Otoritas Jasa Keuangan Dorong Potensi Ekonomi Baru
loading...
A
A
A
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai sektor jasa keuangan masih solid dengan indikator permodalan dan likuiditas yang tersedia serta risiko kredit yang terjaga. Pemulihan ekonomi globalpun terus berlanjut seiring pulihnya aktivitas perekonomian negara ekonomi utama dunia.
“Di domestik, indikator perekonomian seperti sektor rumah tangga dan korporasi mengindikasikan perbaikan. Mobilitas penduduk di kuartal kedua meningkat signifikan yang diharapkan mempercepat pemulihan ekonomi,” ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam keterangan tertulisnya kemarin.
OJK, kata dia, terus menjaga sektor jasa keuangan tetap stabil di tengah upaya pemulihan ekonomi nasional dengan senantiasa bersinergi bersama para pemangku kepentingan dalam mengeluarkan berbagai kebijakan.
Menurut Wimboh, OJK juga berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan menerbitkan kebijakan yang membantu mempercepat pemulihan ekonomi, serta mendorong potensi ekonomi alternatif baru sesuai dengan keunggulan masing-masing daerah.
Dia memaparkan, pertumbuhan kredit hingga April masih terkontraksi sebesar 2,28 persen year on year (yoy). Namun, kredit konsumsi mulai tumbuh positif 0,31 persen (yoy) sejalan dengan meningkatnya proporsi pengeluaran konsumsi terutama didorong oleh KPR sebagai hasil dari kebijakan stimulus Pemerintah, OJK, dan Bank Indonesia dalam penyaluran KPR.
Kredit sektor pariwisata juga tercatat tumbuh sebesar 5,99 persen ditopang kenaikan kredit pada restoran/rumah makan 10,53 persen/mtm (month to month) dan angkatan laut domestik 1,24 persen/yoy.
Secara tahun berjalan (year to date/ytd) pertumbuhan kredit masih positif, terutama didorong oleh penyaluran kredit dari bank BUMN dan BPD. Kredit UMKM juga mulai menunjukkan perbaikan. Dari tren ini, pertumbuhan kredit kuartal I/2021 lebih baik dari 2020, sehingga masih terdapat ruang untuk pertumbuhan. Ruang pertumbuhan kredit juga didukung dengan suku bunga kredit yang terus turun.
Hingga April suku bunga kredit modal kerja turun menjadi 9,08 persen, bunga kredit konsumsi menjadi 10,87 persen dan suku bunga kredit investasi di posisi 8,68 persen. “Suku bunga bukan satu-satunya faktor penentu tumbuhnya kredit perbankan, karena pertumbuhan kredit sangat ditentukan oleh permintaan masyarakat,” ujarnya.
Menurut Wimboh, permintaan atas kredit atau pembiayaan akan kembali tinggi apabila terjadi peningkatan mobilitas masyarakat yang mematuhi protokol kesehatan. “Hal tersebut didukung upaya vaksinasi yang semakin meluas untuk meningkatkan imunitas dan kesehatan masyarakat yang terjaga baik,” katanya.
*Penguatan Ekonomi Berlanjut*
Wimboh menambahkan, pemulihan ekonomi global masih terus berlanjut seiring mulai pulihnya aktivitas perekonomian di negara-negara ekonomi utama dunia seiring dengan laju vaksinasi dan penanganan pandemi.
Menurut dia, pasar keuangan domestik dilaporkan tetap stabil meskipun IHSG pada 21 Mei 2021 tercatat ke level 5,773 atau melemah 3,7 persen mtd. Hal ini juga sejalan dengan perkembangan pasar saham negara berkembang lainnya. Sementara, pasar SBN terpantau menguat dengan rerata yield SBN turun 40 bps di seluruh tenor.
Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) kembali mencatatkan pertumbuhan double digit sebesar 10,94 persen yoy. Sektor asuransi mencatatkan penghimpunan premi pada April 2021 sebesar Rp22,4 triliun (asuransi jiwa: Rp14,2 triliun; asuransi umum dan reasuransi: Rp8,2 triliun).
