Kantongi Rp2,4 T di 2020, Laba Bersih PTBA Anjlok 40,88% Dibanding 2019
loading...
A
A
A
JAKARTA - PT Bukit Asam Tbk (PTBA) hingga Desember 2020 membukukan laba bersih sebesar Rp2,4 triliun. Capaian tersebut turun cukup dalam 40,88% dibandingkan perolehan laba bersih di 2019 yang mencapai Rp4,06 triliun.
Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin mengatakan, capaian tersebut cukup menggembirakan di tengah imbas pandemi Covid-19 serta fluktuasi dan lesunya harga batu bara dunia.
Dari sisi pendapatan, PTBA tahun 2020 membukukan sebesar Rp17,3 triliun. Sementara aset perusahaan per Desember 2020 tercatat masih kuat berada di angka Rp24,1 triliun, dengan komposisi kas setara kas dan deposito berjangka di atas 3 bulan sebesar Rp5,5 triliun atau 23% dari total aset.
"Tentunya ini suatu hal yang menggembirakan karena selama pandemi banyak sekali perusahaan yang mengalami kesulitan dan Alhamdulillah kita bisa keluar dari permasalahan keuangan perusahaan," ujarnya dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (12/3/2021).
Dia melanjutkan, kinerja PTBA sepanjang tahun 2020 terdampak oleh pandemi Covid-19 yang menyebabkan penurunan konsumsi energi akibat diberlakukannya lockdown di beberapa negara tujuan ekspor seperti China dan India. Begitu juga dengan kondisi di dalam negeri yang menjadi pasar mayoritas PTBA. Turunnya konsumsi listrik di wilayah besar Indonesia seperti DKI Jakarta, Banten, Jawa dan Bali juga berdampak turunnya penyerapan batu bara domestik. "Karena turunnya konsumsi listrik mau tidak mau tentunya mengurangi penjualan," tuturnya.
Sementara harga batu bara selama tahun 2020 juga menjadi tantangan tersendiri bagi perseroan. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), harga batu bara acuan (HBA) sangat berfluktuasi sepanjang 2020. Berawal di angka USD65,93 per ton di awal Januari 2020 dan sempat menyentuh titik di bawah USD50 per ton pada September 2020.
HBA mulai merangkak naik dalam 3 bulan terakhir di 2020 dan menyentuh angka USD59,65 per ton pada Desember 2020. Kenaikan ini seiring dengan mulai pulihnya permintaan batu bara di pasar global. Meskipun begitu rerata HBA sepanjang 2020 merupakan yang terendah selama 4 tahun terakhir dengan berada di level USD58,17 per ton.
"Langkah-langkah yang kita lakukan supaya perusahaan tetap kinerja positif adalah kita tetap melakukan program efisiensi, penurunan biaya usaha dan pengendalian biaya pokok produksi melalui penerapan optimalisasi di setiap lini operasi. Pada akhirnya terasa dan terlihat dari laba Rp2,4 triliun," tandas Arviyan.
Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin mengatakan, capaian tersebut cukup menggembirakan di tengah imbas pandemi Covid-19 serta fluktuasi dan lesunya harga batu bara dunia.
Dari sisi pendapatan, PTBA tahun 2020 membukukan sebesar Rp17,3 triliun. Sementara aset perusahaan per Desember 2020 tercatat masih kuat berada di angka Rp24,1 triliun, dengan komposisi kas setara kas dan deposito berjangka di atas 3 bulan sebesar Rp5,5 triliun atau 23% dari total aset.
"Tentunya ini suatu hal yang menggembirakan karena selama pandemi banyak sekali perusahaan yang mengalami kesulitan dan Alhamdulillah kita bisa keluar dari permasalahan keuangan perusahaan," ujarnya dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (12/3/2021).
Dia melanjutkan, kinerja PTBA sepanjang tahun 2020 terdampak oleh pandemi Covid-19 yang menyebabkan penurunan konsumsi energi akibat diberlakukannya lockdown di beberapa negara tujuan ekspor seperti China dan India. Begitu juga dengan kondisi di dalam negeri yang menjadi pasar mayoritas PTBA. Turunnya konsumsi listrik di wilayah besar Indonesia seperti DKI Jakarta, Banten, Jawa dan Bali juga berdampak turunnya penyerapan batu bara domestik. "Karena turunnya konsumsi listrik mau tidak mau tentunya mengurangi penjualan," tuturnya.
Sementara harga batu bara selama tahun 2020 juga menjadi tantangan tersendiri bagi perseroan. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), harga batu bara acuan (HBA) sangat berfluktuasi sepanjang 2020. Berawal di angka USD65,93 per ton di awal Januari 2020 dan sempat menyentuh titik di bawah USD50 per ton pada September 2020.
HBA mulai merangkak naik dalam 3 bulan terakhir di 2020 dan menyentuh angka USD59,65 per ton pada Desember 2020. Kenaikan ini seiring dengan mulai pulihnya permintaan batu bara di pasar global. Meskipun begitu rerata HBA sepanjang 2020 merupakan yang terendah selama 4 tahun terakhir dengan berada di level USD58,17 per ton.
"Langkah-langkah yang kita lakukan supaya perusahaan tetap kinerja positif adalah kita tetap melakukan program efisiensi, penurunan biaya usaha dan pengendalian biaya pokok produksi melalui penerapan optimalisasi di setiap lini operasi. Pada akhirnya terasa dan terlihat dari laba Rp2,4 triliun," tandas Arviyan.
(fai)