Diobrak-abrik Pandemi, Perbankan Mantap ke Digital Mindset
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tahun 2021 diyakini sebagai tahun kemantapan digital mindset di industri perbankan nasional. Berbagai pertanda sudah jelas terlihat. Dimulai dari aksi Bank BCA yang sudah mengakuisisi dua bank, yakni PT Bank Royal Indonesia dan PT Rabobank Internatonal Indonesia. Rabobank telah resmi digabung atau merger dengan Bank BCA Syariah.
Sementara CT Corp melalui PT Mega Corpora mengatakan akan mengambilalih PT Bank Harda Internasional Tbk lewat pembelian 3,08 miliar saham atau sekitar 73,71% modal disetor. Mereka juga berencana membeli sebagian saham lagi di PT Bank Pembangunan Daerah Bengkulu (BPD Bengkulu). ( Baca juga:Pertumbuhan Aset CIMB Niaga Syariah Tembus Rp23,6 Triliun )
Pengamat ekonomi dari lembaga Inventure Knowledge Yuswohady mengatakan, perbankan diatur ketat dengan banyak regulasi. Khususnya pada bank besar cenderung akan selalu berkompetisi dengan ketat. "Biasanya kalau satu bank besar ke utara, semua akan ikut. Dulu BCA kembangkan ATM dan digital bank. Tidak lama bank lain saling tiru. Mereka akan cepat kejar-kejaran. Sekarang arahnya kekuatan data. Mereka akan berkomunikasi dengan konsumen lewat channel digital. Dua tahun ini baru awalnya saja," ujar Yuswohady hari ini (24/1/2021) di Jakarta.
Saat ini pandemi sukses mengobrak-abrik perilaku konsumen di industri perbankan. Ada kombinasi krisis kesehatan, ekonomi, dan krisis aktualisasi diri. Sehingga menimbulkan perubahan kebutuhan, perilaku, dan preferensi konsumen terhadap layanan perbankan. Hasilnya layanan perbankan perlu diredifinisi. "Consumer banking journey berubah. Digital banking menjadi mainstream dan semakin meningkat levelnya. Buktinya banyak generasi milenial masuk jajaran direksi perusahaan BUMN. Karena mereka lebih paham soal mindset digital," ujarnya.
Inventure telah melakukan analisis tiga faktor kunci yang akan memengaruhi industri perbankan, khususnya consumer banking di tahun 2021. Tiga faktor itu adalah faktor perubahan lingkungan makro (Changes), pergeseran perilaku konsumen (Customer), dan gerak pelaku industri (Competition). "Dinamika ketiga faktor perubahan itu yang akan memengaruhi carut-marut bisnis consumer banking di tahun 2021," katanya.
Berikut adalah elemen-elemen perubahan yang krusial pada perbankan tahun ini:
1. Perubahan Outer-Circle. Yaitu Perubahan di tingkat makro meliputi perubahan ekonomi, politik, teknologi, regulasi dan kebijakan pemerintah, hingga perubahan sosial-budaya di masyarakat.
Faktor resesi ekonomi juga berdampak pada daya beli konsumen yang akan semakin turun. Penurunan daya beli masyarakat diakibatkan oleh pendapatan yang menurun selama pandemi. Dampak bagi sektor perbankan ialah jumlah transaksi harian, penambahan tabungan, dan likuiditas pembayaran kredit yang akan semakin sulit di tengah kondisi yang tak menentu.
Berikutnya pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan fiskal dan moneteryang bisa memberi stimulusbagi pertumbuhan ekonomi. Misalnya relaksasi pembayaran pajak untuk sektor bisnis yang terdampak, keringanan suku bunga kredit di berbagai sektor konsumtif dan bisnis. Kebijakan ini bertujuan menciptakan arus perekonomian yang positif di masa krisis COVID-19.
Perbankan juga harus memitigasi risiko CAR & NPL untuk bisa tetap menjalankan bisnis yang sehat. Pemberian kredit di sektor rumah tangga, bisnis dan komersil juga menurun sejalan dengan kemampuan ekonomi di berbagai sektor tidak didukung oleh pertumbuhan eknomi yang signifikan di kondisi pandemi saat ini.
2. Perubahan Mid-Circle atau level customer. Perubahan konsumen mencakup perubahan kebutuhan, preferensi, prioritas, hingga kebiasaan dan gaya hidup.
