Waspadai Gejolak Inflasi di Daerah Terdampak Bencana Alam
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kota Mamuju mencatat kenaikan inflasi tertinggi di Indonesia selama periode Januari 2021. Hal tersebut tidak lepas dampak dari gempa bumi yang melanda Mamuju dan Majene, Provinsi Sulbar, belum lama ini.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat inflasi nasional pada bulan Januari 2021 mencapai 0,26%. Dari 90 kota Indeks Harga Konsumen (IHK), 75 kota mengalami inflasi dan 15 kota mengalami deflasi. Tingkat inflasi secara tahunan (year-on-year/yoy) mencapai 1,55%.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan inflasi ini disebabkan rata-rata harga komoditas yang mengalami kenaikan. “Secara umum perkembangan harga komoditas bulan Januari mengalami kenaikan dengan inflasi sebesar 0,26%,” kata Suhariyanyo di Jakarta.
Dia merinci inflasi tertinggi terjadi di Kota Mamuju Provinsi Sulawesi Barat yang mencapai 1,43%. Lalu, inflasi terendah terjadi di Kota Balikpapan dan Ambon yang sebesar 0,02%.
“Kita mengetahui saudara kita terkena gempa di Sulawesi Barat . Makanya ada terjadi kenaikan harga,” jelasnya.
Lalu deflasi tertinggi pada Kota Baubau Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar minus 0,92%. Sedangkan deflasi terendah dialami Kota Pontianak sebesar minus 0,01%.
“Deflasi ini terjadi karena penurunan harga tiket pesawat dan penurunan ikan di Baubau,” bebernya
Suharyanto menambahkan inflasi tahun 2021 ini lebih lambat dibandingkan tahun 2020. Pasalnya dampak virus korona (Covid-19) belum mereda di semua negara termasuk Indonesia.
“Roda ekonomi masih melambat karena pandemi Covid-19 belum mereda,” tandasnya
BPS pun mengklaim angka inflasi pada periode ini pun tercatat lebih rendah jika dibandingkan dengan Januari 2020 yang saat itu sebesar 0,39%. Menurutnya, inflasi pada Januari 2021 secara tahunan (yoy) tercatat sebesar 1,55% yang juga masih lebih rendah dari posisi inflasi pada Desember 2020 dan Januari 2020.
“Kalau kita lihat pergerakan ini, memasuki 2021 ini dampak Covid-19 belum reda, masih membayang-bayangi perekonomian di berbagai negara, termasuk Indonesia,” kata Suhariyanto.
Dia menambahkan, inflasi Januari 2021 didorong oleh kelompok pengeluaran makanan, minuman dan tembakau. Tahu, tempe, hingga cabet rawit juga menjadi penyumbang inflasi.
“Ada beberapa komoditas yang memberikan sumbangan inflasi beberapa komoditas andil pertama cabai rawit sebesar 0,08%, kemudian ikan segar memberikan andil inflasi 0,08%, kemudian harga tempe 0,03% dan satu lagi kenaikan harga tahu mentah 0,02 %,” imbuhnya.
Dari 11 kelompok pengeluaran seluruh kelompok mengalami inflasi, kecuali sektor transportasi yang mengalami deflasi sebesar 0,30%. Kelompok makanan dan minuman pada bulan Januari 2021 mengalami inflasi 0,81% yang memberikan andil inflasi 0,21% .
“Sebagian komoditas menyumbang deflasi seperti telur ayam ras deflasi -0,04% dan bawang merah -0,02% ,” paparnya.
Ekonom Indef Bhima Yudistira mengatakan inflasi Januari justru menunjukkan adanya tekanan dari sisi pasokan dibanding sisi permintaan. Komponen inflasi yang naik ada di bahan makanan seperti naiknya harga kedelai, daging sapi, dan cabai.
“Bahan makanan dipengaruhi oleh hambatan impor, harga internasional yang naik, faktor curah hujan tinggi dan faktor bencana alam. Jika inflasi pangan naik, tapi konsumsi rumah tangga belum pulih bisa berdampak pada penurunan daya beli masyarakat,” kata Bhima saat dihubungi di Jakarta.
Menurutnya, bencana alam yang terjadi di beberapa daerah turut menyumbang inflasi, misalnya Mamuju terjadi inflasi 1,43%. Pemerintah perlu mewaspadai faktor bencana alam di beberapa daerah yang bisa menaikan inflasi karena terganggunya distribusi logistik.
“Sementara itu Januari inflasi secara umum rendah karena adanya pembatasan sosial PPKM di Jawa Bali yang membatasi mobilitas masyarakat untuk berbelanja,” bebernya.
