Kembangkan Ekosistem Kendaraan Listrik, RI Bisa Belajar dari 3 Negara Ini
loading...
A
A
A
JAKARTA - Indonesia mempunyai ambisi besar dalam membangun ekosistem kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) . Untuk itu, pemerintah Indonesia dinilai dapat belajar dari negara pembanding, yaitu Norwegia, China, dan Amerika Serikat (AS).
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, ketiga negara tersebut dinilai memiliki tingkat adopsi kendaraan listriknya yang tinggi, dan mempertimbangkan beberapa faktor lainnya.
"China dan Amerika Serikat telah sukses mencatatkan penjualan kendaraan listrik tertinggi, sedangkan Norwegia memiliki pangsa pasar kendaraan listrik terbesar di dunia," ujarnya dalam webinar Mengembangkan Ekosistem Kendaraan Listrik di Indonesia, Selasa (23/2/2021).
Dia menuturkan, secara global, perkembangan mobil listrik mengalami kenaikan pesat dalam satu dekade terakhir. Di tahun 2011, penjualan EV baru sekitar 0,1% dari total pangsa pasar dunia. Kemudian di tahun 2020 naik menjadi 4,4% dari total market share dengan jumlah kendaraan sudah mencapai 3,2 juta kendaraan yang dijual pada tahun 2020.
"Kenaikan dari tahun 2019 ke 2020 itu sampai 40%. Kalau kita lihat di 2020 adalah kondisi di mana sebenarnya pandemi Covid-19 membuat kontraksi penjualan kendaraan secara global sebesar 15% dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Tetapi EV malah naik," tuturnya.
Menurut dia, kontribusi penjualan EV terbesar berasal dari tiga negara yaitu Norwegia, China, dan Amerika Serikat dimana China naik 5% dibandingkan tahun 2019, Eropa naik rata-rata 10%, dan Amerika Serikat naik 4%.
"Yang menarik sebenarnya Norwegia. Penjualan kendaraan listrik di Norwegia mencapai 54,3% pada tahun 2020 dari sebelumnya hanya 1% pada tahun 2011. Bahkan, Norwegia akan melarang penjualan kendaraan berbasis bahan bakar fosil pada tahun 2024. Ini adalah sebuah hasil konsistensi kebijakan dan dukungan pemerintah terhadap kendaraan listrik," jelasnya.
Dia menambahkan, hingga hari ini, sudah ada 17 negara yang telah menetapkan untuk tidak lagi atau tidak mengizinkan penjualan kendaraan berbasis bahan bakar fosil. "Jadi mereka sudah mempunyai rencana untuk melakukan itu. Tentunya penggunaan kendaraan listrik akan menurunkan emisi gas rumah kaca," tandasnya.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, ketiga negara tersebut dinilai memiliki tingkat adopsi kendaraan listriknya yang tinggi, dan mempertimbangkan beberapa faktor lainnya.
"China dan Amerika Serikat telah sukses mencatatkan penjualan kendaraan listrik tertinggi, sedangkan Norwegia memiliki pangsa pasar kendaraan listrik terbesar di dunia," ujarnya dalam webinar Mengembangkan Ekosistem Kendaraan Listrik di Indonesia, Selasa (23/2/2021).
Dia menuturkan, secara global, perkembangan mobil listrik mengalami kenaikan pesat dalam satu dekade terakhir. Di tahun 2011, penjualan EV baru sekitar 0,1% dari total pangsa pasar dunia. Kemudian di tahun 2020 naik menjadi 4,4% dari total market share dengan jumlah kendaraan sudah mencapai 3,2 juta kendaraan yang dijual pada tahun 2020.
"Kenaikan dari tahun 2019 ke 2020 itu sampai 40%. Kalau kita lihat di 2020 adalah kondisi di mana sebenarnya pandemi Covid-19 membuat kontraksi penjualan kendaraan secara global sebesar 15% dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Tetapi EV malah naik," tuturnya.
Menurut dia, kontribusi penjualan EV terbesar berasal dari tiga negara yaitu Norwegia, China, dan Amerika Serikat dimana China naik 5% dibandingkan tahun 2019, Eropa naik rata-rata 10%, dan Amerika Serikat naik 4%.
"Yang menarik sebenarnya Norwegia. Penjualan kendaraan listrik di Norwegia mencapai 54,3% pada tahun 2020 dari sebelumnya hanya 1% pada tahun 2011. Bahkan, Norwegia akan melarang penjualan kendaraan berbasis bahan bakar fosil pada tahun 2024. Ini adalah sebuah hasil konsistensi kebijakan dan dukungan pemerintah terhadap kendaraan listrik," jelasnya.
Dia menambahkan, hingga hari ini, sudah ada 17 negara yang telah menetapkan untuk tidak lagi atau tidak mengizinkan penjualan kendaraan berbasis bahan bakar fosil. "Jadi mereka sudah mempunyai rencana untuk melakukan itu. Tentunya penggunaan kendaraan listrik akan menurunkan emisi gas rumah kaca," tandasnya.
(fai)