Maraknya tren belanja online. Perkembangan digitalisasi juga meningkatkan transaksi berbelanja secara online melalui e-commerce atau marketplace. Hal ini ditunjukkan oleh jumlah transaksi ecommerce yang kian meningkat di masa pandemi, sehingga menjadi peluang bagi bank untuk jasa pembayaran & transaksi online.
Di sisi lain pandemi juga menciptakan tren contactless economy, karena ekonomi dan bisnis hanya bisa di-drive oleh digitalisasi yang memungkinkan konsumen bertransaksi tanpa harus bersentuhan langsung. Sehingga penggunaan digital banking & berbagai fitur digital payment meningkat drastis di masa pandemi corona saat ini.
Dari sisi arus keuangan masyarakat di masa pandemi, mereka lebih cenderung untuk mengurangi spending karena daya beli yang menurun diakibatkan oleh pendapatan yang berkurang saat pandemi. Sehingga perbankan harus berinovasi dengan menciptakan layanan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan nasabah di masa pandemi COVID-19.
3. Level Inner-Circle ada kompetisi industri perbankan. Perubahan kompetisi para pemain di industri karena pandemi yang pada gilirannya akan membentuk rule of the game baru dan mengubah peta persaingan. ( Baca juga:Daerah yang Tak Terapkan PPKM Diminta Lebih Tegas terhadap Pelanggar Prokes )
Di perbankan menunjukkan bahwa digitalisasi membuat perkembangan inovasi digital branch lantaran para nasabah bisa dilayani kebutuhan perbankannya melalui virtual assistance tanpa harus mengunjungi kantor cabang terdekat. Hal ini dilakukan untuk menjaga kesehatan dan keselamatan para nasabah agar tidak melakukan banyak sentuhan fisik pada proses bisnis perbankan saat pandemi COVID-19.
Di sisi lain digital banking kian menggeliat di antara para pemain bank di Indonesia. Mulai dari pengembangan aplikasi mobile banking dengan berbagai fitur transaksi dan administrasinya, hingga fasilitas pembukaan rekening nasabah secara online sehingga memudahkan pelayanan konsumen dan memberikan rasa aman dari penyebaran virus corona akibat kontak langsung.
Tidak ketinggalan masyarakat juga mengharapkan responsible banking, ketika para pemain juga menunjukkan empati mereka kepada konsumen saat pandemi COVID-19 melanda. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan saluran dana dan sumbangsih mereka untuk korban dan kelompok masyarakat yang membutuhkan.
Sementara CT Corp melalui PT Mega Corpora mengatakan akan mengambilalih PT Bank Harda Internasional Tbk lewat pembelian 3,08 miliar saham atau sekitar 73,71% modal disetor. Mereka juga berencana membeli sebagian saham lagi di PT Bank Pembangunan Daerah Bengkulu (BPD Bengkulu). ( Baca juga:Pertumbuhan Aset CIMB Niaga Syariah Tembus Rp23,6 Triliun )
Pengamat ekonomi dari lembaga Inventure Knowledge Yuswohady mengatakan, perbankan diatur ketat dengan banyak regulasi. Khususnya pada bank besar cenderung akan selalu berkompetisi dengan ketat. "Biasanya kalau satu bank besar ke utara, semua akan ikut. Dulu BCA kembangkan ATM dan digital bank. Tidak lama bank lain saling tiru. Mereka akan cepat kejar-kejaran. Sekarang arahnya kekuatan data. Mereka akan berkomunikasi dengan konsumen lewat channel digital. Dua tahun ini baru awalnya saja," ujar Yuswohady hari ini (24/1/2021) di Jakarta.
Saat ini pandemi sukses mengobrak-abrik perilaku konsumen di industri perbankan. Ada kombinasi krisis kesehatan, ekonomi, dan krisis aktualisasi diri. Sehingga menimbulkan perubahan kebutuhan, perilaku, dan preferensi konsumen terhadap layanan perbankan. Hasilnya layanan perbankan perlu diredifinisi. "Consumer banking journey berubah. Digital banking menjadi mainstream dan semakin meningkat levelnya. Buktinya banyak generasi milenial masuk jajaran direksi perusahaan BUMN. Karena mereka lebih paham soal mindset digital," ujarnya.
