Target Pertumbuhan Ekonomi Direvisi, Dana PEN Jadi Kunci
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tahun ini yang mencapai Rp699 triliun harus mampu dimanfaatkan secara optimal untuk mendorong perekonomian. Sektor konsumsi diharapkan kembali menjadi andalan di masa pembatasan aktivitas masyarakat akibat pandemi korona ( Covid-19 ).
Akan tetapi dana tersebut akan lebih berdampak pada dunia usaha apabila penyebaran Covid-19 bisa ditekan. Untuk itu semua pihak harus menerima aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat agar pandemi ini segera terkendali.
Berkaca pada pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal I/2021 yang minus hanya 0,74%, hal itu menunjukkan bahwa capaian tersebut dipengaruhi oleh laju penambahan kasus positif Covid-19 sepanjang Januari-Maret yang relatif rendah bila dibandingkan dengan saat ini. Di saat bersamaan, para pelaku usaha pada periode tersebut sudah mulai menggerakan bisnisnya kembali setelah sempat mengerem karena kebijakan pembatasan aktivitas masyarakat.
Namun untuk kuartal II dan III tahun 2021 tampaknya pemerintah mulai pesimistis terhadap kinerja ekonomi secara keseluruhan. Ini dibuktikan dengan diturunkannya proyeksi pertumbuhan ekonomi pada tahun ini yang menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani hanya akan berada di kisaran 3,7-4,5%. Angka ini lebih rendah daripada target pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 yang dipatok sebesar 4,5-5,5%.
Setali tiga uang, melihat kondisi pandemi yang diikuti kebijakan PPKM Darurat di mana aktivitas ekonomi masyarakat banyak terganggu, Bank Indonesia (BI) pun turut menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini hanya 3,8% dari sebelumnya 4,1-5,1%. BI beralasan, PPKM Darurat turut memberikan tekanan pada perekonomian nasional. Selain itu ada sejumlah hal yang juga perlu diwaspadai akibat PPKM Darurat, yakni menurunnya angka investasi global dan penurunan konsumsi masyarakat akibat turunnya mobilitas.
"Langkah-langkah untuk mengantisipasi dan juga memitigasi dampak dari PPKM Darurat terhadap mobilitas manusia dan juga dampaknya terhadap konsumsi itu terus kita lakukan. Kita juga perlu lakukan antisipasi lebih lanjut," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta kemarin.
Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, laju pertumbuhan ekonomi akan sangat dipengaruhi oleh skenario penerapan PPKM Darurat. Beberapa yang perlu diperhatikan, kata dia, adalah sejauh mana mobilitas masyarakat harus ditekan untuk mengurangi penyebaran virus dan seberapa lama PPKM Darurat dilaksanakan.
"Proyeksi pertumbuhan ekonomi yang menurun itu dipengaruhi adanya penerapan PPKM Darurat Jawa-Bali guna menekan lonjakan penularan Covid-19," katanya.
Dia memperkirakan, seiring dengan pemulihan mobilitas masyakarat, aktivitas ekonomi akan pulih secara gradual mulai pertengahan Agustus. Maka proyeksi pertumbuhan ekonomi kuartal III dan IV bisa di kisaran 5,4-5,9%.
Merespons kondisi perekonomian di tengah Covid-19, kalangan pelaku usaha menilai bahwa untuk kembali bangkit dari keterpurukan tidak bisa hanya mengandalkan satu sektor. Demikian juga dalam penanganan pemulihan akibat pandemi tidak bisa mengandalkan hanya dari dana PEN.
Ketua Umum Jaringan Usahawan Independen Indonesia (Jusindo) Sutrisno Iwantono mengatakan, pertumbuhan ekonomi tahun ini diprediksi maksimal 4%. Itu pun syaratnya pemerintah harus bisa menekan jumlah kasus Covid-19 karena jika tidak akan sulit terealisasi.
“Dulu ada target 7% itu tidak akan tercapai. Komponen pertumbuhan ekonomi itu ada beberapa seperti APBN termasuk di dalamnya dana PEN, konsumsi, investasi, ekspor dan impor,” kata dia.
