Menciptakan Ekosistem Logistik dan Maritim Kelas Dunia, Mungkinkah?
loading...
A
A
A
INDONESIAadalah negara kepuluaan terbesar di dunia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, hingga akhir 2019 terdapat 17.491 pulau di seluruh nusantara dengan lima pulau besar yakni Sumatra, Jawa, Kalimanta, Sulawesi dan Papua. Posisi Indonesia yang strategis diapit oleh Samudera Hindia di sisi barat dan selatan dan Samudera Pasifik di utara dan timur membuat Indonesia memiliki kans besar untuk menjadi poros maritim dunia.
Tidaklah berlebihan apabila Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada periode pertama kepemimpinannya mencanangkan lima pilar utama dalam mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai poros maritim dunia. Lima pilar itu diantaranya, pertama pembangunan kembali budaya maritim Indonesia. Kedua, berkomitmen dalam menjaga dan mengelola sumber daya laut dengan fokus membangun kedaulatan pangan laut melalui pengembangan industri perikanan dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama.
Pilar ketiga yakni, mendorong pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim dengan membangun tol laut, pelabuhan laut, logistik, dan industri perkapalan, serta pariwisata maritim. Keempat, diplomasi maritim yang mengajak semua mitra Indonesia untuk bekerja sama pada bidang kelautan. Sedangkan pilar kelima yakni membangun kekuatan pertahanan maritim. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, tentunya perlu dilakukan banyak hal. Selain membangun infrastruktur, juga perlu dilakukan pendekatan politik, sosial-budaya, hukum, keamanan,dan ekonomi.
Penguatan dan pengembangan konektivitas maritim, peningkatan kualitas dan kuantitas Sumber Daya Manusia (SDM) kelautan, adalah program-program utama yang harus dilakukan dalam upaya mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Untuk mengakselerasi program dan target tersebut Presiden Jokowi menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) nomor 5 Tahun 2020 Tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional.
Dalam Inpres tersebut, sinergi antar kementerian dimaksimalkan. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomioan misalnya, ditugaskan untuk mengkoordinasikan penyusunan arah dan kebijakan umum penataan ekosistem logistik nasional. Juga mengkoordinasikan penetapan langkah-langkah penyelesaian permasalahan dalam pelaksanaan penataan ekosistem logistik nasional. Sementara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bertanggung jawab untuk melakukan penyederhanaan proses bisnis layanan pemerintah di bidang logistik yang berbasis teknologi informasi untuk menghilangkan duplikasi kebijakan.
Kemenkeu juga diarahkan untuk mengkolaborasikan sistem layanan logistik baik internasional maupun domestik antar pelaku kegiatan logistik di sektor pemerintah maupun swasta. Sedangkan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) diinstruksikan untuk mengintegrasikan sistem perizinan, layanan ekspor, impor, dan logistik melalui Indonesia National Single Window (INSW). Presiden juga menginstruksikan Kemenhub untuk melakkan penataan tata ruang kepelabuhanan dan jalur distribusi barang.
Sedangkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) di instruksikan mengintegrasikan sistem pengajuan perijinan ekspor dan impor di Kemendag dengan ekosistem logistik melalui INSW. Kemendag juga harus mengintegrasikan proses bisnis pelaporan perdagangan antar pulau dengan proses bisnis keberangkatan dan kedatangan sarana pengangkut dalam ekosistem logistik nasional melalui INSW. Kementerian Perindustrian di instruksikan untuk menyederhanakan proses bisnis untuk mengintegrasikan sistem pengajuan persyaratan perizinan ekspor dan impor melalui INSW.
Dengan adanya kebijakan ekosistem logistik nasional tersebut, diharapkan Indonesia bisa memiliki ekosistem logistik yang terintegrasi, efisien dan handal. Ekosistem logistik nasional atau National Logistic Ecosistem (NLE) digadang-gadang bisa menurunkan biaya logistik yang sebelumya sebesar 23,5% menjadi hanya 17% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Dengan demkian, Indonesia akan memiliki daya saing dengan negara lain seperti Malaysia dan Singapura yang selama ini memiliki ongkos logistik lebih murah. NLE akan menjadi suatu platform bagi para stakeholder lain seperti perusahaan transportasi, shipping, kepelabuhanan, pergudangan hingga depo. Namun demikian, kebijakan yang spektakuler karena bisa memangkas rantai birokrasi itu harus diikuti dengan langkah yang paling penting, yakni eksekusi kebijakan tersebut di lapangan.
Masih Menghadapi Tantangan
Kebijakan strategis dalam ekosistem logistik nasional ke depan masih akan menghadapi banyak tantangan. Salah satunya yakni sistem yang diciptakan masih belum terintegrasi dengan ekosistem logistik internasional. Padahal, untuk meningkatkan daya saing logistik, tidak hanya memperhatikan ekosistem di dalam negeri saja, tetapi juga ekosistem logistik global. Bahkan, salah satu lembaga yang melakukan studi tentang kemaritiman yakni The National Maritime Institue (Namarin) menyoroti sinergi antar pemangku kepentingkan di dalam ekosistem logistik nasional. Misalnya, masih banyaknya kegiatan ekspor impor yang menggunakan kapal asing. Sementara ekosistem logistik nasional belum terintegrasi dengan platform logistik di luar negeri.
