PLTU USC Adopsi Roadmap Penurunan Emisi
loading...
A
A
A
PLTU Mulut Tambang merupakan, pembangkit listrik tenaga batubara dengan skema Mine-to-Mouth, dengan lokasi pembangkit yang terletak paralel terhadap lokasi tambang batu bara. Pembangkit listrik ini dapat dilengkapi unit pengering atau dryer untuk meningkatkan nilai kalori dan mengurangi kandungan air.
Khusus di Indonesia, Wanhar menyebutkan bahwa PLTU USC yang sudah beroperasi adalah PLTU Cilacap Expansi 2 dan PLTU Jawa 7 yang menggunakan standar Tiongkok. Kementerian ESDM mencatat, terdapat sembilan lokasi PLTU batubara yang akan menggunakan teknologi USC, dengan total kapasitas sebesar 10.130 MW.
“Dengan dibangunnya PLTU USC dengan kapasitas total 10.130 MW tersebut, berpotensi mampu menurunkan emisi GRK sebesar 8,9 juta ton CO2,” urai Wanhar.
Jadi Standar
Pengamat Energi sekaligus Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan menyambut baik pemakaian teknologi USC. Dia bahkan berharap teknologi USC dapat segera diterapkan di semua PLTU yang ada di Indonesia.
Menurut Mamit, teknologi USC akan sangat baik apabila diterapkan dalam jangka panjang. Karena telah terbukti efisiensinya dalam mengurangi dampak lingkungan, utamanya polusi udara.
Ia mengatakan, Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi sebagaimana tertuang dalam Dokumen Nationally Determined Contribution (NDC), yang merupakan tindak lanjut Paris Agreement dan disahkan melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016. NDC menyampaikan bahwa target penurunan emisi sebesar 29% dengan upaya sendiri.
"Mudah-mudahan ini bisa diterapkan di semua PLTU ya. Karena ini terkait dengan komitmen kita, di mana pemerintah memang berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, terutama yang dihasilkan oleh PLTU," kata dia, Jumat (8/1).
(Baca Juga: Terapkan Metode Co-firing Biomassa, PLTU Suralaya Dukung Pembangkit Energi Bersih )
Dari sisi pembangkit teknologi, penerapan USC cukup menguntungkan. Selain bahan baku mudah dicari, boiler pada teknologi yang dimiliki USC juga dapat menghasilkan uap lebih panas.
Khusus di Indonesia, Wanhar menyebutkan bahwa PLTU USC yang sudah beroperasi adalah PLTU Cilacap Expansi 2 dan PLTU Jawa 7 yang menggunakan standar Tiongkok. Kementerian ESDM mencatat, terdapat sembilan lokasi PLTU batubara yang akan menggunakan teknologi USC, dengan total kapasitas sebesar 10.130 MW.
“Dengan dibangunnya PLTU USC dengan kapasitas total 10.130 MW tersebut, berpotensi mampu menurunkan emisi GRK sebesar 8,9 juta ton CO2,” urai Wanhar.
Jadi Standar
Pengamat Energi sekaligus Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan menyambut baik pemakaian teknologi USC. Dia bahkan berharap teknologi USC dapat segera diterapkan di semua PLTU yang ada di Indonesia.
Menurut Mamit, teknologi USC akan sangat baik apabila diterapkan dalam jangka panjang. Karena telah terbukti efisiensinya dalam mengurangi dampak lingkungan, utamanya polusi udara.
Ia mengatakan, Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi sebagaimana tertuang dalam Dokumen Nationally Determined Contribution (NDC), yang merupakan tindak lanjut Paris Agreement dan disahkan melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016. NDC menyampaikan bahwa target penurunan emisi sebesar 29% dengan upaya sendiri.
"Mudah-mudahan ini bisa diterapkan di semua PLTU ya. Karena ini terkait dengan komitmen kita, di mana pemerintah memang berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, terutama yang dihasilkan oleh PLTU," kata dia, Jumat (8/1).
(Baca Juga: Terapkan Metode Co-firing Biomassa, PLTU Suralaya Dukung Pembangkit Energi Bersih )
Dari sisi pembangkit teknologi, penerapan USC cukup menguntungkan. Selain bahan baku mudah dicari, boiler pada teknologi yang dimiliki USC juga dapat menghasilkan uap lebih panas.