Jangan Disepelekan, Orang Rimba sudah Akrab dengan Perbankan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kepala Taman Nasional Bukit Dubelas (TNBD) Haidir menegaskan kondisi kehidupan Orang Rimba sudah sangat berubah. Pada saat ini, Orang Rimba sudah sangat akrab dengan dunia perbankan.
Karena itu, Haidir menyayangkan masih ada pemberitaan media yang seolah-olah hendak membangun cerita bombastis mengenai kehidupan orang Rimba dan sudah tidak relevan lagi di masa kini.
(Baca juga:RLU Jambi Luncurkan Program Pemberdayaan Orang Rimba)
“Berita-berita seperti ini menjadi viral dan menimbulkan beragam pendapat yang membawa spekulasi besar terhadap keselamatan Orang Rimba,” kata Haidir di Jakarta, Jumat (2/7/2021).
Menurut Haidir, salah satu pemberitaan viral mengenai kehidupan H. Jaelani, salah satu orang Rimba yang dikabarkan tidak bisa menyimpan uang di bank karena tidak punya KTP. Peristiwa ini memang terjadi, tapi 22 tahun silam atau tepatnya sebelum tahun 1999, namun digambarkan seolah-olah baru saja terjadi.
(Baca juga:Terenyuh, Balai Kayu Ini Sangat Berarti bagi Pendidikan Suku Anak Dalam)
Menurut Haidir, saat ini, H. Jaelani bukan saja sudah punya KTP dan bisa menyimpan uang di bank, bahkan sudah naik haji. “Saat saya berkunjung ke rumah beliau beberapa waktu lalu, rumahnya pun sudah punya pendingin udara (AC),” kata Haidir.
Menurut Haidir, pemberitaan bombastis terkait orang Rimba mengindikasikan adanya kepentingan kelompok tertentu untuk menafikan peran dan kontribusi pemerintah dan para pihak dalam upaya pemberdayaan Orang Rimba.
(Baca juga:Dukcapil Terbitkan 3.180 Dokumen Kependudukan bagi Suku Anak Dalam)
“Kilas balik pemberitaan tentang ketertinggalan Orang Rimba secara series dan berdekatan dapat mengaburkan pencapaian upaya berbagai pihak dalam penanganan persoalan Orang Rimba,” kata Haidir.
Saat ini yang diperlukan kerja sama para pihak dengan modal sosial masing-masing bersinergi satu sama lain dalam penanganan persoalan Orang Rimba.”Sinergi seperti ini akan memberikan energi positif,” kata Haidir.
(Baca juga:Tolak Tambang Batu Bara, Warga Suku Anak Dalam di Tebo Siap Lawan)
Namun demikian, Haidir mengatakan, pihaknya tetap terbuka terhadap berbagai kritik untuk perbaikan yang relevan dengan kondisi saat ini. Berbagai pihak sebenarnya sangat memahami bahwa Orang Rimba jauh tertinggal dalam banyak hal, padahal berkedudukan sama sebagai Warga Negara Indonesia (WNI).
Mereka tertinggal dalam kapasitas pendidikan, sosial ekonomi, kesehatan, teknologi dan peradaban modern.
(Baca juga:Mensos Tinjau Perekaman Data e-KTP bagi Warga Suku Anak Dalam Jambi)
Namun di sisi lain harus dipahami bahwa pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) secara formal administrasi telah mengalokasikan ruang bagi Orang Rimba untuk bermukim dan berkehidupan di dalam kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas.
“Tetapi mengalokasikan ruang saja tentu tidak cukup. Tetap diperlukan pendampingan,” kata Haidir,
(Baca juga:Kunjungi Suku Anak Dalam Jambi dan NTT, Risma: Kita Latih Gunakan Teknologi)
Menurut Haidir, pendampingan lain yang perlu dilakukan di antaranya membantu dukungan pendanaan dan pendampingan bagi Orang Rimba dalam kegiatan budidaya atau pemanfaatan lahan. Hal ini agar kegiatan budidaya bisa menjadi sumber produksi dan lumbung pangan Orang Rimba.