Fintech P2P lending pada April 2021 mencatatkan pertumbuhan baki debet pembiayaan cukup signifikan sebesar 49,9 persen yoy menjadi Rp20,61 triliun. Piutang perusahaan pembiayaan pada April 2021 masih terkontraksi sebesar -16,29 persen yoy.
Profil risiko lembaga jasa keuangan pada April 2021 masih relatif terjaga dengan rasio NPL gross tercatat sebesar 3,22 persen (NPL net: 1,06 persen) dan rasio NPF Perusahaan Pembiayaan April 2021 turun menjadi 3,9 persen (Maret 2021: 3,7 persen).
Rasio nilai tukar perbankan dapat dijaga pada level yang rendah terkonfirmasi dari rasio Posisi Devisa Neto April 2021 sebesar 1,38 persen, jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20 persen.
Sementara itu, likuiditas industri perbankan berada pada level yang memadai. Rasio alat likuid/non-core deposit dan alat likuid/DPK per 10 Mei 2021 terpantau masing-masing pada level 149,92 persen dan 32,46 persen, di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.
Permodalan lembaga jasa keuangan juga masih pada level yang memadai. Capital Adequacy Ratio industri perbankan tercatat sebesar 24,26 persen, jauh di atas threshold. Risk-Based Capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing tercatat sebesar 639 persen dan 344 persen, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120 persen.
Begitu juga gearing ratio perusahaan pembiayaan yang tercatat sebesar 2,02 persen, jauh di bawah batas maksimum 10 persen.
Namun demikian, beberapa downside risks masih perlu diwaspadai, seperti kenaikan laju infeksi harian akibat varian baru virus dan ketersediaan vaksin di negara berkembang serta tren kenaikan inflasi global yang bersumber dari kelangkaan bahan baku dan logistik (cost-push inflation).
Potensi kenaikan kasus Covid-19 pascalibur panjang Hari Raya Idulfitri juga tetap perlu diwaspadai. OJK, kata Wimboh, senantiasa bersinergi dengan Pemerintah dalam memperluas akses pembiayaan kepada UMKM melalui peningkatan ekosistem digitalisasinya. "Ke depan, OJK secara berkelanjutan melakukan asesmen terhadap keberhasilan proses restrukturisasi yang dilakukan oleh lembaga jasa keuangan, termasuk memperhitungkan kecukupan langkah mitigasi dalam menjaga kestabilan sistem keuangan," ujarnya. CM
“Di domestik, indikator perekonomian seperti sektor rumah tangga dan korporasi mengindikasikan perbaikan. Mobilitas penduduk di kuartal kedua meningkat signifikan yang diharapkan mempercepat pemulihan ekonomi,” ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam keterangan tertulisnya kemarin.
OJK, kata dia, terus menjaga sektor jasa keuangan tetap stabil di tengah upaya pemulihan ekonomi nasional dengan senantiasa bersinergi bersama para pemangku kepentingan dalam mengeluarkan berbagai kebijakan.
Menurut Wimboh, OJK juga berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan menerbitkan kebijakan yang membantu mempercepat pemulihan ekonomi, serta mendorong potensi ekonomi alternatif baru sesuai dengan keunggulan masing-masing daerah.
Dia memaparkan, pertumbuhan kredit hingga April masih terkontraksi sebesar 2,28 persen year on year (yoy). Namun, kredit konsumsi mulai tumbuh positif 0,31 persen (yoy) sejalan dengan meningkatnya proporsi pengeluaran konsumsi terutama didorong oleh KPR sebagai hasil dari kebijakan stimulus Pemerintah, OJK, dan Bank Indonesia dalam penyaluran KPR.
Kredit sektor pariwisata juga tercatat tumbuh sebesar 5,99 persen ditopang kenaikan kredit pada restoran/rumah makan 10,53 persen/mtm (month to month) dan angkatan laut domestik 1,24 persen/yoy.
Secara tahun berjalan (year to date/ytd) pertumbuhan kredit masih positif, terutama didorong oleh penyaluran kredit dari bank BUMN dan BPD. Kredit UMKM juga mulai menunjukkan perbaikan. Dari tren ini, pertumbuhan kredit kuartal I/2021 lebih baik dari 2020, sehingga masih terdapat ruang untuk pertumbuhan. Ruang pertumbuhan kredit juga didukung dengan suku bunga kredit yang terus turun.