Dia menambahkan, langkah pertama untuk membangkitkan perekonomian adalah mendongkrak daya beli masyarakat. Pasalnya salah satu komponen terbesar ekonomi Indonesia ditopang oleh konsumsi masyarakat yang nyaris 58%. Menggeliatnya sektor ini, kata dia, akan memberikan efek domino pada usaha-usaha menengah ke bawah.
Di sisi lain, menurut dia, pengusaha membutuhkan insentif berupa penurunan berbagai biaya seperti listrik, pajak, dan pengurusan perpanjangan izin.
“Kalau diberikan transfer langsung ke pengusaha tidak terlalu signifikan. Yang dibutuhkan adalah menurunkan biaya. Dengan penurunan pajak, pasti semua akan mendapatkan,” katanya.
Dia juga mengkritik mekanisme untuk mendapatkan insentif pajak penghasilan (PPh) final 0,5% bagi pelaku UMKM yang penghasilan brutonya kurang dari Rp4,8 miliar. Menurutnya, prosedur pengurusannya sulit sehingga banyak UMKM yang tidak memanfaatkannya. “Akhirnya tidak terpakai juga tahun lalu. Dari (anggaran) Rp2 triliun, hanya terpakai sekitar Rp500 miliar,” ucap pria yang menjabat sebagai Ketua Apindo Bidang Kebijakan Publik tersebut.
Sementara itu Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Industri Johnny Darmawan mengatakan, untuk mengatasai dampak Covid-19, pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat harus bahu-membahu satu sama lain.
Menurut dia, pemulihan ekonomi ini berjalan jika vaksinasi untuk 70-80% masyarakat terealisasi dengan cepat. Johnny menilai langkah pemerintah memberikan bantuan sosial (bansos) bagi warga terdampak sudah tepat, terutama saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Sebab sebagian masyarakat “dipaksa” tinggal di rumah.
“Tapi kan perusahaannya juga kena. Untuk itu harus ada (bantuan), mungkin tidak harus cash. Salah satu contohnya, PPnBM diperpanjang dan insentif lain dalam rangka membantu usaha dan industri tetap berjalan. Kalau tidak jalan, pasti mati,” ujarnya kemarin.
Dia mengatakan, jika dunia usaha mati akan berat untuk kembali bangkit. Dia menerangkan skema bantuan untuk dunia usaha tidak hanya dilakukan Pemerintah Indonesia. Negara seperti Amerika Serikat (AS) dan Singapura pun memberikan insentif.
“Kalau (soal) efektifvitas, kalau enggak ada PEN, hancur. PEN ini bisa kelihatan itu enam bulan yang dulu walaupun tidak sempurna. Masih ada orang yang mencela dan segala macam, dengan adanya korupsi. Paling sedikit itu tindakan-tindakan yang harus dilakukan pemerintah,” tuturnya.
Kendati demikian Johnny tak mau mengomentari wacana penambahan dana PEN. Namun dia juga yakin pemerintah telah menghitung dan memiliki data sebagai basis penambahan anggaran. Johnny mendorong pemerintah untuk fokus mengatasi Covid-19 terlebih dahulu. Saat ini masyarakat dihantui kekhawatiran terpapar virus Sars Cov-II ketika beraktivitas di luar rumah. Apalagi kasus Covid-19 dalam beberapa hari terakhir selalu di atas 35.000 kasus.
“Enggak ada jalan lain yang harus didahulukan adalah menangani penyakitnya. Di samping itu perlu menjaga industri-industri agar tidak mati. Harus lebih seimbang antara usaha dengan penagnanan Covid-19. Kalau sekarang PPKM, salah satu dasarnya bahwa ini mengunci semua lini supaya Covid-19 tidak berkembang liar,” paparnya.
Bantuan Sosial Jadi Kunci
Di Bagian lain, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencatatkan realisasi anggaran pemulihan ekonomi nasional (PEN) sebesar Rp252,3 triliun per semester I/2021. Realisasi itu setara dengan 36,1% dari pagu yang dipatok Rp699,43 triliun. Hal ini ditegaskan oleh Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir bahwa dana itu tersebar ke berbagai sektor. Salah satunya perlindungan sosial yang mencapai Rp 66,43 triliun.
