Jangan Lengah! OJK Nilai Ekonomi Masih Menantang di 2021
loading...
A
A
A
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melihat perekonomian nasional masih akan menghadapi berbagai tantangan di 2021. Di antaranya upaya menciptakan permintaan pasar, percepatan penanganan pandemi Covid-19, serta kebutuhan digitalisasi untuk mendukung aktivitas ekonomi.
Ketua OJK Wimboh Santoso mengatakan, secara struktural, industri jasa keuangan harus menyelesaikan berbagai hal di antaranya daya saing dan skala ekonomi yang masih terbatas, masih dangkalnya pasar keuangan, kebutuhan akan percepatan transformasi digital di sektor jasa keuangan, pengembangan Industri Keuangan Syariah yang belum optimal dan ketimpangan literasi dan inklusi keuangan.
"Untuk menjawab berbagai tantangan tersebut, OJK telah menyusun kebijakan komprehensif dalam mengembangkan sektor jasa keuangan yang termuat dalam Masterplan Sektor Jasa Keuangan Indonesia (MPSJKI) 2021-2025 yang diluncurkan pada pertemuan ini," kata Wimboh di Jakarta, Jumat (15/1/2021).
Masterplan ini diharapkan dapat menjawab tantangan jangka pendek dari pandemi Covid-19 dan tantangan struktural dalam mewujudkan sektor jasa keuangan nasional yang berdaya saing, kontributif dan inklusif. "MPSJKI 2021 – 2025 akan fokus pada lima prioritas," katanya.
Adapun masterplan ini yakni mengenai kebijakan stimulus program pemulihan ekonomi nasional (PEN); memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit bagi debitur terdampak Covid-19 hingga 2022; memberikan sovereign rating dalam perhitungan permodalan berbasis risiko apabila lembaga jasa keuangan membeli efek yang diterbitkan oleh Lembaga Pengelola Investasi sesuai tujuan Undang-Undang Cipta Kerja.
Kemudian, mengeluarkan relaksasi kebijakan prudensial yang sifatnya temporer yakni; restrukturisasi kredit/pembiayaan berulang selama periode relaksasi dan tanpa biaya yang tidak wajar/berlebihan, penurunan bobot risiko kredit (ATMR) untuk Kredit dan pembiayaan properti serta kredit dan pembiayaan kendaraan bermotor, serta penyesuaian batas maksimum pemberian kredit dan penurunan bobot risiko kredit untuk sektor kesehatan.
Selanjutnya, mempermudah dan mempercepat akses pembiayaan bagi pelaku usaha khususnya UMKM antara lain dengan memperluas proyek percontohan KUR klaster yang telah berhasil diterapkan di beberapa daerah.
Serta, memperluas ekosistem digitalisasi UMKM dari hulu sampai hilir, antara lain dengan pengembangan BWM, platform securities crowdfunding, proses KUR dan juga pengembangan platform marketplace digital yang disebut UMKM-MU. Hal ini diharapkan akan membuka akses pasar dan pembiayaan bagi UMKM dan milenial yang usahanya terkendala akibat pandemi.
Ketua OJK Wimboh Santoso mengatakan, secara struktural, industri jasa keuangan harus menyelesaikan berbagai hal di antaranya daya saing dan skala ekonomi yang masih terbatas, masih dangkalnya pasar keuangan, kebutuhan akan percepatan transformasi digital di sektor jasa keuangan, pengembangan Industri Keuangan Syariah yang belum optimal dan ketimpangan literasi dan inklusi keuangan.
"Untuk menjawab berbagai tantangan tersebut, OJK telah menyusun kebijakan komprehensif dalam mengembangkan sektor jasa keuangan yang termuat dalam Masterplan Sektor Jasa Keuangan Indonesia (MPSJKI) 2021-2025 yang diluncurkan pada pertemuan ini," kata Wimboh di Jakarta, Jumat (15/1/2021).
Masterplan ini diharapkan dapat menjawab tantangan jangka pendek dari pandemi Covid-19 dan tantangan struktural dalam mewujudkan sektor jasa keuangan nasional yang berdaya saing, kontributif dan inklusif. "MPSJKI 2021 – 2025 akan fokus pada lima prioritas," katanya.
Adapun masterplan ini yakni mengenai kebijakan stimulus program pemulihan ekonomi nasional (PEN); memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit bagi debitur terdampak Covid-19 hingga 2022; memberikan sovereign rating dalam perhitungan permodalan berbasis risiko apabila lembaga jasa keuangan membeli efek yang diterbitkan oleh Lembaga Pengelola Investasi sesuai tujuan Undang-Undang Cipta Kerja.
Kemudian, mengeluarkan relaksasi kebijakan prudensial yang sifatnya temporer yakni; restrukturisasi kredit/pembiayaan berulang selama periode relaksasi dan tanpa biaya yang tidak wajar/berlebihan, penurunan bobot risiko kredit (ATMR) untuk Kredit dan pembiayaan properti serta kredit dan pembiayaan kendaraan bermotor, serta penyesuaian batas maksimum pemberian kredit dan penurunan bobot risiko kredit untuk sektor kesehatan.
Selanjutnya, mempermudah dan mempercepat akses pembiayaan bagi pelaku usaha khususnya UMKM antara lain dengan memperluas proyek percontohan KUR klaster yang telah berhasil diterapkan di beberapa daerah.
Serta, memperluas ekosistem digitalisasi UMKM dari hulu sampai hilir, antara lain dengan pengembangan BWM, platform securities crowdfunding, proses KUR dan juga pengembangan platform marketplace digital yang disebut UMKM-MU. Hal ini diharapkan akan membuka akses pasar dan pembiayaan bagi UMKM dan milenial yang usahanya terkendala akibat pandemi.
(fai)