Hingga April suku bunga kredit modal kerja turun menjadi 9,08 persen, bunga kredit konsumsi menjadi 10,87 persen dan suku bunga kredit investasi di posisi 8,68 persen. “Suku bunga bukan satu-satunya faktor penentu tumbuhnya kredit perbankan, karena pertumbuhan kredit sangat ditentukan oleh permintaan masyarakat,” ujarnya.
Menurut Wimboh, permintaan atas kredit atau pembiayaan akan kembali tinggi apabila terjadi peningkatan mobilitas masyarakat yang mematuhi protokol kesehatan. “Hal tersebut didukung upaya vaksinasi yang semakin meluas untuk meningkatkan imunitas dan kesehatan masyarakat yang terjaga baik,” katanya.
*Penguatan Ekonomi Berlanjut*
Wimboh menambahkan, pemulihan ekonomi global masih terus berlanjut seiring mulai pulihnya aktivitas perekonomian di negara-negara ekonomi utama dunia seiring dengan laju vaksinasi dan penanganan pandemi.
Menurut dia, pasar keuangan domestik dilaporkan tetap stabil meskipun IHSG pada 21 Mei 2021 tercatat ke level 5,773 atau melemah 3,7 persen mtd. Hal ini juga sejalan dengan perkembangan pasar saham negara berkembang lainnya. Sementara, pasar SBN terpantau menguat dengan rerata yield SBN turun 40 bps di seluruh tenor.
Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) kembali mencatatkan pertumbuhan double digit sebesar 10,94 persen yoy. Sektor asuransi mencatatkan penghimpunan premi pada April 2021 sebesar Rp22,4 triliun (asuransi jiwa: Rp14,2 triliun; asuransi umum dan reasuransi: Rp8,2 triliun).
Fintech P2P lending pada April 2021 mencatatkan pertumbuhan baki debet pembiayaan cukup signifikan sebesar 49,9 persen yoy menjadi Rp20,61 triliun. Piutang perusahaan pembiayaan pada April 2021 masih terkontraksi sebesar -16,29 persen yoy.
Profil risiko lembaga jasa keuangan pada April 2021 masih relatif terjaga dengan rasio NPL gross tercatat sebesar 3,22 persen (NPL net: 1,06 persen) dan rasio NPF Perusahaan Pembiayaan April 2021 turun menjadi 3,9 persen (Maret 2021: 3,7 persen).
Rasio nilai tukar perbankan dapat dijaga pada level yang rendah terkonfirmasi dari rasio Posisi Devisa Neto April 2021 sebesar 1,38 persen, jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20 persen.
Sementara itu, likuiditas industri perbankan berada pada level yang memadai. Rasio alat likuid/non-core deposit dan alat likuid/DPK per 10 Mei 2021 terpantau masing-masing pada level 149,92 persen dan 32,46 persen, di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.
Permodalan lembaga jasa keuangan juga masih pada level yang memadai. Capital Adequacy Ratio industri perbankan tercatat sebesar 24,26 persen, jauh di atas threshold. Risk-Based Capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing tercatat sebesar 639 persen dan 344 persen, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120 persen.
Begitu juga gearing ratio perusahaan pembiayaan yang tercatat sebesar 2,02 persen, jauh di bawah batas maksimum 10 persen.
Namun demikian, beberapa downside risks masih perlu diwaspadai, seperti kenaikan laju infeksi harian akibat varian baru virus dan ketersediaan vaksin di negara berkembang serta tren kenaikan inflasi global yang bersumber dari kelangkaan bahan baku dan logistik (cost-push inflation).
Potensi kenaikan kasus Covid-19 pascalibur panjang Hari Raya Idulfitri juga tetap perlu diwaspadai. OJK, kata Wimboh, senantiasa bersinergi dengan Pemerintah dalam memperluas akses pembiayaan kepada UMKM melalui peningkatan ekosistem digitalisasinya. "Ke depan, OJK secara berkelanjutan melakukan asesmen terhadap keberhasilan proses restrukturisasi yang dilakukan oleh lembaga jasa keuangan, termasuk memperhitungkan kecukupan langkah mitigasi dalam menjaga kestabilan sistem keuangan," ujarnya. CM
(ars)