Tidaklah berlebihan apabila Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada periode pertama kepemimpinannya mencanangkan lima pilar utama dalam mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai poros maritim dunia. Lima pilar itu diantaranya, pertama pembangunan kembali budaya maritim Indonesia. Kedua, berkomitmen dalam menjaga dan mengelola sumber daya laut dengan fokus membangun kedaulatan pangan laut melalui pengembangan industri perikanan dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama.
Pilar ketiga yakni, mendorong pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim dengan membangun tol laut, pelabuhan laut, logistik, dan industri perkapalan, serta pariwisata maritim. Keempat, diplomasi maritim yang mengajak semua mitra Indonesia untuk bekerja sama pada bidang kelautan. Sedangkan pilar kelima yakni membangun kekuatan pertahanan maritim. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, tentunya perlu dilakukan banyak hal. Selain membangun infrastruktur, juga perlu dilakukan pendekatan politik, sosial-budaya, hukum, keamanan,dan ekonomi.
Penguatan dan pengembangan konektivitas maritim, peningkatan kualitas dan kuantitas Sumber Daya Manusia (SDM) kelautan, adalah program-program utama yang harus dilakukan dalam upaya mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Untuk mengakselerasi program dan target tersebut Presiden Jokowi menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) nomor 5 Tahun 2020 Tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional.
Dalam Inpres tersebut, sinergi antar kementerian dimaksimalkan. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomioan misalnya, ditugaskan untuk mengkoordinasikan penyusunan arah dan kebijakan umum penataan ekosistem logistik nasional. Juga mengkoordinasikan penetapan langkah-langkah penyelesaian permasalahan dalam pelaksanaan penataan ekosistem logistik nasional. Sementara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bertanggung jawab untuk melakukan penyederhanaan proses bisnis layanan pemerintah di bidang logistik yang berbasis teknologi informasi untuk menghilangkan duplikasi kebijakan.
Kemenkeu juga diarahkan untuk mengkolaborasikan sistem layanan logistik baik internasional maupun domestik antar pelaku kegiatan logistik di sektor pemerintah maupun swasta. Sedangkan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) diinstruksikan untuk mengintegrasikan sistem perizinan, layanan ekspor, impor, dan logistik melalui Indonesia National Single Window (INSW). Presiden juga menginstruksikan Kemenhub untuk melakkan penataan tata ruang kepelabuhanan dan jalur distribusi barang.
Sedangkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) di instruksikan mengintegrasikan sistem pengajuan perijinan ekspor dan impor di Kemendag dengan ekosistem logistik melalui INSW. Kemendag juga harus mengintegrasikan proses bisnis pelaporan perdagangan antar pulau dengan proses bisnis keberangkatan dan kedatangan sarana pengangkut dalam ekosistem logistik nasional melalui INSW. Kementerian Perindustrian di instruksikan untuk menyederhanakan proses bisnis untuk mengintegrasikan sistem pengajuan persyaratan perizinan ekspor dan impor melalui INSW.
Dengan adanya kebijakan ekosistem logistik nasional tersebut, diharapkan Indonesia bisa memiliki ekosistem logistik yang terintegrasi, efisien dan handal. Ekosistem logistik nasional atau National Logistic Ecosistem (NLE) digadang-gadang bisa menurunkan biaya logistik yang sebelumya sebesar 23,5% menjadi hanya 17% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Dengan demkian, Indonesia akan memiliki daya saing dengan negara lain seperti Malaysia dan Singapura yang selama ini memiliki ongkos logistik lebih murah. NLE akan menjadi suatu platform bagi para stakeholder lain seperti perusahaan transportasi, shipping, kepelabuhanan, pergudangan hingga depo. Namun demikian, kebijakan yang spektakuler karena bisa memangkas rantai birokrasi itu harus diikuti dengan langkah yang paling penting, yakni eksekusi kebijakan tersebut di lapangan.
Masih Menghadapi Tantangan
Kebijakan strategis dalam ekosistem logistik nasional ke depan masih akan menghadapi banyak tantangan. Salah satunya yakni sistem yang diciptakan masih belum terintegrasi dengan ekosistem logistik internasional. Padahal, untuk meningkatkan daya saing logistik, tidak hanya memperhatikan ekosistem di dalam negeri saja, tetapi juga ekosistem logistik global. Bahkan, salah satu lembaga yang melakukan studi tentang kemaritiman yakni The National Maritime Institue (Namarin) menyoroti sinergi antar pemangku kepentingkan di dalam ekosistem logistik nasional. Misalnya, masih banyaknya kegiatan ekspor impor yang menggunakan kapal asing. Sementara ekosistem logistik nasional belum terintegrasi dengan platform logistik di luar negeri.