BCA 'Sedih' Kreditnya Dikembalikan Perusahaan BUMN

Senin, 08 Februari 2021 - 23:07 WIB
loading...
BCA Sedih Kreditnya Dikembalikan Perusahaan BUMN
Presiden Direktur Bank BCA, Jahja Setiaatmadja menceritakan, dari sektor korporasi yang mengalami re-payment alias kreditnya dikembalikan. Pelakunya adalah perusahaan BUMN. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Presiden Direktur Bank BCA , Jahja Setiaatmadja menceritakan, kronologis penurunan kredit yang berhasil dieksekusi tahun 2020 kemarin. Biang kerok penurunan tersebut salah satunya dari sektor korporasi yang mengalami re-payment alias kreditnya dikembalikan. Pelakunya adalah perusahaan BUMN yaitu Pertamina, KAI, PLN, BTN dan juga beberapa BPD.

"Dari Pertamina, KAI, PLN, dan beberapa BPD, termasuk juga BTN mereka mengembalikan di ujung tahun. Mereka sedang kelebihan duit nampaknya. Sedangkan mereka sudah masuk pipeline melakukan pinjaman. Sehingga target penyaluran lebih besar tidak terjadi karena dananya dikembalikan," ujar Jahja dalam webinar yang digelar Bank BCA di Jakarta, Senin (8/2/2021).



Walaupun begitu dia mengaku sebenarnya permintaan kredit segmen korporasi cukup besar. Dari kinerja tahun 2020, kredit korporasi meningkat hingga 7,7% (YoY) menjadi Rp255,1 triliun. "Driver pada 2020 masih dari segmen korporasi yang tumbuh 7,7% jadi demand cukup besar," katanya.

Kinerja Bank BCA tahun 2020 secara rata-rata kredit pada dasarnya tumbuh 4,7% secara tahunan (YoY), sedangkan total fasilitas kredit untuk bisnis meningkat 5% (YoY). Akan tetapi, karena adanya pelemahan aktivitas bisnis, maka fasilitas tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal, sehingga per akhir Desember 2020 total kredit BCA turun 2,1% (YoY) menjadi Rp575,6 triliun.



Dengan demikian, secara konsolidasi total kredit tercatat sebesar Rp588,7 triliun, atau melemah 2,5% YoY. Meski menghadapi sejumlah tantangan, BCA dan entitas anak mampu mencatatkan pertumbuhan laba sebelum provisi dan pajak (PPOP) hingga 11,2% YoY menjadi Rp45,4 triliun, ditopang oleh peningkatan likuiditas, biaya dana yang lebih rendah, dan perlambatan belanja operasional.

Sementara itu, laba bersih turun 5,0% (YoY) menjadi Rp27,1 triliun, disebabkan biaya pencadangan yang lebih tinggi untuk mengantisipasi potensi penurunan kualitas aset.
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1697 seconds (0.1#10.140)