Inventure telah melakukan analisis tiga faktor kunci yang akan memengaruhi industri perbankan, khususnya consumer banking di tahun 2021. Tiga faktor itu adalah faktor perubahan lingkungan makro (Changes), pergeseran perilaku konsumen (Customer), dan gerak pelaku industri (Competition). "Dinamika ketiga faktor perubahan itu yang akan memengaruhi carut-marut bisnis consumer banking di tahun 2021," katanya.
Berikut adalah elemen-elemen perubahan yang krusial pada perbankan tahun ini:
1. Perubahan Outer-Circle. Yaitu Perubahan di tingkat makro meliputi perubahan ekonomi, politik, teknologi, regulasi dan kebijakan pemerintah, hingga perubahan sosial-budaya di masyarakat.
Faktor resesi ekonomi juga berdampak pada daya beli konsumen yang akan semakin turun. Penurunan daya beli masyarakat diakibatkan oleh pendapatan yang menurun selama pandemi. Dampak bagi sektor perbankan ialah jumlah transaksi harian, penambahan tabungan, dan likuiditas pembayaran kredit yang akan semakin sulit di tengah kondisi yang tak menentu.
Berikutnya pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan fiskal dan moneteryang bisa memberi stimulusbagi pertumbuhan ekonomi. Misalnya relaksasi pembayaran pajak untuk sektor bisnis yang terdampak, keringanan suku bunga kredit di berbagai sektor konsumtif dan bisnis. Kebijakan ini bertujuan menciptakan arus perekonomian yang positif di masa krisis COVID-19.
Perbankan juga harus memitigasi risiko CAR & NPL untuk bisa tetap menjalankan bisnis yang sehat. Pemberian kredit di sektor rumah tangga, bisnis dan komersil juga menurun sejalan dengan kemampuan ekonomi di berbagai sektor tidak didukung oleh pertumbuhan eknomi yang signifikan di kondisi pandemi saat ini.
2. Perubahan Mid-Circle atau level customer. Perubahan konsumen mencakup perubahan kebutuhan, preferensi, prioritas, hingga kebiasaan dan gaya hidup.
Maraknya tren belanja online. Perkembangan digitalisasi juga meningkatkan transaksi berbelanja secara online melalui e-commerce atau marketplace. Hal ini ditunjukkan oleh jumlah transaksi ecommerce yang kian meningkat di masa pandemi, sehingga menjadi peluang bagi bank untuk jasa pembayaran & transaksi online.
Di sisi lain pandemi juga menciptakan tren contactless economy, karena ekonomi dan bisnis hanya bisa di-drive oleh digitalisasi yang memungkinkan konsumen bertransaksi tanpa harus bersentuhan langsung. Sehingga penggunaan digital banking & berbagai fitur digital payment meningkat drastis di masa pandemi corona saat ini.
Dari sisi arus keuangan masyarakat di masa pandemi, mereka lebih cenderung untuk mengurangi spending karena daya beli yang menurun diakibatkan oleh pendapatan yang berkurang saat pandemi. Sehingga perbankan harus berinovasi dengan menciptakan layanan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan nasabah di masa pandemi COVID-19.
3. Level Inner-Circle ada kompetisi industri perbankan. Perubahan kompetisi para pemain di industri karena pandemi yang pada gilirannya akan membentuk rule of the game baru dan mengubah peta persaingan. ( Baca juga:Daerah yang Tak Terapkan PPKM Diminta Lebih Tegas terhadap Pelanggar Prokes )
Di perbankan menunjukkan bahwa digitalisasi membuat perkembangan inovasi digital branch lantaran para nasabah bisa dilayani kebutuhan perbankannya melalui virtual assistance tanpa harus mengunjungi kantor cabang terdekat. Hal ini dilakukan untuk menjaga kesehatan dan keselamatan para nasabah agar tidak melakukan banyak sentuhan fisik pada proses bisnis perbankan saat pandemi COVID-19.
Di sisi lain digital banking kian menggeliat di antara para pemain bank di Indonesia. Mulai dari pengembangan aplikasi mobile banking dengan berbagai fitur transaksi dan administrasinya, hingga fasilitas pembukaan rekening nasabah secara online sehingga memudahkan pelayanan konsumen dan memberikan rasa aman dari penyebaran virus corona akibat kontak langsung.
Tidak ketinggalan masyarakat juga mengharapkan responsible banking, ketika para pemain juga menunjukkan empati mereka kepada konsumen saat pandemi COVID-19 melanda. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan saluran dana dan sumbangsih mereka untuk korban dan kelompok masyarakat yang membutuhkan.
(uka)