Awas! Serangan Pemeras Digital Masih Mengancam Kalangan UMKM ASEAN
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ada kabar menggembirakan buat pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di kawasan ASEAN . Sepanjang 2020 serangan ransomware atau sejenis perangkat lunak susupan yang menyerang jaringan komputer UMKM di Asia Tenggara mengalami penurunan.
Meskipun serangan ransomware berkurang, namun dunia usaha dan UMKM disarankan tetap berhati-hati dan meningkatkan kewaspadaan. Pasalnya, serangan ransomware yang biasanya dilakukan oleh para pencuri data kini bermetamorfosis menjadi pemeras digital. Ketika ransomware itu sudah "membajak" data-data perusahaan, maka para pemeras digital itu meminta tebusan dengan ancaman memblokir atau mempublikasikan data-data tadi.
( Baca juga:Wapres Minta E-Commerce Bantu UMKM Syariah Jualan Online )
Berdasarkan laporan Kapersky, perusahaan global cybersecurity yang berdiri sejak tahun 1997, di tahun lalu kurang dari satu juta upaya ransomware (804.513) yang terpantau. Jumlah itu menurun signifikan jika dibandingkan tahun 2019 yang mendeteksi lebih dari 1,9 juta upaya ransomware.
Di antara enam negara Asia Tenggara, hanya Singapura yang menunjukkan peningkatan jumlah deteksi ransomware. Ada sedikit peningkatan dari 2.275 instans pada 2019 yang melonjak menjadi 3.191 pada 2020.
Meskipun Indonesia masih menduduki peringkat kelima secara global untuk jumlah deteksi ransomware, sebanyak 1.158.837 pendeteksiannya kini turun menjadi 439.473 di tahun 2020. Tren penurunan ransomware juga terjadi di negara lain di kawasan ini termasuk Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Thailand.
“Saya melihat statistik untuk masing-masing kategori, dan itu mengikuti keseluruhan penurunan jumlah deteksi, terutama karena penurunan jumlah deteksi dari WannaCry. Kelompok ini merupakan bagian yang signifikan dari semua ransomware yang terdeteksi, meskipun faktanya kelompok ini bahkan sudah tidak didukung oleh pembuatnya selama lebih dari tiga tahun dan ada sebagai 'zombie',” kata Fedor Sinitsyn, peneliti keamanan di Kaspersky, dalam keterangan tertulisnya, Senin (19/4/2021).
Masih menurut laporan Kapersky, salah satu ancaman dunia maya yang paling gigih menargetkan sektor UMKM di kawasan ini tetap menjadi ransomware, malware yang dirancang untuk menginfeksi komputer individu maupun organisasi. Kemudian mengenkripsi data di dalamnya, dan memblokir akses menuju perangkat pengguna. Penyerang ransomware kemudian akan meminta bayaran dari korban sebagai imbalan agar sistem dapat bekerja kembali.
Ancaman ransomware mungkin saat ini menurun tetapi Kaspersky telah mengeluarkan peringatan kepada perusahaan, dari segala bentuk dan ukuran, terhadap peningkatan aktivitas 'Ransomware 2.0' atau yang dikenal sebagai ransomware yang ditargetkan.
Penyakit keamanan siber ini tidak lagi sekedar pencurian data. Kali ini grup ransomware berbahaya melakukan eksfiltrasi (penyusupan) data yang dilengkapi dengan pemerasan. Dengan menggunakan 'taktik tekanan', para pelaku kejahatan siber ini mengancam untuk mempublikasikan secara publik data yang telah mereka curi, dan selanjutnya meningkatkan kebutuhan para korban untuk membayar uang tebusan demi melindungi reputasi mereka yang berharga.
Meskipun serangan ransomware berkurang, namun dunia usaha dan UMKM disarankan tetap berhati-hati dan meningkatkan kewaspadaan. Pasalnya, serangan ransomware yang biasanya dilakukan oleh para pencuri data kini bermetamorfosis menjadi pemeras digital. Ketika ransomware itu sudah "membajak" data-data perusahaan, maka para pemeras digital itu meminta tebusan dengan ancaman memblokir atau mempublikasikan data-data tadi.
( Baca juga:Wapres Minta E-Commerce Bantu UMKM Syariah Jualan Online )
Berdasarkan laporan Kapersky, perusahaan global cybersecurity yang berdiri sejak tahun 1997, di tahun lalu kurang dari satu juta upaya ransomware (804.513) yang terpantau. Jumlah itu menurun signifikan jika dibandingkan tahun 2019 yang mendeteksi lebih dari 1,9 juta upaya ransomware.
Di antara enam negara Asia Tenggara, hanya Singapura yang menunjukkan peningkatan jumlah deteksi ransomware. Ada sedikit peningkatan dari 2.275 instans pada 2019 yang melonjak menjadi 3.191 pada 2020.
Meskipun Indonesia masih menduduki peringkat kelima secara global untuk jumlah deteksi ransomware, sebanyak 1.158.837 pendeteksiannya kini turun menjadi 439.473 di tahun 2020. Tren penurunan ransomware juga terjadi di negara lain di kawasan ini termasuk Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Thailand.
“Saya melihat statistik untuk masing-masing kategori, dan itu mengikuti keseluruhan penurunan jumlah deteksi, terutama karena penurunan jumlah deteksi dari WannaCry. Kelompok ini merupakan bagian yang signifikan dari semua ransomware yang terdeteksi, meskipun faktanya kelompok ini bahkan sudah tidak didukung oleh pembuatnya selama lebih dari tiga tahun dan ada sebagai 'zombie',” kata Fedor Sinitsyn, peneliti keamanan di Kaspersky, dalam keterangan tertulisnya, Senin (19/4/2021).
Masih menurut laporan Kapersky, salah satu ancaman dunia maya yang paling gigih menargetkan sektor UMKM di kawasan ini tetap menjadi ransomware, malware yang dirancang untuk menginfeksi komputer individu maupun organisasi. Kemudian mengenkripsi data di dalamnya, dan memblokir akses menuju perangkat pengguna. Penyerang ransomware kemudian akan meminta bayaran dari korban sebagai imbalan agar sistem dapat bekerja kembali.
Ancaman ransomware mungkin saat ini menurun tetapi Kaspersky telah mengeluarkan peringatan kepada perusahaan, dari segala bentuk dan ukuran, terhadap peningkatan aktivitas 'Ransomware 2.0' atau yang dikenal sebagai ransomware yang ditargetkan.
Penyakit keamanan siber ini tidak lagi sekedar pencurian data. Kali ini grup ransomware berbahaya melakukan eksfiltrasi (penyusupan) data yang dilengkapi dengan pemerasan. Dengan menggunakan 'taktik tekanan', para pelaku kejahatan siber ini mengancam untuk mempublikasikan secara publik data yang telah mereka curi, dan selanjutnya meningkatkan kebutuhan para korban untuk membayar uang tebusan demi melindungi reputasi mereka yang berharga.