Batas Pinjaman KUR Dinaikkan, Menteri Teten: Biar UMKM Cepat Naik Kelas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah menaikkan ambang batas pinjaman tanpa jaminan di Kredit Usaha Rakyat (KUR) menjadi Rp100 juta, dari sebelumnya Rp50 juta. Menteri UKM dan Koperasi Teten Masduki menjelaskan, batas pinjaman tanpa jaminan dinaikkan agar program pemerintah untuk mendorong UMKM naik kelas bisa terealisasi.
"Setelah 6 tahun kita amati, ternyata untuk membuat UMKM naik kelas dari mikro ke kecil dan dari kecil ke menengah itu tidak mudah, bahkan bisa dikatakan kita gagal mendorong UMKM untuk naik kelas,” ujar Teten kepada Radio MNC Trijaya, Selasa, (6/4/2021). Baca Juga: Plafon KUR Naik, Yang Untung UKM atau Konglomerasi?
Teten juga menjelaskan, struktur ekonomi Indonesia saat ini mayoritas diisi oleh usaha mikro yang presentasenya mencapai 99%.
"Saat ini, model pembiayaan untuk usaha mikro sudah banyak di Indonesia, tetapi ada kekosongan (model pembiayaan) setelah para usaha mikro ini bertahan dan ingin naik kelas menjadi usaha kecil maupun menengah, karena tidak bisa otomatis mengajukan kredit komersil," jelasnya. Alasan itulah yang membuat pemerintah memperlebar batas pinjaman dengan bunga yang kompetitif sekitar 6%.
Di kesempatan yang sama, salah satu pelaku UMKM dengan merek dagang Du Anyam, Hanna Keraf menjelaskan untuk level grassroot atau di desa-desa di Indonesia, peran UMKM sangat vital.
"Untuk pemerataan ekonomi dan pembangunan di seluruh Indonesia. Kebijakan pemerintah memang menjadi kunci, tetapi jika berbicara untuk ekonomi level grassroot atau di desa-desa, peran UMKM justru menjadi kunci untuk memajukan ekonomi di desa-desa, karena UMKM ini kemudian membantu para perajin ataupun petani memberikan akses pasar untuk produk-produk mereka," ujarnya.
Hanna mengatakan pertumbuhan UMKM di desa-desa sangat signifikan. Namun sejak pandemi Covid-19, pelaku UMKM dituntut untuk bisa beradaptasi dengan digitalisasi.
"Dan juga tantangan bagi pelaku UMKM di daerah luar Jawa untuk memanfaatkan pasar lokal agar mampu menyerap produk yang mereka hasilkan. Karena para pelaku UMKM di luar Jawa masih banyak yang melihat pulau Jawa adalah pasar akhir dari produk-produk UMKM, itu yang sangat disayangkan. Padahal destinasi wisata di Indonesia tidak hanya ada di pulau Jawa. Masih banyak destinasi wisata di luar pulau jawa yang bisa menjadi akses pasar bagi mereka, contohnya seperti Labuan Bajo," tutup Hanna.
"Setelah 6 tahun kita amati, ternyata untuk membuat UMKM naik kelas dari mikro ke kecil dan dari kecil ke menengah itu tidak mudah, bahkan bisa dikatakan kita gagal mendorong UMKM untuk naik kelas,” ujar Teten kepada Radio MNC Trijaya, Selasa, (6/4/2021). Baca Juga: Plafon KUR Naik, Yang Untung UKM atau Konglomerasi?
Teten juga menjelaskan, struktur ekonomi Indonesia saat ini mayoritas diisi oleh usaha mikro yang presentasenya mencapai 99%.
"Saat ini, model pembiayaan untuk usaha mikro sudah banyak di Indonesia, tetapi ada kekosongan (model pembiayaan) setelah para usaha mikro ini bertahan dan ingin naik kelas menjadi usaha kecil maupun menengah, karena tidak bisa otomatis mengajukan kredit komersil," jelasnya. Alasan itulah yang membuat pemerintah memperlebar batas pinjaman dengan bunga yang kompetitif sekitar 6%.
Di kesempatan yang sama, salah satu pelaku UMKM dengan merek dagang Du Anyam, Hanna Keraf menjelaskan untuk level grassroot atau di desa-desa di Indonesia, peran UMKM sangat vital.
"Untuk pemerataan ekonomi dan pembangunan di seluruh Indonesia. Kebijakan pemerintah memang menjadi kunci, tetapi jika berbicara untuk ekonomi level grassroot atau di desa-desa, peran UMKM justru menjadi kunci untuk memajukan ekonomi di desa-desa, karena UMKM ini kemudian membantu para perajin ataupun petani memberikan akses pasar untuk produk-produk mereka," ujarnya.
Hanna mengatakan pertumbuhan UMKM di desa-desa sangat signifikan. Namun sejak pandemi Covid-19, pelaku UMKM dituntut untuk bisa beradaptasi dengan digitalisasi.
"Dan juga tantangan bagi pelaku UMKM di daerah luar Jawa untuk memanfaatkan pasar lokal agar mampu menyerap produk yang mereka hasilkan. Karena para pelaku UMKM di luar Jawa masih banyak yang melihat pulau Jawa adalah pasar akhir dari produk-produk UMKM, itu yang sangat disayangkan. Padahal destinasi wisata di Indonesia tidak hanya ada di pulau Jawa. Masih banyak destinasi wisata di luar pulau jawa yang bisa menjadi akses pasar bagi mereka, contohnya seperti Labuan Bajo," tutup Hanna.
(fai)