"Perlindungan sosial menjadi kunci untuk mempertahankan daya beli. Maka itu realisasi semester I 2021 sudah mencapai 43,2%," jelas Iskandar.
Selain itu anggaran PEN mengalir ke sektor kesehatan sebesar Rp47,71 triliun. Angka ini setara dengan 24,6% dari pagu Rp193,93 triliun. Dana ini digunakan untuk diagnostik, pengadaan vaksin Covid-19, insentif perpajakan kesehatan, dan bantuan iuran Jaminan Kesehatan Nasional untuk 19,15 juta orang.
Selanjutnya realisasi untuk sektor UMKM dan korporasi sebesar Rp51,27 triliun. Dananya baru terserap 29,8% dari pagu yang sebesar Rp171,77 triliun. Lalu pemerintah mengeluarkan dana untuk program prioritas Rp41,83 triliun. Dana ini digunakan untuk program ketahanan pangan, kawasan industri, padat karya, dan pariwisata. Kemudian pemerintah mengucurkan dana untuk insentif usaha sebesar Rp45,07 triliun. Serapannya paling tinggi bila dibandingkan dengan sektor lainnya yaitu, mencapai 71,7% dari pagu Rp62,83 triliun.
Sementara itu pemerintah mengubah pagu untuk masing-masing klaster dalam program PEN, anggaran untuk perlindungan sosial naik dari Rp148,27 triliun menjadi Rp153,83 triliun. "Perlindungan sosial jadi kunci untuk mempertahankan daya beli kita. Kartu sembako akan ditambah, begitu juga BST, BLT desa, termasuk Kartu Prakerja akan ditambah," tuturnya.
Pengamat ekonomi dan Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menyebut dana PEN yang digelontorkan pemerintah ‎belum terlalu efektif untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2021.
"Kalau di kuartal I saya kira masih lambat, tetapi mungkin bisa terjadi peningkatan yang positif di kuartal II. Prosesnya memang tidak langsung loncat di atas 2-3%, tetapi kisarannya antara 0-2%," katanya di Jakarta kemarin.
Dia menambahkan, lambannya pemulihan ekonomi, lanjut Tauhid, sudah tecermin dari situasi pada tiga bulan pertama 2021 di mana pemanfaatan dana PEN belum mampu meningkatkan belanja masyarakat. Efektivitas dana PEN bisa dilihat melalui tiga pendekatan, yakni dari sisi kesehatan, sisi bantuan sosial dan insentif untuk mendorong konsumsi masyarakat, dan pendekatan ketiga dilihat dari sisi dunia usaha.
Penggunaan dana PEN untuk sisi kesehatan sudah efektif yang dibuktikan ‎dengan efektif dengan dibuktikan percepatan proses vaksinasi. Namun PEN dinilainya belum berpengaruh signifikan untuk mendorong konsumsi masyarakat dan dunia usaha.
Anggota Komisi XI DPR Puteri Anetta Komaruddin mengatakan, dana PEN berperan krusial dalam menopang daya beli masyarakat dan menjaga kelangsungan dunia usaha di masa PPKM Darurat. Dia mengutip hasil penelitian Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang menyebutkan intervensi dana PEN tahun lalu berkontribusi dalam menjaga daya tahan pelaku usaha di tengah pandemi Covid-19.
Dalam beberapa kesempatan, pelaku usaha mengungkapkan kurangnya bantuan dari pemerintah. Mereka kerap meminta berbagai insentif agar usahanya bisa tetap berjalan. Puteri menerangkan di masa PPKM darurat ini, pemerintah akan memperkuat stimulus PEN dengan memperpanjang berbagai insentif perpajakan, perlindungan sosial, kesehatan, serta dukungan untuk UMKM.
“Tetapi, penambahan stimulus ini tetap perlu dilaksanakan secara selektif dan terukur dengan memperhatikan kinerja dan implementasi atas setiap program. Alokasi stimulus untuk penjaminan kredit korporasi, misalnya, perlu untuk dioptimalkan terlebih dahulu lantaran masih belum terserap sepenuhnya,” ujarnya kepada Koran SINDO, kemarin.
