Waduh, Alkes hingga Stimulus Ekonomi Bisa Jadi Sarana Pencucian Uang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah terus mencegah aksi pencucian uang yang saat ini masih terjadi. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan Financial Action Task Force (FATF) dalam laporannya menjelaskan, bahwa money laundering atau pencucian uang terjadi dalam varian berbeda.
"Money Laundering yang melibatkan pemalsuan alat-alat kesehatan (counterfeiting medical goods), cybercrime, penipuan investasi (investment fraud), penipuan yang berkedok kegiatan sosial (charity fraud), termasuk penyalahgunaan dalam stimulus ekonomi (abuse of economic stimulus measrues)," kata Airlangga dalam video virtual, Kamis (14/1/2021). ( Baca juga:Diskusi Golkar Dihadiri Airlangga, Pakar: Indonesia Harus Perkuat Kerja Sama ASEAN )
Airlangga melanjutkan, penuntasan proses Mutual Evaluation dalam rangka keanggotaan penuh Indonesia dalam FATF, maupun upaya membangun sistem untuk mencegah terjadinya penyimpangan di berbagai sektor, perlu menjadi perhatian bersama.
"Perlu pula menjadi perhatian kita, concern FATF yang menyangkut beberapa hal perubahan kebiasaan dalam pola transaksi keuangan masyarakat luas melalui internet (online) akibat pembatasan pergerakan, penutupan kantor-kantor bank & perusahaan," katanya. ( Baca juga:Duh Gampang Beud! Tinggal Klik Dapat Deh Stimulus Listrik Covid-19 )
Terkait mitigasi risiko money laundering dan terrorism financing (pendanaan terorisme) yang disebabkan dampak Covid-19, kami mengimbau kepada Lembaga Pengawas dan Pengatur (LPP), yang terkait anti-pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme, untuk memperkuat penerapan risk based supervision, sebagaimana dipersyaratkan dalam standar internasional yang tertuang dalam FATF’s 40 Recommendations.
"Kami memahami bahwa ketentuan mengenai pengawasan berbasis risiko, telah diatur dalam peraturan masing-masing kementerian/lembaga, karena itu tinggal dijalankan dengan konsekuen, serta dilakukan tanpa mengganggu lembaga jasa keuangan yang sah, dan tanpa mengakibatkan aktivitas keuangan masyarakat melenceng ke arah penyedia jasa keuangan yang tidak berizin (illegal providers)," tandasnya.
"Money Laundering yang melibatkan pemalsuan alat-alat kesehatan (counterfeiting medical goods), cybercrime, penipuan investasi (investment fraud), penipuan yang berkedok kegiatan sosial (charity fraud), termasuk penyalahgunaan dalam stimulus ekonomi (abuse of economic stimulus measrues)," kata Airlangga dalam video virtual, Kamis (14/1/2021). ( Baca juga:Diskusi Golkar Dihadiri Airlangga, Pakar: Indonesia Harus Perkuat Kerja Sama ASEAN )
Airlangga melanjutkan, penuntasan proses Mutual Evaluation dalam rangka keanggotaan penuh Indonesia dalam FATF, maupun upaya membangun sistem untuk mencegah terjadinya penyimpangan di berbagai sektor, perlu menjadi perhatian bersama.
"Perlu pula menjadi perhatian kita, concern FATF yang menyangkut beberapa hal perubahan kebiasaan dalam pola transaksi keuangan masyarakat luas melalui internet (online) akibat pembatasan pergerakan, penutupan kantor-kantor bank & perusahaan," katanya. ( Baca juga:Duh Gampang Beud! Tinggal Klik Dapat Deh Stimulus Listrik Covid-19 )
Terkait mitigasi risiko money laundering dan terrorism financing (pendanaan terorisme) yang disebabkan dampak Covid-19, kami mengimbau kepada Lembaga Pengawas dan Pengatur (LPP), yang terkait anti-pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme, untuk memperkuat penerapan risk based supervision, sebagaimana dipersyaratkan dalam standar internasional yang tertuang dalam FATF’s 40 Recommendations.
"Kami memahami bahwa ketentuan mengenai pengawasan berbasis risiko, telah diatur dalam peraturan masing-masing kementerian/lembaga, karena itu tinggal dijalankan dengan konsekuen, serta dilakukan tanpa mengganggu lembaga jasa keuangan yang sah, dan tanpa mengakibatkan aktivitas keuangan masyarakat melenceng ke arah penyedia jasa keuangan yang tidak berizin (illegal providers)," tandasnya.
(uka)