Biar Fair, Industri Hasil Tembakau Butuh Road Map

Jum'at, 09 April 2021 - 04:03 WIB
loading...
Biar Fair, Industri...
Pemerintah diminta bersikap fair atau adil dalam memperlakukan industri hasil tembakau (IHT). Jangan karena tekanan, dengan alasan Pengendalian konsumsi lalu menaikan harga jual eceran (HJE) dan cukai rokok. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Pemerintah diminta bersikap fair atau adil dalam memperlakukan industri hasil tembakau (IHT). Jangan karena tekanan dari kelompok tertentu, dengan alasan Pengendalian konsumsi lalu menaikan harga jual eceran (HJE) dan cukai rokok setinggi tingginya. Namun melupakan peran penting industri tersebut dalam menyerap tenaga kerja dan menggerakan perekonomian sekaligus memberikan pemasukan pada negara.



Agar pemerintah dapat menjalankan sikap yang fair atau adil terhadap industri hasil tembakau. Yakni di satu sisi pemerintah perlu memperhatikan pengendalian konsumsi lewat kenaikan cukai dan harga jual eceran. Di sisi lain perlu mempertahankan keberadaan dan keberlangsungan industri tersebut, untuk penyerapan tenaga kerja dan perekonomian, pemerintah perlu segera membuat road map atau peta jalan IHT.

Hal tersebut disampaikan Peneliti Pusat Pengkajian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, Imanina Eka Dalilah dan sekretaris Jenderal (Sekjen) Pengurus Pusat Asosiasi Petani Tembakau Indonesia Wening Swasono, kepada pers kemarin di Jakarta.

“Industri hasil tembakau perlu road map atau peta jalan untuk menjamin kepastian dan keberlangsungan Industri itu sendiri. Namun yang perlu diperhatikan adalah dalam proses pembuatan roadmap tersebut harus melibatkan stakeholder terkait. Dalam hal ini pelaku industri hasil tembakau baik skala besar maupun skala menengah dan kecil,” tegas Penelitian PPKE Universitas Brawijaya, Imanina Eka Dalilah.

Menurut Imanina, roadmap yang dibentuk nanti semacam buku acuan, guideline yang dapat digunakan sebagai pedoman bersama dalam merumuskan kebijakan IHT. Baik dari segi jumlah produksi rokok, besaran cukai setiap tahunnya dan yang lainnya.

Sependapat dengan Imanina, Sekjen Pengurus Nasional APTI Wening Swasono, berpendapat, road map yang dibuat pemerintah tidak perlu dalam bentuk undang-undang. Namun kesepakatan bersama antara para menteri dan pelaku industri hasil tembakau itu sendiri. Dengan demikian proses pembuatannya selain melibatkan para pelaku IHT dan kementrian perindustrian juga melibatkan kementrian keuangan dan kementrian Kesehatan.

“Yang berkompeten menyiapkan road map industri hasil tembakau adalah Kementrian Perindustrian, Kementrian Perdagangan, Kementrian Kehutanan, Kementrian Kesehatan, Kementrian Keuangan, kementrian tenaga kerja, selain para pelaku industri hasil tembakau itu sendiri. Sehingga masing masing kementrian tidak berjalan sendiri sendiri dalam mengambil kebijakan yang berkaitan dengan IHT,” tegas Wening Swasono.

Sedangkan Imanina berpendapat, yang pantas memimpin pembuatan road map untuk IHT adalah Menteri Kordinator bidang perekonomian. Pihak Menko Perekonomian perlu melibatkan pelaku industri hasil tembakau seperti asosiasi petani tembakau atau, pengurus gabungan pabrik rokok (Gapero atau Gappri).

“Kementerian Perekonomian sebagai koordinator dapat memimpin dalam pembuatan roadmap ini dengan melibatkan kementrian lain yang terkait, termasuk kementerian kesehatan, serta pihak-pihak terkait lainnya,” papar Imanina.



Imanina menolak adanya anggapan, belum adanya road map IHT karena pemerintah secara perlahan akan mematikan IHT di tanah air. Menurutnya pemerintah tidak akan mematikan IHT karena faktor banyaknya tenaga kerja yang terserap di sektor industri ini.

“Kita tidak bisa langsung mengambil kesimpulan bahwa pemerintah secara perlahan akan mematikan industri ini. Bagaimanapun pemerintah juga masih mempertimbangkan tenaga kerja yang ada dalam IHT ini,” papar Imanina.

Sementara Sekjen Pengurus APTI Nasional, Wening Swasono berpendapat, selama ini belum ada road map yang mengatur IHT karena masing masing instansi pemerintah yang ada di Indonesia, berjalan sendiri sendiri. Masing masing kementrian dan lembaga memiliki kepentingan yang berbeda beda.

Baik Wening Swasono maupun Imanina, berpendapat, dalam road map IHT yang harus disiapkan pemerintah sebaiknya mengandung, pertama terkait masalah Besaran tarif cukai kurang lebih dalam lima tahun ke depan, program pemerintah dalam pengendalian konsumsi produk IHT, pertanian tembakau dan cengkeh. Kemudian terkait volume rokok yang diproduksi pabrik, terkait ketenagakerjaan atau buruhnya, serta intensif untuk eksport produk hasil tembakau.

“Kemudian dari sisi perindustrian kaitannya dengan produktifitas pabrikan, kemudian di kementrian tenaga kerja terkait masalah upah buruh dan kesejahteraan buru,” papar Wening Swasono.

Satu Digit

Menyinggung bersaran tarif cukai rokok yang dirasa memberatkan pelaku IHT di dua tahun berturut turut, menurut Imanina, karena di situasi pandemi Covid 19 ini penerimaan negara mengalami penurunan. Sehingga diharapkan cukai hasil tembakau (CHT) dapat membantu penerimaan negara.

“Semoga ke depan cukai rokok bisa kembali disesuaikan dengan kemampuan IHT, ketika kondisi ekonomi nasional telah kembali normal,” harap Imanina Eka Dalilah.

Sedangkan Wening Swasono berpendapat, karena pemerintah sudah dua tahun berturut turut menaikan besaran tarif cukai yang amat besar. Tahun 2021 ini pemerintah tidak lagi menaikan tarif cukai rokok. Alasannya, kebijakan kenaikan tarif cukai rokok yang dilakukan pemerintah berimbas pada menurunnya jumlah pembelian produksi hasil tembakau rakyat oleh para produsen rokok.

“Kalau pun karena faktor krisis ekonomi pemerintah perlu kembali menaikan cukai rokok. Kenaikannya tidak boleh lebih dari satu digit. 5 persen paling banyak,” tegas wening Swasono.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2202 seconds (0.1#10.140)