Akan tetapi dana tersebut akan lebih berdampak pada dunia usaha apabila penyebaran Covid-19 bisa ditekan. Untuk itu semua pihak harus menerima aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat agar pandemi ini segera terkendali.
Berkaca pada pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal I/2021 yang minus hanya 0,74%, hal itu menunjukkan bahwa capaian tersebut dipengaruhi oleh laju penambahan kasus positif Covid-19 sepanjang Januari-Maret yang relatif rendah bila dibandingkan dengan saat ini. Di saat bersamaan, para pelaku usaha pada periode tersebut sudah mulai menggerakan bisnisnya kembali setelah sempat mengerem karena kebijakan pembatasan aktivitas masyarakat.
Namun untuk kuartal II dan III tahun 2021 tampaknya pemerintah mulai pesimistis terhadap kinerja ekonomi secara keseluruhan. Ini dibuktikan dengan diturunkannya proyeksi pertumbuhan ekonomi pada tahun ini yang menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani hanya akan berada di kisaran 3,7-4,5%. Angka ini lebih rendah daripada target pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 yang dipatok sebesar 4,5-5,5%.
Setali tiga uang, melihat kondisi pandemi yang diikuti kebijakan PPKM Darurat di mana aktivitas ekonomi masyarakat banyak terganggu, Bank Indonesia (BI) pun turut menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini hanya 3,8% dari sebelumnya 4,1-5,1%. BI beralasan, PPKM Darurat turut memberikan tekanan pada perekonomian nasional. Selain itu ada sejumlah hal yang juga perlu diwaspadai akibat PPKM Darurat, yakni menurunnya angka investasi global dan penurunan konsumsi masyarakat akibat turunnya mobilitas.
"Langkah-langkah untuk mengantisipasi dan juga memitigasi dampak dari PPKM Darurat terhadap mobilitas manusia dan juga dampaknya terhadap konsumsi itu terus kita lakukan. Kita juga perlu lakukan antisipasi lebih lanjut," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta kemarin.
Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, laju pertumbuhan ekonomi akan sangat dipengaruhi oleh skenario penerapan PPKM Darurat. Beberapa yang perlu diperhatikan, kata dia, adalah sejauh mana mobilitas masyarakat harus ditekan untuk mengurangi penyebaran virus dan seberapa lama PPKM Darurat dilaksanakan.
"Proyeksi pertumbuhan ekonomi yang menurun itu dipengaruhi adanya penerapan PPKM Darurat Jawa-Bali guna menekan lonjakan penularan Covid-19," katanya.
Dia memperkirakan, seiring dengan pemulihan mobilitas masyakarat, aktivitas ekonomi akan pulih secara gradual mulai pertengahan Agustus. Maka proyeksi pertumbuhan ekonomi kuartal III dan IV bisa di kisaran 5,4-5,9%.
Merespons kondisi perekonomian di tengah Covid-19, kalangan pelaku usaha menilai bahwa untuk kembali bangkit dari keterpurukan tidak bisa hanya mengandalkan satu sektor. Demikian juga dalam penanganan pemulihan akibat pandemi tidak bisa mengandalkan hanya dari dana PEN.
Ketua Umum Jaringan Usahawan Independen Indonesia (Jusindo) Sutrisno Iwantono mengatakan, pertumbuhan ekonomi tahun ini diprediksi maksimal 4%. Itu pun syaratnya pemerintah harus bisa menekan jumlah kasus Covid-19 karena jika tidak akan sulit terealisasi.
“Dulu ada target 7% itu tidak akan tercapai. Komponen pertumbuhan ekonomi itu ada beberapa seperti APBN termasuk di dalamnya dana PEN, konsumsi, investasi, ekspor dan impor,” kata dia.
