon, magnesium, dan kobalt. Namun, tidak memiliki litium dan teknologi.

“Kalau membangun industri dan mau ngajak pihak asing masuk ke Indonesia, tetapi pasarnya belum gede, enggak visible. Pasarnya, harus ada. Kalau kita langsung jump ke electric vehicle atau mobil listrik Itu mahal. Mau dimurahin gimanapun tetap mahal karena baterai masih mahal. Karena teknologinya belum sempurna,” pungkasnya.

Dia setuju, dengan langkah pemerintah yang sudah menyiapkan regulasi, memberikan insentif, dan membangun sejumlah infrastruktur. Ke depan, pemerintah harus memikirkan bagaimana produksi kendaraan listrik dilakukan dalam negeri. Kandungan lokalnya harus 60-70 persen. Baterainya dibuat di Indonesia.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1803 seconds (0.1#10.140)