Lalu, faktor seasonal penurunan komponen transportasi juga wajar terjadi paska libur panjang Natal dan tahun baru. “Januari biasanya komponen transportasi mengalami deflasi,” tandasnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat inflasi nasional pada bulan Januari 2021 mencapai 0,26%. Dari 90 kota Indeks Harga Konsumen (IHK), 75 kota mengalami inflasi dan 15 kota mengalami deflasi. Tingkat inflasi secara tahunan (year-on-year/yoy) mencapai 1,55%.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan inflasi ini disebabkan rata-rata harga komoditas yang mengalami kenaikan. “Secara umum perkembangan harga komoditas bulan Januari mengalami kenaikan dengan inflasi sebesar 0,26%,” kata Suhariyanyo di Jakarta.
Dia merinci inflasi tertinggi terjadi di Kota Mamuju Provinsi Sulawesi Barat yang mencapai 1,43%. Lalu, inflasi terendah terjadi di Kota Balikpapan dan Ambon yang sebesar 0,02%.
“Kita mengetahui saudara kita terkena gempa di Sulawesi Barat . Makanya ada terjadi kenaikan harga,” jelasnya.
Lalu deflasi tertinggi pada Kota Baubau Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar minus 0,92%. Sedangkan deflasi terendah dialami Kota Pontianak sebesar minus 0,01%.
“Deflasi ini terjadi karena penurunan harga tiket pesawat dan penurunan ikan di Baubau,” bebernya
Suharyanto menambahkan inflasi tahun 2021 ini lebih lambat dibandingkan tahun 2020. Pasalnya dampak virus korona (Covid-19) belum mereda di semua negara termasuk Indonesia.
“Roda ekonomi masih melambat karena pandemi Covid-19 belum mereda,” tandasnya
BPS pun mengklaim angka inflasi pada periode ini pun tercatat lebih rendah jika dibandingkan dengan Januari 2020 yang saat itu sebesar 0,39%. Menurutnya, inflasi pada Januari 2021 secara tahunan (yoy) tercatat sebesar 1,55% yang juga masih lebih rendah dari posisi inflasi pada Desember 2020 dan Januari 2020.
“Kalau kita lihat pergerakan ini, memasuki 2021 ini dampak Covid-19 belum reda, masih membayang-bayangi perekonomian di berbagai negara, termasuk Indonesia,” kata Suhariyanto.
Dia menambahkan, inflasi Januari 2021 didorong oleh kelompok pengeluaran makanan, minuman dan tembakau. Tahu, tempe, hingga cabet rawit juga menjadi penyumbang inflasi.
“Ada beberapa komoditas yang memberikan sumbangan inflasi beberapa komoditas andil pertama cabai rawit sebesar 0,08%, kemudian ikan segar memberikan andil inflasi 0,08%, kemudian harga tempe 0,03% dan satu lagi kenaikan harga tahu mentah 0,02 %,” imbuhnya.
Dari 11 kelompok pengeluaran seluruh kelompok mengalami inflasi, kecuali sektor transportasi yang mengalami deflasi sebesar 0,30%. Kelompok makanan dan minuman pada bulan Januari 2021 mengalami inflasi 0,81% yang memberikan andil inflasi 0,21% .
“Sebagian komoditas menyumbang deflasi seperti telur ayam ras deflasi -0,04% dan bawang merah -0,02% ,” paparnya.
Ekonom Indef Bhima Yudistira mengatakan inflasi Januari justru menunjukkan adanya tekanan dari sisi pasokan dibanding sisi permintaan. Komponen inflasi yang naik ada di bahan makanan seperti naiknya harga kedelai, daging sapi, dan cabai.
“Bahan makanan dipengaruhi oleh hambatan impor, harga internasional yang naik, faktor curah hujan tinggi dan faktor bencana alam. Jika inflasi pangan naik, tapi konsumsi rumah tangga belum pulih bisa berdampak pada penurunan daya beli masyarakat,” kata Bhima saat dihubungi di Jakarta.
Menurutnya, bencana alam yang terjadi di beberapa daerah turut menyumbang inflasi, misalnya Mamuju terjadi inflasi 1,43%. Pemerintah perlu mewaspadai faktor bencana alam di beberapa daerah yang bisa menaikan inflasi karena terganggunya distribusi logistik.
“Sementara itu Januari inflasi secara umum rendah karena adanya pembatasan sosial PPKM di Jawa Bali yang membatasi mobilitas masyarakat untuk berbelanja,” bebernya.
Lalu, faktor seasonal penurunan komponen transportasi juga wajar terjadi paska libur panjang Natal dan tahun baru. “Januari biasanya komponen transportasi mengalami deflasi,” tandasnya.
(tri)