Catatan Akhir Tahun ALFI: Tetap Jaga Optimisme

Jum'at, 25 Desember 2020 - 19:27 WIB
loading...
Catatan Akhir Tahun ALFI: Tetap Jaga Optimisme
Terlepas persoalan dan tantangan yang muncul akibat pandemi Covid-19 sepanjang tahun 2020, Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) mengajak pelaku usaha tetap optimis menghadapi tahun 2021. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Selama satu dekade tahun terakhir, krisis ekonomi dunia pada umumnya bersumber dari sektor keuangan, energi maupun perdagangan. Tetapi, gejolak ataupun krisis-krisis itu tidak begitu nyata menekan sisi permintaan dan penawaran (demand and supply).

Namun, dipenghujung 2019 atau memasuki awal 2020, hampir seluruh negara di dunia tersentak saat berhadapan dengan wabah corona virus (Covid-19) . Gejolak yang bersumber dari sektor kesehatan ini kemudian melumpuhkan perekonomian karena menekan kinerja sisi permintaan dan penawaran.

"Kondisi tersebut mengkhawatirkan, karena perekonomian dunia belum berpengalaman menangani Covid-19," ungkap Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki N Hanafi dalam keterangan resminya, Jumat (25/12/2020).

(Baca Juga: ALFI Apresiasi Komitmen K/L Soal Ekosistem Logistik Nasional)

Namun, Yukki mengutarakan, di tengah persoalan kedaruratan kesehatan yang disebabkan Covid-19 tersebut, sejumlah negara di dunia, termasuk Indonesia, tetap mencanangkan optimisme dengan komitmen menerapkan protokol kesehatan agar perekonomian kembali membaik dimasa-masa mendatang.

Optimisme itu bukan tanpa alasan. Bahkan, Dana Moneter Internasional (International Monetery Fund/IMF) melalui Worl Economic Outloook-nya pada medio Oktober 2020 telah merevisi pertumbuhan ekonomi dunia dari sebelumnya -5,5% menjadi -4,4% karena perjalanan perekonomian di tahun depan masih agak rumit. Sementara, kinerja ekonomi dunia pada tahun 2020, hanya China yang tumbuh positif. Lima negara ASEAN (Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam dan Indonesia) tercatat masih negatif.

"Oleh karenanya kita harus optimistis dan berusaha sekuat tenaga secara bersama-sama agar pertumbuhan ekonomi di Indonesia mampu kembali bangkit pada tahun 2021," ujar Yukki.

Yukki yang juga menjabat sebagai Chairman ASEAN Federation of Forwarders Association (AFFA) itu menjabarkan, bahwa secara teori, anatomi resesi yang diakibatkan pandemi Covid-19 sangatlah berbeda dengan krisis-krisis sebelumnya. Dampak yang ditimbulkan juga berbeda, terutama terhadap sektor manufaktur.

Sementara itu, dari sisi keuangan perbankan, dana pihak ketiga di perbankan (BUMN dan Swasta) meningkat tajam, sementara kredit menurun. Hal ini menunjukkan kecenderungan berinvestasi menurun. Kendati begitu, imbuhnya, tidak semua sektor mengalami penurunan di tahun 2020 itu.

Ada sektor yang justru mengalami pertumbuhan seperti sektor informasi dan teknologi (IT), komunikasi, kesehatan dan pertanian. Bahkan sejak Agustus 2020, sektor-sektor tersebut justru mengalami pertumbuhan signifikan, meskipun pada bulan-bulan sebelumnya sempat menghadapi tekanan imbas Covid-19.

"Imbas Covid-19 juga telah memengaruhi perilaku industri logistik dimana backward and forward linkage sektor logistik kepada industri sangat kuat. Ini artinya, jika ada penurunan atau kenaikan aktivitas industri, maka aktivitas logistik akan mengalami penurunan atau kenaikan yang lebih besar," ucap Yukki.

Pada pertengahan Oktober 2020, telah ditandatangani Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) oleh 15 negara yang terdiri dari 10 negara ASEAN ditambah China, Jepang, Korea Selatan, Australia dan Selandia Baru. RCEP juga menyampaikan ukuran-ukuran ekonomi dari fakta ke 15 negara tersebut, antara lain; merepresentasikan 29,6% populasi dunia, 27,4% perdagangan dunia dan 30,2% PDB dunia serta 29,8% FDI dunia.

Yukki mengatakan, hal tersebut menunjukkan market size yang sangat besar, termasuk peluang yang juga besar, sehingga isu-isu mengenai daya saing menjadi keniscayaan.

Sementara itu, memasuki kuartal terakhir di tahun 2020, pebisnis logistik dan pemangku kepentingannya dikejutkan dengan persoalan international shipment yang dipicu masalah kelangkaan peti kemas/kontainer. Padahal selama ini, international shipment sangat dipengaruhi oleh perdagangan dari dan ke Amerika Serikat (AS). Sementara di sisi lain, angkutan intra-Asia dianggap kurang menguntungkan (shallow margin) sehingga secara urutan daya tarik angkutan adalah menuju AS, Eropa, baru kemudian intra-Asia.

Kelangkaan peti kemas juga dialami sejumlah negara di Asia termasuk Indonesia yang disebabkan (salah satunya) akibat faktor menurunnya perdagangan global termasuk aktivitas ekspor AS mengakibatkan industri shipping global merasionalisasi biaya dengan melakukan pending shipment/omission.

Yukki memaparkan, persoalan tersebut semakin rumit, tatkala importasi oleh AS yang tidak diimbangi dengan kegiatan ekspornya, sehingga mengakibatkan peti kemas eks-impor tertahan di negara itu dan terjadi kelangkaan peti kemas secara global, termasuk di Indonesia.

(Baca Juga: Menciptakan Ekosistem Logistik dan Maritim Kelas Dunia, Mungkinkah?)

Di sisi lain, wacana intervensi pemerintah untuk mengatasi masalah kelangkaan peti kemas tersebut kurang efektif apabila menggunakan insentif karena memerlukan biaya besar. "Pasalnya, kondisi semacam ini secara alami akan normal lagi pada saat perdagangan duna sudah pulih kembali sesuai mekanisme pasar," kata Yukki.

Dia juga mengungkapkan, mahalnya angkutan untuk international shipment atau incompetitiveness angkutan dari dan ke Indonesia, cenderung dipengaruhi perilaku industri dan perdagangan Indonesia, dimana importasinya adalah heavy cargo yang menggunakan peti kemas berukuran 20 kaki, sementara untuk ekspor umumnya menggunakan peti kemas 40 kaki seperti pada pengapalan komoditas alas kaki, elektronik dan furnitur. Sehingga, setiap kali kegiatan impor harus merepo peti kemas 20 kaki dan untuk keperluan ekspor harus mendatangkan peti kemas kosong 40 kaki yang semuanya diperhitungkan dalam tatif angkut atau freight.

"Namun, di balik semua tantangan dan persoalan yang telah sama-sama kita hadapi di sepanjang tahun 2020, dapat diambil hikmahnya sebagai modal motivasi pelaku usaha khususnya disektor logistik dalam melangkah pada tahun depan," pungkasnya.
(fai)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1599 seconds (0.1#10.140)