Ketika Said Iqbal Kembali Bersuara Lantang Soal Omnibus Law, TKA China, hingga THR

Selasa, 11 Mei 2021 - 10:30 WIB
loading...
Ketika Said Iqbal Kembali...
foto/Dok
A A A
JAKARTA - Maraknya kedatangan TKA China dan India dengan mencarter pesawat sangat melukai perasaan jutaan buruh dan pekerja lokal yang tak melakukan mudik Lebaran . Bayangkan, ketika para buruh dan pekerja tak bisa mudik karena adanya pelarangan, TKA China dan India melenggang kangkung masuk Tanah Air.

“Ibaratnya buruh dikasih jalan tanah yang becek, tetapi TKA diberi karpet merah dengan penyambutan yang gegap gempita atas nama industri strategis,” kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal di Jakarta, Selasa (11/5/2021).

Situasi ini, lanjut Said Iqbal, diperparah dengan pembayaran THR yang jauh panggang dari api. Pernyataan Menteri Tenaga Kerja hanya lip services. Sementara sanksi yang akan diberikan kepada perusahaan yang tidak membayar THR sesuai ketentuan sejauh ini hanya retorika belaka.

Baca juga:Bismillah, Kawasan Industri Halal Terbesar di Indonesia Akan Dibangun

Bagi buruh, datangnya TKA China dan India dengan menggunakan pesawat carteran di tengah pandemi adalah sebuah ironi yang menyakitkan dan menciderai rasa keadilan. Apalagi terjadi di saat jutaan pemudik yang menggunakan motor (bisa dipastikan mereka adalah buruh) dihadang di perbatasan-perbatasan kota.

“Padahal buruh yang mudik tidak mencarter pesawat, tetapi membeli sendiri bensin motor dan makannya, di saat sebagian dari mereka uang THR-nya tidak dibayar penuh oleh pengusaha,” tegas Said.

Kedatangan TKA dari China dan India tersebut menegaskan fakta bahwa omnibus law UU Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan ingin memudahkan masuknya TKA China yang mengancam lapangan pekerjaan pekerja lokal. Padahal saat ini, rakyat Indonesia justru lebih membutuhkan pekerjaan, karena banyak yang ter-PHK akibat pandemi.

“Itulah sesungguhnya tujuan omnibus law. Tadinya TKA yang masuk ke Indonesia harus mendapatkan izin tertulis dari Menteri Tenaga Kerja, sehingga TKA tidak mungkin bisa masuk ke Indonesia kalau belum mendapat surat izin tertulis,” ujarnya.

Berdasarkan omnibus law, TKA yang masuk ke Indonesia tidak perlu menunggu memegang surat izin tertulis dari Menteri Tenaga Kerja, tetapi cukup si perusahaan pengguna TKA melaporkan rencana kedatangan TKA tersebut (RPTKA).

Akibatnya, jutaan buruh dilarang mudik bahkan disekat di perbatasan kota seperti warga kelas dua, tetapi TKA disambut sebagai warga kelas satu dengan alasan kebutuhan industri strategis.

"Padahal boleh jadi TKA China dan India yang masuk ke Indonesia tersebut adalah buruh kasar (unskill workers) yang bekerja di industri-industri konstruksi, perdagangan, baja, tekstil, pertambangan nikel, dan industri-industri lain, yang semestinya bisa merekrut buruh lokal Indonesia," bebernya.

Said Iqbal mengaku heran, pihak yang selalu membantah dan membela keberadaan para TKA China tersebut adalah para pejabat Republik Indonesia. Bukan perusahaan pengguna TKA tersebut. Selain itu juga tidak pernah dijelaskan, di perusahaan mana saja (nama PT-nya) para TKA tersebut bekerja. Oleh karena itu, KSPI dan buruh Indonesia menuntut stop mendatangkan TKA China dan negara lainnya ke Indonesia, terutama di masa pandemi dengan alasan apa pun.

“Janganlah hukum tajam ke buruh Indonesia tetapi tumpul ke TKA China. Batalkan omnibus law UU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan. Khususnya pasal tentang TKA dikembalikan bunyinya menjadi 'Setiap TKA yang datang ke Indonesia wajib mendapatkan izin tertulis dari Menteri Tenaga Kerja',” lanjutnya.

Di samping itu, Said Iqbal menyampaikan, berdasarkan posko pengaduan THR yang dibentuk oleh KSPI, tercatat bahwa ada ratusan perusahaan yang tidak membayar THR sesuai dengan surat edaran Menaker tentang THR. Tetapi sejauh ini tidak ada tindakan terhadap perusahaan yang tidak membayar THR sesuai dengan ketentuan tersebut.

Baca juga:Kota Bekasi Tambah Dua Pos Penyekatan di Kalimalang

Kasus-kasus pembayaran THR yang tidak sesuai dengan suarat edaran Menaker bisa dijumpai di PT Pan Brothers di Boyolali, PT Agung Pelita Industrindo di Brebes, perusahaan tekstil di pekalongan, dan seluruh mayoritas outsourcing PLN di seluruh Indonesia serta perusahaan-perusahaan lain. Hal ini menjelaskan ketidakmampuan Menaker menegakkan aturan tentang THR.

Sudahlah mudik dilarang, TKA dibiarkan masuk melenggang kangkung ke Indonesia di tengah pandemi dan lip services atau hanya pemanis bibir tentang pembayaran THR.

"KSPI mendesak pemerintah bersikap adil, menegakkan aturan, dan menunjukkan keberpihakannya terhadap kepentingan nasional para buruh lokal, bukan TKA,” pungkasnya.
(uka)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1467 seconds (0.1#10.140)