Digitalisasi Bantu Literasi Asuransi ke Daerah-Daerah Pelosok

Jum'at, 02 Juli 2021 - 20:39 WIB
loading...
Digitalisasi Bantu Literasi...
Foto/ilustrasi
A A A
JAKARTA - Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukan, di tahun 2019 literasi asuransi di Indonesia berada di angka 19,4%. Angka ini tergolong rendah dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura.

Direktur Utama PT BRI Insurance (BRINS) Fankar Umran mengungkap, berdasarkan data literasi keuangan dari OJK, ada kecenderungan bahwa daerah-daerah yang sulit dijangkau memiliki angka literasi yang lebih rendah dibandingkan kota-kota besar, yang ia sebut sebagai ‘The Unreached & The Less Literated’.

Baca juga:Perjalanan Domestik Wajib Tunjukkan Bukti Vaksinasi dan PCR/Antigen, GeNose Tidak Berlaku

“Saya pikir literasi harus dilakukan secara masif dengan cara-cara yang inovatif, karena tantangannya begitu besar, mulai dari aksesibilitas, tingkat edukasi, demografis sampai dengan faktor geografis,” ujarnya, dalam keterangan tertulis yang diterima, Jumat (2/7/2021).

Dirinya pun lebih lanjut mengungkapkan mengapa literasi asuransi secara digital lebih efektif saat ini, di antaranya memiliki daya jangkau yang lebih luas tanpa perlu bertatap muka, aksesibilitas yang lebih efisien, serta millennial friendly dan approachable untuk para pengguna sosial media. Hal ini juga ditopang fakta bahwa 85% transaksi digital didukung oleh generasi milenial dan Z, yang mana 59% populasi Indonesia aktif menggunakan sosial media.

Namun demikian, ia mengungkapkan bahwa pendekatan literasi asuransi secara digital ini bukanlah tanpa hambatan. Sejumlah rintangan seperti gap usia dan keterbatasan akses teknologi di daerah pedalaman menjadi faktor penentu keberhasilan penggalangan literasi asuransi secara digital.

“Kami melihat adanya empat hal penting yang menjadi strategi kami dalam meningkatkan literasi dan inklusi asuransi. Yang pertama pemberdayaan komunitas dan asosiasi sebagai agen literasi, Kedua, pengembangan produk yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Ketiga menciptakan tren yang saat ini menjadi social currency bagi generasi milenial dan yang keempat, utilisasi saluran distribusi,” jelasnya.

Dengan melakukan pemberdayaan melalui kerja sama dengan komunitas, koperasi, asosiasi, atau industri lain sebagai agen literasi, hal ini dapat menjangkau masyarakat lebih luas melalui kolaborasi dengan berbagai pihak. Mempunyai produk yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat juga menjadi kunci pelaku industri untuk dapat survive dan hal ini menjadi penting untuk inklusivitas.

Menciptakan sebuah tren atau trendsetting yang menjadi social currency, seharusnya menjadi fokus untuk berkomunikasi dengan generasi milenial untuk melakukan literasi finansial, lanjutnya. Seperti Aplikasi BRINS Mobile yang berbasis Artificial Intelligence (AI), pengembangan penggunaan Gamification berbasis Augmented Reality (AR) yang tengah disiapkan BRINS, dan penggunaan media sosial menjadi tools yang menarik bagi generasi milenial.

Baca juga:Main Petak Umpet, Bocah Perempuan di Koja Dicabuli Teman Sebaya

Selanjutnya, utilisasi menjadi jawaban bagi permasalahan masyarakat Indonesia yang belum digital savvy dan berada di rural area. Kerja sama dengan agen bank lakupandai berperan penting untuk melakukan penetrasi ke masyarakat sekitarnya dengan dibekali pelatihan edukasi yang dilakukan BRINS dan dibekali melalui aplikasi BRINSAgent untuk semakin memudahkan.

“Literasi secara digital dengan intermediary dapat menjadi solusi atas tantangan geografis, cost effectiveness, dan tentu saja dapat menjangkau wide-range, terlebih di tengah masa pandemi seperti ini,” tutup Fankar.
(uka)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1663 seconds (0.1#10.140)