Dampak Dua Sisi Pandemi Terhadap Sektor Ketenagakerjaan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pandemi Covid-19 terbukti telah meluluhlantakkan perekonomian hampir seluruh negara di dunia. Tak terkecuali juga di Indonesia, yang kinerja perekonomiannya tercatat mengalami resesi pada tahun 2020 lalu.
Kondisi itu tentu berhubungan langsung dengan iklim ketenagakerjaan Tanah Air. Tingkat pengangguran terbuka di sepanjang pandemi melonjak signifikan menjadi 7,07%, dengan sedikitnya 29,12 juta masyarakat terdampak langsung dengan adanya pandemi.
Baca juga:Oh My God! Kekayaan Jeff Bezos Hampir Tembus Rp3.000 Triliun
Namun di tengah tekanan yang terjadi, gelombang baru revolusi terjadi ditandai dengan makin gencarnya penggunaan teknologi digital yang mengarah pada otomasi dan pertukaran digital secara cepat dan bahkan realtime di segala aspek.
“Kita bisa lihat sekarang dunia kini lebih banyak ‘digerakkan’ oleh internet of things (IoT), artificial intelligence (AI) dan juga Big Data. (Perubahan) Ini menjadikan pekerjaan hari ini menjadi sangat fleksibel, baik dari segi waktu maupun tempat. Kerja tidak lagi harus dikerjakan di kantor dan di jam-jam kerja yang telah ditentukan. Kerja kini bisa di mana saja dan kapan saja,” ujar Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziah , dalam keynote speech yang disampaikannya sebagai pembuka acara Penghargaan Indonesia Human Resource Awards 2021, Kamis (29/4/2021).
Tak sekadar membuat proses kerja menjadi lebih fleksibel, menurut Ida, gelombang perubahan yang terjadi juga memantik disrupsi dalam dunia industri dan juga menciptakan tatanan baru dalam dunia kerja. Perekonomian dunia secara bertahap bergerak dari old economy ke arah new economy.
“World Economic Forum (WEF) dalam laporan terbarunya memperkirakan bahwa akan ada sedikitnya 95 juta jenis pekerjaan baru yang akan tumbuh bersamaan dengan 85 juta pekerjaan lama yang bakal semakin berkurang dan hilang. Di Indonesia, McKinsey juga meyakini ada setidaknya 23 juta pekerjaan yang terdampak oleh gelombang otomasi, namun juga akan ada puluhan juta pekerjaan baru yang akan muncul,” tutur Ida.
Dengan kondisi demikian, Ida menyebut bahwa pada akhirnya profil dan skill yang dibutuhkan di masa depan juga pasti akan berubah. Misalnya saja terkait kemampuan berpikir kritis dan analitis, kecakapan dalam membuat desain dan berinovasi hingga kemampuan memecahkan masalah sekaligus juga pengelolaan stres, menjadi sangat dibutuhkan di masa depan, menggantikan tuntutan terhadap skill yang masih sangat manual dan mengandalkan personal handling.
Baca juga:Soal Eksodus WN India ke Indonesia, Ini Kata Pihak Kedubes
“Dengan segala perubahan itu, maka pembangunan kualitas sumber daya manusia (SDM) adalah kuncinya. Dan dalam konteks korporasi, peran itu jelas berada di bagian human resources (HR). (Peran HR) berada di ujung tombak dalam pengembangan kompetensi dan karir karyawan. Dari sanalah perusahaan kemudian memupuk daya saingnya menjadi lebih baik lagi, dan siap menghadapi berbagai tantangan di industri,” ungkap Ida.
Kondisi itu tentu berhubungan langsung dengan iklim ketenagakerjaan Tanah Air. Tingkat pengangguran terbuka di sepanjang pandemi melonjak signifikan menjadi 7,07%, dengan sedikitnya 29,12 juta masyarakat terdampak langsung dengan adanya pandemi.
Baca juga:Oh My God! Kekayaan Jeff Bezos Hampir Tembus Rp3.000 Triliun
Namun di tengah tekanan yang terjadi, gelombang baru revolusi terjadi ditandai dengan makin gencarnya penggunaan teknologi digital yang mengarah pada otomasi dan pertukaran digital secara cepat dan bahkan realtime di segala aspek.
“Kita bisa lihat sekarang dunia kini lebih banyak ‘digerakkan’ oleh internet of things (IoT), artificial intelligence (AI) dan juga Big Data. (Perubahan) Ini menjadikan pekerjaan hari ini menjadi sangat fleksibel, baik dari segi waktu maupun tempat. Kerja tidak lagi harus dikerjakan di kantor dan di jam-jam kerja yang telah ditentukan. Kerja kini bisa di mana saja dan kapan saja,” ujar Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziah , dalam keynote speech yang disampaikannya sebagai pembuka acara Penghargaan Indonesia Human Resource Awards 2021, Kamis (29/4/2021).
Tak sekadar membuat proses kerja menjadi lebih fleksibel, menurut Ida, gelombang perubahan yang terjadi juga memantik disrupsi dalam dunia industri dan juga menciptakan tatanan baru dalam dunia kerja. Perekonomian dunia secara bertahap bergerak dari old economy ke arah new economy.
“World Economic Forum (WEF) dalam laporan terbarunya memperkirakan bahwa akan ada sedikitnya 95 juta jenis pekerjaan baru yang akan tumbuh bersamaan dengan 85 juta pekerjaan lama yang bakal semakin berkurang dan hilang. Di Indonesia, McKinsey juga meyakini ada setidaknya 23 juta pekerjaan yang terdampak oleh gelombang otomasi, namun juga akan ada puluhan juta pekerjaan baru yang akan muncul,” tutur Ida.
Dengan kondisi demikian, Ida menyebut bahwa pada akhirnya profil dan skill yang dibutuhkan di masa depan juga pasti akan berubah. Misalnya saja terkait kemampuan berpikir kritis dan analitis, kecakapan dalam membuat desain dan berinovasi hingga kemampuan memecahkan masalah sekaligus juga pengelolaan stres, menjadi sangat dibutuhkan di masa depan, menggantikan tuntutan terhadap skill yang masih sangat manual dan mengandalkan personal handling.
Baca juga:Soal Eksodus WN India ke Indonesia, Ini Kata Pihak Kedubes
“Dengan segala perubahan itu, maka pembangunan kualitas sumber daya manusia (SDM) adalah kuncinya. Dan dalam konteks korporasi, peran itu jelas berada di bagian human resources (HR). (Peran HR) berada di ujung tombak dalam pengembangan kompetensi dan karir karyawan. Dari sanalah perusahaan kemudian memupuk daya saingnya menjadi lebih baik lagi, dan siap menghadapi berbagai tantangan di industri,” ungkap Ida.
(uka)