Dia menambahkan, langkah pertama untuk membangkitkan perekonomian adalah mendongkrak daya beli masyarakat. Pasalnya salah satu komponen terbesar ekonomi Indonesia ditopang oleh konsumsi masyarakat yang nyaris 58%. Menggeliatnya sektor ini, kata dia, akan memberikan efek domino pada usaha-usaha menengah ke bawah.
Di sisi lain, menurut dia, pengusaha membutuhkan insentif berupa penurunan berbagai biaya seperti listrik, pajak, dan pengurusan perpanjangan izin.
“Kalau diberikan transfer langsung ke pengusaha tidak terlalu signifikan. Yang dibutuhkan adalah menurunkan biaya. Dengan penurunan pajak, pasti semua akan mendapatkan,” katanya.
Dia juga mengkritik mekanisme untuk mendapatkan insentif pajak penghasilan (PPh) final 0,5% bagi pelaku UMKM yang penghasilan brutonya kurang dari Rp4,8 miliar. Menurutnya, prosedur pengurusannya sulit sehingga banyak UMKM yang tidak memanfaatkannya. “Akhirnya tidak terpakai juga tahun lalu. Dari (anggaran) Rp2 triliun, hanya terpakai sekitar Rp500 miliar,” ucap pria yang menjabat sebagai Ketua Apindo Bidang Kebijakan Publik tersebut.
Sementara itu Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Industri Johnny Darmawan mengatakan, untuk mengatasai dampak Covid-19, pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat harus bahu-membahu satu sama lain.
Menurut dia, pemulihan ekonomi ini berjalan jika vaksinasi untuk 70-80% masyarakat terealisasi dengan cepat. Johnny menilai langkah pemerintah memberikan bantuan sosial (bansos) bagi warga terdampak sudah tepat, terutama saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Sebab sebagian masyarakat “dipaksa” tinggal di rumah.
“Tapi kan perusahaannya juga kena. Untuk itu harus ada (bantuan), mungkin tidak harus cash. Salah satu contohnya, PPnBM diperpanjang dan insentif lain dalam rangka membantu usaha dan industri tetap berjalan. Kalau tidak jalan, pasti mati,” ujarnya kemarin.
Dia mengatakan, jika dunia usaha mati akan berat untuk kembali bangkit. Dia menerangkan skema bantuan untuk dunia usaha tidak hanya dilakukan Pemerintah Indonesia. Negara seperti Amerika Serikat (AS) dan Singapura pun memberikan insentif.
“Kalau (soal) efektifvitas, kalau enggak ada PEN, hancur. PEN ini bisa kelihatan itu enam bulan yang dulu walaupun tidak sempurna. Masih ada orang yang mencela dan segala macam, dengan adanya korupsi. Paling sedikit itu tindakan-tindakan yang harus dilakukan pemerintah,” tuturnya.
Kendati demikian Johnny tak mau mengomentari wacana penambahan dana PEN. Namun dia juga yakin pemerintah telah menghitung dan memiliki data sebagai basis penambahan anggaran. Johnny mendorong pemerintah untuk fokus mengatasi Covid-19 terlebih dahulu. Saat ini masyarakat dihantui kekhawatiran terpapar virus Sars Cov-II ketika beraktivitas di luar rumah. Apalagi kasus Covid-19 dalam beberapa hari terakhir selalu di atas 35.000 kasus.
“Enggak ada jalan lain yang harus didahulukan adalah menangani penyakitnya. Di samping itu perlu menjaga industri-industri agar tidak mati. Harus lebih seimbang antara usaha dengan penagnanan Covid-19. Kalau sekarang PPKM, salah satu dasarnya bahwa ini mengunci semua lini supaya Covid-19 tidak berkembang liar,” paparnya.
Bantuan Sosial Jadi Kunci
Di Bagian lain, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencatatkan realisasi anggaran pemulihan ekonomi nasional (PEN) sebesar Rp252,3 triliun per semester I/2021. Realisasi itu setara dengan 36,1% dari pagu yang dipatok Rp699,43 triliun. Hal ini ditegaskan oleh Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir bahwa dana itu tersebar ke berbagai sektor. Salah satunya perlindungan sosial yang mencapai Rp 66,43 triliun.