Pada sisi lain, Haidir mengingatkan perlu penguatan kerja sama para pihak di sektor pendidikan untuk peningkatan kapasitas pendidikan, penyediaan fasilitas kesehatan serta listrik ramah lingkungan.
Karena itu, Haidir menyayangkan masih ada pemberitaan media yang seolah-olah hendak membangun cerita bombastis mengenai kehidupan orang Rimba dan sudah tidak relevan lagi di masa kini.
(Baca juga:RLU Jambi Luncurkan Program Pemberdayaan Orang Rimba)
“Berita-berita seperti ini menjadi viral dan menimbulkan beragam pendapat yang membawa spekulasi besar terhadap keselamatan Orang Rimba,” kata Haidir di Jakarta, Jumat (2/7/2021).
Menurut Haidir, salah satu pemberitaan viral mengenai kehidupan H. Jaelani, salah satu orang Rimba yang dikabarkan tidak bisa menyimpan uang di bank karena tidak punya KTP. Peristiwa ini memang terjadi, tapi 22 tahun silam atau tepatnya sebelum tahun 1999, namun digambarkan seolah-olah baru saja terjadi.
(Baca juga:Terenyuh, Balai Kayu Ini Sangat Berarti bagi Pendidikan Suku Anak Dalam)
Menurut Haidir, saat ini, H. Jaelani bukan saja sudah punya KTP dan bisa menyimpan uang di bank, bahkan sudah naik haji. “Saat saya berkunjung ke rumah beliau beberapa waktu lalu, rumahnya pun sudah punya pendingin udara (AC),” kata Haidir.
Menurut Haidir, pemberitaan bombastis terkait orang Rimba mengindikasikan adanya kepentingan kelompok tertentu untuk menafikan peran dan kontribusi pemerintah dan para pihak dalam upaya pemberdayaan Orang Rimba.
(Baca juga:Dukcapil Terbitkan 3.180 Dokumen Kependudukan bagi Suku Anak Dalam)
“Kilas balik pemberitaan tentang ketertinggalan Orang Rimba secara series dan berdekatan dapat mengaburkan pencapaian upaya berbagai pihak dalam penanganan persoalan Orang Rimba,” kata Haidir.
Saat ini yang diperlukan kerja sama para pihak dengan modal sosial masing-masing bersinergi satu sama lain dalam penanganan persoalan Orang Rimba.”Sinergi seperti ini akan memberikan energi positif,” kata Haidir.
(Baca juga:Tolak Tambang Batu Bara, Warga Suku Anak Dalam di Tebo Siap Lawan)
Namun demikian, Haidir mengatakan, pihaknya tetap terbuka terhadap berbagai kritik untuk perbaikan yang relevan dengan kondisi saat ini. Berbagai pihak sebenarnya sangat memahami bahwa Orang Rimba jauh tertinggal dalam banyak hal, padahal berkedudukan sama sebagai Warga Negara Indonesia (WNI).
Mereka tertinggal dalam kapasitas pendidikan, sosial ekonomi, kesehatan, teknologi dan peradaban modern.
(Baca juga:Mensos Tinjau Perekaman Data e-KTP bagi Warga Suku Anak Dalam Jambi)
Namun di sisi lain harus dipahami bahwa pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) secara formal administrasi telah mengalokasikan ruang bagi Orang Rimba untuk bermukim dan berkehidupan di dalam kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas.
“Tetapi mengalokasikan ruang saja tentu tidak cukup. Tetap diperlukan pendampingan,” kata Haidir,
(Baca juga:Kunjungi Suku Anak Dalam Jambi dan NTT, Risma: Kita Latih Gunakan Teknologi)
Menurut Haidir, pendampingan lain yang perlu dilakukan di antaranya membantu dukungan pendanaan dan pendampingan bagi Orang Rimba dalam kegiatan budidaya atau pemanfaatan lahan. Hal ini agar kegiatan budidaya bisa menjadi sumber produksi dan lumbung pangan Orang Rimba.
Pada sisi lain, Haidir mengingatkan perlu penguatan kerja sama para pihak di sektor pendidikan untuk peningkatan kapasitas pendidikan, penyediaan fasilitas kesehatan serta listrik ramah lingkungan.
(dar)