"Perlindungan sosial menjadi kunci untuk mempertahankan daya beli. Maka itu realisasi semester I 2021 sudah mencapai 43,2%," jelas Iskandar.
Selain itu anggaran PEN mengalir ke sektor kesehatan sebesar Rp47,71 triliun. Angka ini setara dengan 24,6% dari pagu Rp193,93 triliun. Dana ini digunakan untuk diagnostik, pengadaan vaksin Covid-19, insentif perpajakan kesehatan, dan bantuan iuran Jaminan Kesehatan Nasional untuk 19,15 juta orang.
Selanjutnya realisasi untuk sektor UMKM dan korporasi sebesar Rp51,27 triliun. Dananya baru terserap 29,8% dari pagu yang sebesar Rp171,77 triliun. Lalu pemerintah mengeluarkan dana untuk program prioritas Rp41,83 triliun. Dana ini digunakan untuk program ketahanan pangan, kawasan industri, padat karya, dan pariwisata. Kemudian pemerintah mengucurkan dana untuk insentif usaha sebesar Rp45,07 triliun. Serapannya paling tinggi bila dibandingkan dengan sektor lainnya yaitu, mencapai 71,7% dari pagu Rp62,83 triliun.
Sementara itu pemerintah mengubah pagu untuk masing-masing klaster dalam program PEN, anggaran untuk perlindungan sosial naik dari Rp148,27 triliun menjadi Rp153,83 triliun. "Perlindungan sosial jadi kunci untuk mempertahankan daya beli kita. Kartu sembako akan ditambah, begitu juga BST, BLT desa, termasuk Kartu Prakerja akan ditambah," tuturnya.
Pengamat ekonomi dan Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menyebut dana PEN yang digelontorkan pemerintah ‎belum terlalu efektif untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2021.
"Kalau di kuartal I saya kira masih lambat, tetapi mungkin bisa terjadi peningkatan yang positif di kuartal II. Prosesnya memang tidak langsung loncat di atas 2-3%, tetapi kisarannya antara 0-2%," katanya di Jakarta kemarin.
Dia menambahkan, lambannya pemulihan ekonomi, lanjut Tauhid, sudah tecermin dari situasi pada tiga bulan pertama 2021 di mana pemanfaatan dana PEN belum mampu meningkatkan belanja masyarakat. Efektivitas dana PEN bisa dilihat melalui tiga pendekatan, yakni dari sisi kesehatan, sisi bantuan sosial dan insentif untuk mendorong konsumsi masyarakat, dan pendekatan ketiga dilihat dari sisi dunia usaha.
Penggunaan dana PEN untuk sisi kesehatan sudah efektif yang dibuktikan ‎dengan efektif dengan dibuktikan percepatan proses vaksinasi. Namun PEN dinilainya belum berpengaruh signifikan untuk mendorong konsumsi masyarakat dan dunia usaha.
Anggota Komisi XI DPR Puteri Anetta Komaruddin mengatakan, dana PEN berperan krusial dalam menopang daya beli masyarakat dan menjaga kelangsungan dunia usaha di masa PPKM Darurat. Dia mengutip hasil penelitian Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang menyebutkan intervensi dana PEN tahun lalu berkontribusi dalam menjaga daya tahan pelaku usaha di tengah pandemi Covid-19.
Dalam beberapa kesempatan, pelaku usaha mengungkapkan kurangnya bantuan dari pemerintah. Mereka kerap meminta berbagai insentif agar usahanya bisa tetap berjalan. Puteri menerangkan di masa PPKM darurat ini, pemerintah akan memperkuat stimulus PEN dengan memperpanjang berbagai insentif perpajakan, perlindungan sosial, kesehatan, serta dukungan untuk UMKM.
“Tetapi, penambahan stimulus ini tetap perlu dilaksanakan secara selektif dan terukur dengan memperhatikan kinerja dan implementasi atas setiap program. Alokasi stimulus untuk penjaminan kredit korporasi, misalnya, perlu untuk dioptimalkan terlebih dahulu lantaran masih belum terserap sepenuhnya,” ujarnya kepada Koran SINDO, kemarin.
(ynt)